Tahun demi tahun berlalu. Negeri itu perlahan berubah. Desa-desa kini terang oleh lampu tenaga terbarukan. Pasar-pasar rakyat dipenuhi hasil panen yang melimpah, berkat irigasi modern yang ramah lingkungan. Hutan-hutan yang sempat rusak mulai menghijau kembali, dan rakyat kecil mulai merasakan keadilan dalam pembagian hasil pembangunan.
Namun, perjalanan itu tetap penuh tantangan. Ketika hujan deras melanda dan proyek pembangunan terhenti, Brotoseno tidak mundur. Ia mengumpulkan rakyat di alun-alun dan berkata, "Keemasan tidak datang tanpa badai. Tapi ingatlah, badai akan selalu berlalu jika kita tetap bergandengan tangan."
Akhir Pengabdian
Pada akhir masa kepemimpinannya, Brotoseno tidak hanya meninggalkan infrastruktur megah dan perekonomian yang bangkit, tapi juga warisan kepercayaan. Ia menunjukkan kepada dunia bahwa ambisi besar tidak harus mengorbankan rakyat atau lingkungan.
Meskipun tidak semua mimpinya terwujud dalam pengabdiannya, rakyatnya kini tahu bahwa Negeri Keemasan bukanlah sekadar dongeng. Itu adalah tujuan yang nyata, dibangun dengan keringat, keberanian, kebersamaan dan kasih. Di penghujung masa jabatan Brotoseno, rakyat bersorak bukan karena ia sempurna, tapi karena ia telah berani bermimpi untuk mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H