Mohon tunggu...
nuralisyaputri
nuralisyaputri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

nursing student

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Tantangan Etik dalam Keperawatan: Merespons Diskriminasi Pasien di Era Modern

28 Desember 2024   23:20 Diperbarui: 28 Desember 2024   23:23 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Keperawatan adalah profesi yang berbasis pada nilai-nilai kemanusiaan, etika, dan moral. Perawat memiliki tanggung jawab untuk memberikan pelayanan yang adil, bermartabat, dan menghormati hak-hak setiap pasien tanpa memandang latar belakang sosial, budaya, agama, atau ekonomi. Namun, dalam praktiknya, diskriminasi terhadap pasien masih menjadi isu yang relevan di era modern ini. Penelitian oleh FitzGerald dan Hurst (2017) menunjukkan bahwa diskriminasi dalam layanan kesehatan sering kali muncul secara implisit akibat bias bawah sadar yang dimiliki tenaga kesehatan. Dalam konteks ini, perawat dihadapkan pada tantangan etik yang kompleks untuk memastikan bahwa setiap pasien diperlakukan secara setara, sejalan dengan prinsip keadilan yang menjadi dasar praktik keperawatan (ANA, 2015).

Diskriminasi terhadap pasien dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti berdasarkan ras, jenis kelamin, orientasi seksual, status ekonomi, atau kondisi kesehatan tertentu. Di era modern, fenomena ini diperparah oleh kemajuan teknologi dan media sosial yang dapat memperluas stigma terhadap kelompok tertentu. Sebagai contoh, pasien dengan penyakit menular seperti HIV/AIDS atau COVID-19 sering menghadapi perlakuan diskriminatif yang memengaruhi kualitas perawatan yang mereka terima (UNAIDS, 2020). Hal ini menciptakan ketidakadilan dalam akses layanan kesehatan yang seharusnya menjadi hak universal (WHO, 2017).

Faktor lain yang memicu diskriminasi adalah bias implisit di kalangan tenaga kesehatan, termasuk perawat. Penelitian oleh FitzGerald dan Hurst (2017) menunjukkan bahwa bias implisit sering kali memengaruhi pengambilan keputusan klinis dan interaksi antara perawat dan pasien, meskipun hal ini terjadi tanpa disadari. Selain itu, kebijakan kesehatan yang tidak inklusif, seperti kurangnya layanan khusus untuk kelompok minoritas, juga dapat memperburuk diskriminasi (Ariska et al., 2018).

Tantangan utama yang dihadapi perawat dalam menangani diskriminasi pasien adalah menjaga keseimbangan antara tanggung jawab profesional dan tekanan lingkungan kerja. Beberapa tantangan etik yang sering muncul meliputi: Memastikan kesetaraan pelayanan, Menghadapi stigma dan prasangka, Mengadvokasi hak pasien, dan Keseimbangan antara etik dan efisiensi.

Perawat dituntut untuk memberikan pelayanan yang sama kepada semua pasien, terlepas dari latar belakang mereka. Namun, dalam kenyataannya, perawat sering menghadapi tekanan dari lingkungan kerja atau kebijakan institusi yang tidak mendukung kesetaraan ini. Perawat mungkin harus melawan stigma atau prasangka yang telah mengakar, baik di lingkungan kerja maupun dalam diri mereka sendiri. Ini membutuhkan kesadaran dan refleksi terus-menerus terhadap nilai-nilai etik yang dipegang. Menurut FitzGerald dan Hurst (2017), bias implisit dalam layanan kesehatan memengaruhi perilaku tenaga kesehatan terhadap pasien tertentu, yang sering kali membutuhkan pelatihan untuk mengatasinya.

Perawat sering kali berada di garis depan dalam memperjuangkan hak pasien. Namun, keterbatasan wewenang atau dukungan institusional dapat menjadi hambatan untuk menjalankan peran ini secara efektif (Hamric et al., 2014). Dalam sistem kesehatan yang sering kali berorientasi pada efisiensi dan biaya, perawat dihadapkan pada dilema etik ketika harus menangani pasien dengan latar belakang yang kurang diutamakan oleh sistem. Sistem kesehatan yang berbasis efisiensi sering kali menempatkan kelompok rentan dalam posisi kurang diuntungkan (WHO, 2017).

Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan pendekatan holistik yang melibatkan individu perawat, institusi kesehatan, dan kebijakan nasional. Beberapa strategi yang dapat diadopsi meliputi: Peningkatan kesadaran dan pendidikan etik, Penerapan kebijakan inklusif, Penguatan peran advokasi perawat.

Pelatihan berkelanjutan tentang etika dan keadilan dalam keperawatan perlu diperkuat. Penelitian oleh Fricke et al. (2023) menunjukkan bahwa program pelatihan yang fokus pada pengenalan bias implisit efektif dalam meningkatkan kesadaran dan kemampuan perawat untuk mengatasi bias dalam praktik klinis.

Institusi kesehatan harus mengembangkan kebijakan yang memastikan akses layanan kesehatan yang adil bagi semua kelompok, termasuk minoritas dan kelompok rentan. Menurut WHO (2020), kebijakan yang inklusif dan berbasis hak asasi manusia adalah dasar untuk mengurangi ketidaksetaraan dalam layanan kesehatan.

Perawat harus didorong untuk mengambil peran aktif dalam memperjuangkan hak pasien. Hamric et al. (2014) menegaskan pentingnya pelatihan advokasi bagi perawat untuk melaporkan tindakan diskriminatif dan membela hak pasien secara efektif

Tantangan etik dalam merespons diskriminasi pasien merupakan masalah yang kompleks di era modern. Perawat memiliki peran penting dalam mengatasi diskriminasi melalui penerapan nilai-nilai profesionalisme, advokasi pasien, dan peningkatan kesadaran terhadap bias. Dengan dukungan kebijakan yang inklusif dan lingkungan kerja yang adil, diskriminasi dalam layanan kesehatan dapat diminimalkan. Pada akhirnya, keadilan dalam keperawatan bukan hanya tentang memenuhi standar profesional, tetapi juga tentang menjaga martabat dan hak asasi setiap individu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun