Mohon tunggu...
Nuraman Sjach
Nuraman Sjach Mohon Tunggu... lainnya -

Freelance Media # Penyimak Kompasiana # Penikmat Buku # Penikmat Musik # ... .

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Reportase? Jangan Lupakan Vademekum Wartawan!

19 April 2014   22:38 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:28 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

"If you don't control the interview, you'll lose the story."

- Arthur Zich, wartawan majalah National Geographic, AS, dalam Vademekum Wartawan: Reportase Dasar

Dapat "tugas" membuat reportase sebagai imbal keikutsertaan saya pada sebuah acara membuat saya harus "tunggang langgang" ke kamar belakang di rumah. Dengan kondisi kamar yang masih berantakan, buku-buku masih menumpuk di lantai yang belum saya rapihkan. Lemari pakaian pun masih belum benar-benar saya tata, lengkap sudah kamar ini bak kapal pecah yang berantakan di sana-sini -- maklum baru pindahan, jadi benar-benar belum meluangkan waktu untuk menatanya lagi.

"Tugas reportase" itu berbatas waktu. Maksimal per tanggal 18 April ini sudah harus tayang. Dan memang tidak enak juga kala saya menghadiri suatu acara di mana saya dijamu di dalamnya tetapi saya malah tidak melampirkan laporan kejadiannya. Hasilnya, ya saya merasa harus dan "dipaksa" membuat sebuah reportase. Maka, jadilah reportase seperti ini

Reportase itu saya buat hanya dalam hitungan jam. Sehari sebelumnya saya sudah mencoba menentukan lead atau kalimat pembuka macam apa yang akan saya sajikan. Namun saya agak kesulitan kala masuk ke bagian body atau badan reportase. Alhasil, saya ingat pada buku pegangan saya saat kuliah, itulah buku Vademekum Wartawan: Reportase Dasar yang waktu itu diterbitkan oleh KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).

Mengenang buku ini, tentunya mengingatkan saya saat ujian akhir semester sewaktu kuliah. Saya paling ingat waktu itu dosennya atau lebih tepatnya asisten dosennya adalah salah satu kakak kelas saya yang sama-sama aktif di pers kampus. Dia jarang masuk kelas, tetapi sekalinya masuk kelas, ia membebani kami dengan uraian tentang penulisan berita yang sangat dalam. Dus, setelah itu, ia menyuruh kami untuk membaca buku-buku tentang jurnalistik sebanyak-banyaknya. Habis itu, ia menghilang dan setiap ada jam kelas ia hanya menugaskan kami untuk mencari buku-buku tentang penulisan berita yang ia anjurkan.

Dan, jelang ujian akhir semester pun tiba. Pengajar kami ini memberikan kisi-kisi soal yang akan keluar sekaligus buku-buku referensi yang bakal jadi sumber kisi-kisi soal yang akan ditanyakan. Namun, di hari H-nya apa nyana, soal-soal yang keluar jauh dari kisi-kisi yang ia sampaikan. Blas, tidak ada soal yang sesuai dengan kisi-kisi yang disampaikan. Semua kami di kelas terkaget-kaget, bingung hendak menjawab soal macam apa karena isinya jauh dari yang diperkirakan. Untungnya, pengajar kami ini membolehkan kami buka buku referensi kalau kami masing-masing bawa dan dipersilahkan kembali berdiskusi untuk memberikan jawaban macam apa yang baiknya dimasukkan pada soal yang ia berikan.

Iseng, saya yang jauh-jauh hari membeli buku Vademekum Wartawan ini diam-diam membukanya. Lalu, betapa kagetnya saya waktu itu karena ternyata semua soal rata-rata dicomot dari buku ini. Mulai dari syarat menjadi wartawan, bagaimana membuat reportase, proses reportase, hingga istilah CHOPPT yang harus kami jawab ada di buku ini. Singkat cerita, saya menyelesaikan ujian akhir semester dengan agak tenang meski waktu itu bisa di bilang saya mencoba menutup-nutupinya dari kawan-kawan sekelas, biar di kata tidak nyontek -- padahal waktu itu kan sebenarnya kami dibolehkan buka buku. Dan, hasilnya, saat pengumuman nilai, keluarlah nilainya. Hasilnya rata-rata amat baik alias A. Hanya satu dua yang B dan dapat dihitung dengan jari. Cuma waktu itu saya berpikir bahwa bukan karena dari buku ini saya mendapatkan nilai amat baik itu. Justru karena saya kenal dan dekat dengan pengajarnyalah, karena ia kakak kelas di tempat saya aktif di pers kampus, yang membuat saya mendapatkan nilai seperti itu.

Yang menarik dari buku ini sebenarnya ada pada halaman 85 yang menceritakan tentang sekolah bocor. Yang tertulis disitu sangat menyengat terutama bagi yang ingin membuat reportase tetapi bahan beritanya hanya biasa-biasa saja. Kata-katanya begini, "Mana yang lebih merupakan peristiwa, satu sekolah bocor atau 252 murid terancam tak bisa belajar saban turun hujan?" Makanya, kala saya menghadiri acara di atas, saya sempat bertanya-tanya, apa kiranya yang dapat saya laporkan atau reportase hanya dari sebuah acara semacam peresmian atau pembukaan gedung? Apa menariknya reportase tentang itu? Begitu benar saya berpikir keras. Alhasil ya seperti yang sudah saya link-kan di atas.

Namun, sekali lagi, buku itu hanyalah buku pegangan dasar yang menurut saya penting untuk menambah wawasan terutama soal reportase. Buku-buku yang lain pun sebenarnya ada, seperti Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar-nya Luwi Iswara yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas. Lalu, ada buku klasik, seperti Bahasa Jurnalistik dan Komposisi, terbitan Pradnya Paramita, karya almarhum Rosihan Anwar. Tak lupa tentunya, cetakan pertama yang saya dapatkan kopinya dari kakak saya, Andaikan Saya Wartawan Tempo yang terakhir resmi diterbitkan. Padahal seingat saya buku itu terbit cetakan awalnya hanya untuk kalangan sendiri.

Saya memang tidak sampai pada yang diucapkan oleh Arthur Zich sebagaimana saya kutip di atas. Padahal saya sangat berkeinginan untuk bisa sampai seperti itu sebagaimana yang dipaparkan dalam buku ini. Meski kemudian tidak kesampaian, tetapi tetap toh saya harus memastikan jalannya satu peristiwa karena memang seperti itulah sebenarnya penulisan sebuah reportase.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun