[caption id="attachment_208383" align="aligncenter" width="960" caption="Ilustrasi : FB Mega Photo"][/caption]
Aku mengamati diri
Kutemukan lemahnya kepayahan
Membawa beban yang terasa…
,
Tidaklah ini semua menjadi beban
Jika benar-benar aku menginginkannya
Menjadi sebuah beban yang memberati…
,
Betapa kejamnya persepsi
Membunuh tanpa senjata
Menguasai “Raja” dalam diri
Seandainya cahayaNya tiada meredup
Tentu mudah sekali
Membedakan baik dan buruk
Mendamaikan keinginan
Memenuhi sudut-sudut syukur
Dengan apa yang sudah ada dalam diri…
Tidak lagi menyisakan
Ruang persepsi,
Untuk membunuh !
,
Apa-apa yang luput
Apa-apa yang tidak diperkenankan
Apa-apa yang menyentuh titik kegagalan
Apa-apa yang belum tersampaikan
Adalah juga bentuk kasih sayang Yang Agung…
,
Tidak ada yang tidak adil
Tidak ada yang diterima
Tidak ada yang diberikanNya
Kecuali sudah disesuaikan
Kapasitasnya
Bagi diri…
,
Waktu tidak akan pernah salah
Segala yang telah terjejaki
Adalah kausalitas diri
Tentang baik dan buruk yang selalu kembali
Pada “rumah”nya
Sejauh apapun aku berjalan
Seberani apapun aku menghadang
Sekuat apapun jemari terkepal
Akan tetap ada suatu masa
Di mana tersungkur
Di kaki KuasaNya
Adalah hal yang sungguh mendamaikan…
mendapati diri
sepenuhnya berserah
pasrah...
,
Ketika hampa mengisi ruang kosong yang berwujud kesunyian
Siapalah yang mampu kutemukan
Selain Dia Yang Tidak Pernah Menjauh…
Dalam ketaatan dan kekhilafanku…
_____________________
Ia masih duduk tercenung, mendapati dirinya sudah basah dalam derasnya air mata malu…
Malu, karena jika tanpa belas kasihNya bagaimana hati dapat hidup, bagaimana jantung dapat tetap berdetak, bagaimana diri menemukan oase syukur dalam kering kerontang jiwanya… ?
Malu, jika bukan karenaNya adakah hal sekecil apapun mampu dilakukan….?
Malu, mendapati dirinya tidak lagi mengenal arti syukur…
Salam Muhasabah...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H