Mohon tunggu...
Ria Astuti
Ria Astuti Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menikmati Perjalanan :)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Persepsi Syukur...

27 September 2012   16:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:35 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13487617831420736552

[caption id="attachment_208383" align="aligncenter" width="960" caption="Ilustrasi : FB Mega Photo"][/caption]

Aku mengamati diri

Kutemukan lemahnya kepayahan

Membawa beban yang terasa…

,

Tidaklah ini semua menjadi beban

Jika benar-benar aku menginginkannya

Menjadi sebuah beban yang memberati…

,

Betapa kejamnya persepsi

Membunuh tanpa senjata

Menguasai “Raja” dalam diri

Seandainya cahayaNya tiada meredup

Tentu mudah sekali

Membedakan baik dan buruk

Mendamaikan keinginan

Memenuhi sudut-sudut syukur

Dengan apa yang sudah ada dalam diri…

Tidak lagi menyisakan

Ruang persepsi,

Untuk membunuh !

,

Apa-apa yang luput

Apa-apa yang tidak diperkenankan

Apa-apa yang menyentuh titik kegagalan

Apa-apa yang belum tersampaikan

Adalah juga bentuk kasih sayang Yang Agung…

,

Tidak ada yang tidak adil

Tidak ada yang diterima

Tidak ada yang diberikanNya

Kecuali sudah disesuaikan

Kapasitasnya

Bagi diri…

,

Waktu tidak akan pernah salah

Segala yang telah terjejaki

Adalah kausalitas diri

Tentang baik dan buruk yang selalu kembali

Pada “rumah”nya

Sejauh apapun aku berjalan

Seberani apapun aku menghadang

Sekuat apapun jemari terkepal

Akan tetap ada suatu masa

Di mana tersungkur

Di kaki KuasaNya

Adalah hal yang sungguh mendamaikan…

mendapati diri

sepenuhnya berserah

pasrah...

,

Ketika hampa mengisi ruang kosong yang berwujud kesunyian

Lumpuh mata, telinga, hati

Siapalah yang mampu kutemukan

Selain Dia Yang Tidak Pernah Menjauh…

Dalam ketaatan dan kekhilafanku…

_____________________

Ia masih duduk tercenung, mendapati dirinya sudah basah dalam derasnya air mata malu…

Malu, karena jika tanpa belas kasihNya bagaimana hati dapat hidup, bagaimana jantung dapat tetap berdetak, bagaimana diri menemukan oase syukur dalam kering kerontang jiwanya… ?

Malu, jika bukan karenaNya adakah hal sekecil apapun mampu dilakukan….?

Malu, mendapati dirinya tidak lagi mengenal arti syukur…

Salam Muhasabah...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun