Impian Pemuda Nelayan dari Pesisir Garut
Ketika saya memesan ojek online menuju tempat kerja di Komplek Taman Yasmin Bogor, saya bertanya kepada pengemudi apakah ngojek adalah pekerjaan tetapnya. Dia menjawab bahwa ini hanya pekerjaan sampingan karena dia masih kuliah di semester tujuh. Kami berbincang tentang dirinya, mimpinya, dan keluarganya, sambil saya merekam ceritanya dalam pikiran.
Namanya Syamsudin seorang anak nelayan dari 3 bersaudara dari keluarga sederhana di desa pesisir pantai Garut, Jawa Barat. Dia mempunyai 2 adik perempuan yang masih sekolah, adik pertama di SMA Negeri kelas 2 dan adik kedua di SMP Negeri kelas 3. Bapaknya seorang nelayan dengan perahu yang tidak terlalu besar, Â setiap berlayar menangkap ikan berangkat sore pulang pagi terkadang kalau mulai musim hujan, beliau suka menginap di pulau terdekat untuk menghindari gelombang yang mulai meninggi dan pulang pagi pada hari berikutnya.Â
Dia setiap berlayar didampingi 2 nelayan lainnya dengan membawa perbekalan makan dan BBM untuk 1 - 2 hari. Sedang ibunya adalah bakul ikan yang membeli dan menjual ikan segar di pasar ikan di dekat pelabuhan perikanan. Ibu selalu berangkat setelah sholat subuh untuk bisa dapat ikan - ikan segar dari para nelayan yang sudah berlabuh di pelabuhan perikanan waktu pagi buta termasuk ikan - ikan hasil tangkapan suaminya juga beliau jual, setelah mendapat ikan - ikan segar kemudian beliau pergi ke pasar ikan yang tidak jauh dari pelabuhan perikanan. Beliau berjualan sampai habis dhuhur sekitar jam 1 - 2, dan dagangan sudah habis terjual, terkadang kalau masih tersisa beliau menunggu pembeli sampai habis ashar sekitar jam 3 - 4 baru pulang ke rumah. Â
Untuk mencapai mimpinya mendapat gelar sarjana dan dapat meraih mimpi sebagai pengusaha sukses, Syamsudin memberanikan diri untuk merantau keluar dari desanya kuliah jauh dari desanya, yakni kuliah di perguruan tinggi ternama di Kota Bogor. Pada awal kuliah, biaya hidup dari orang tua masih cukup untuk makan, sewa kos dan membeli alat tulis, buku kuliah dan fotokopi serta jilid tugas kuliah dan bahan kuliah. Biaya hidup di kota Bogor ternyata memang tidak murah, apalagi pada saat pandemi tahun 2020 - 2021, kuliah harus zoom dan barang - barang konsumsi semakin mahal, serta pendapatan orangtua semakin berkurang.
Akhirnya saat kuliah semester 5, Syamsudin memutuskan untuk mencari pekerjaan sampingan untuk membiayai kebutuhannya sendiri. Setelah berdiskusi dengan teman-temannya, Syamsudin memilih menjadi seorang driver ojek online. Bermodalkan sepeda motor dirinya yang dibawa dari desa, Syamsudin mulai bekerja mengantarkan penumpang dan makanan di sela-sela studinya. Dan sekarang sudah 1,5 tahun Syamsudin menjalani profesinya sebagai driver ojek online.
Rutinitas Syamsudin cukup padat. Setiap pagi, Syamsudin bangun pagi untuk mengambil pesanan pertamanya sebelum berangkat ke kampus. Di kampus, ia rajin mengikuti perkuliahan. Saat jeda antar kuliah, Syamsudin kembali mengaktifkan aplikasi ojek online miliknya dan mencari penumpang. Syamsudin tahu betul bahwa waktu adalah hal yang sangat berharga. Seringkali, dia harus mengatur waktunya dengan sangat ketat agar tidak terlambat ke kelas berikutnya.
Di tengah kesibukannya, Syamsudin kerap harus menghadapi berbagai tantangan. Kemacetan kota Bogor membuat Syamsudin harus pintar-pintar mencari jalur alternatif agar tidak terlambat menurunkan penumpang. Terkadang, cuaca yang tidak menentu juga bisa menjadi tantangan tersendiri. Namun Syamsudin selalu menghadapinya dengan senyuman dan semangat.
Meski sibuk, Syamsudin tak pernah melupakan tujuan utamanya yaitu menyelesaikan kuliah, meraih mimpinya dan mengharumkan nama keluarga. Setiap kali merasa lelah atau hampir menyerah, Syamsudin selalu teringat pesan ibunya, "Jangan pernah menyerah nak. Ingatlah, kamu adalah harapan keluarga.
Selama menjalani pekerjaan sampingan sebagai driver ojek online selama 1,5 tahun ini, ternyata tidak seperti yang dibayangkan kebanyakan orang, pertama setiap pendapatan yang diperoleh, tidak 100% dia bawa pulang tetapi ada pembagian 80% untuk dia dan 20% untuk aplikasi. Kedua  Biaya makan sehari-hari dan bensin tidak ditanggung oleh perusahaan aplikasi sehingga semakin menurunkan pendapatan dia sebagai driver.
Ketiga, pekerjaan driver ojek online memakai sistem kemitraan jadi perusahaan aplikasi tidak menjamin minimal gaji yang diterima, jaminan kesehatan (BPJS dibayar sendiri), jaminan biaya kecelakaan dan tidak ada pesangon hingga hak cuti seperti yang diamanatkan dalam UU Cipta Kerja. Walaupun demikian Syamsudin tidak pernah mengeluh terhadap hal - hal demikian itu, dia menjalani dengan tekun dan tabah.