Mohon tunggu...
Nuraman Sjach
Nuraman Sjach Mohon Tunggu... lainnya -

Freelance Media # Penyimak Kompasiana # Penikmat Buku # Penikmat Musik # ... .

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Siapa sih Anas Urbaningrum Itu?

3 Maret 2013   04:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:25 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ya, siapa sih Anas Urbaningrum itu?

Secara pribadi saya tidak mengenalnya. Juga dari hubungan darah atau keluarga, juga bukan siapa-siapa saya. Lalu, mengapa dia jadi populer?

Popularitasnya mencuat karena pemberitaan media terkait kasus korupsi. Padahal, kasus-kasus korupsi di negeri ini begitu banyaknya. Lihat saja pemberitaan-pemberitaan lokal atau daerah, sudah berapa banyak kuli tinta melaporkannya. Lalu, mengapa Anas Urbaningrum (AU)?

Sepengetahuan saya, nama AU mulai saya mencuat ketika teman-teman saya sewaktu kuliah terlibat dalam kepanitiaan di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Saat itu, kalau tidak salah, kawan-kawan saya  menjadi panitia saat pelantikannya menjadi Ketua Umum HMI. Dari situ saya baru ngeh bahwa orang ini kedepannya akan "jadi orang". Cuma, jadi orangnya seperti apa saya tidak tahu dengan jelas. Mungkin jadinya ya seperti sekarang ini.

Soal HMI ini juga saya benar-benar ketahui saat kuliah. Iseng ikut kegiatannya dan mendaftar ikut pelatihan kepemimpinan dasar di HMI cabang kampus, tanpa saya sangka keisengan saya membuat mata saya terbuka. Bahwa politik mahasiswa kampus itu memang ada. Bahwa ada hegemoni dalam kampus dari berbagai aktivis kemahasiswaan itu nyata adanya, kesemuanya itu meyakinkan saya bahwa kalau saja saya memilih menjadi mahasiswa biasa-biasa saja mungkin di kepala ini tidak akan banyak informasi yang masuk.

Ternyata, kesertaan saya di HMI turut mengantarkan saya masuk ke senat mahasiswa fakultas (senat jurusan saya lompati). Namun, saya tergolong yang malas-malasan untuk aktivitas ini. Setelah melongo menyaksikan politik kampus (karena ada pertarungan hegemoni antara mahasiswa yang ikut HMI, IMM, dan PMII), berbagai perebutan kursi kuasa di kampus, dan bagi hasil kue kampus, rasa-rasanya cukup gerah juga melihat itu semua. Berikutnya adalah saya tidak lagi melanjutkan pelatihan kepemimpinan tingkat lanjut di HMI. Hemat saya waktu itu, buang-buang uang dan saya belum tentu mendapatkan apa yang saya inginkan. Ikut teman, akhirnya saya diajak bergabung di pers kampus. Di organisasi intra inilah saya merasa lebih netral meski kemudian tetap saja saya merasa ada intrik-intrik pada saat perebutan kuasa kepemimpinan di organisasi ini. Dan, lagi-lagi, nama-nama seperti HMI, PMII, dan IMM ikut digaungkan. Muak juga lama-lama.

Saya waktu itu memang tidak ambil pusing untuk urusan intrik atau soal dukung mendukung siapa yang jadi pemimpin. Saya lebih memilih egois untuk tenggelam dalam pilihan profesi sebagai pewarta dalam kampus yang menurut saya lebih netral. Memang jadinya saya seperti itu, saya lebih enjoy menikmatinya.

Kembali ke soal AU.

Saya yakin AU mendapatkan banyak dukungan kala diberitakan oleh media. Salah satunya ya juga dari korps alumninya ini, HMI. Bersamaan dengan itu, ia mendapatkan dukungan dari think-tank-nya, yang bisa jadi diluar korps alumninya yang bisa jadi dari mode organisasi kemahasiswaan tadi. Meski kemudian saya tidak yakin seyakin-yakinnya juga, yang namanya kekuasaan di negeri ini menurut saya memang terbangun dari berbagai jaringan kepentingan yang rumit -- karena saya awam untuk hal ini.

Bersamaan dengan itu, terkait AU pula, saya menyaksikan beberapa kawan yang dulu benar-benar aktif di HMI kini dekat dengan jaringan kekuasaan. Sebut saja seorang kawan, perempuan, pernah saya lihat fotonya di facebook menjadi semacam staf ahli dari Andi Mallarangeng. Meski itu hak-haknya, tetapi saya membacanya dari segi jaring kekuasaan. Bahwa semenjak mahasiswa kalau kita terlibat intens dalam aktivitas keorganisasian semacam itu (yang diluar kampus tetapi punya efek ke dalam kampus) suatu saat akan mengantarkan kita pada jaringan politik seperti sekarang ini. Dan senyatanya memang seperti itu. Lihatlah para aktivis kampus yang benar-benar membangun jaringannya, bisa dikata beberapa ada yang memilih menjadi anggota DPR atau menjadi staf ahli menteri, itu pun dibangun berdasar kekuatan jaringan organisasi dulu saat mereka menjadi mahasiswa atau mengenalkan diri bahwa mereka dulu terlibat dalam organisasi kemahasiswaan semacam itu di mana kebetulan juga sang menteri pernah menjadi bagiannya. Jadi, semacam "salam tempel" ketika ada orang yang "senasib-seperjuangan" ternyata dapat dijadikan rekan kerja.

Lalu, siapa sih AU itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun