Mohon tunggu...
Ferdiansyah Mallaringan
Ferdiansyah Mallaringan Mohon Tunggu... -

I'm a Dreamer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pembela Hak Pejalan Kaki

26 Januari 2012   06:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:26 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_158493" align="aligncenter" width="300" caption="Hak Pejalan Kaki yang Terenggut (http://namakuddn.wordpress.com/2012/01/24/tergerusnya-hak-hak-pedestrian-pejalan-kaki-di-kota-jakarta/)"][/caption] Beberapa saat setelah membuka Facebook, saya melihat ada sebuah video yang berjudul "Pembela Hak Pejalan Kaki"yang dibagikan oleh seorang teman (berikut link videonya http://www.facebook.com/video/video.php?v=1213066092296) Dalam video nampak seorang ibu yang berada di atas trotoar memperjuangkan hak pejalan kaki yang diambil oleh pengendara motor yang naik hingga ke atas trotoar disebabkan oleh kemacetan. Ibu tersebut terlihat demikian gigih menyuruh pengendara motor untuk turun kembali ke jalanan, meskipun terlihat beberapa pengendara motor beradu argumen dengan Ibu tersebut. Sungguh suatu cerminan yang sangat-sangat buruk bagi Bangsa kita. Bangsa Indonesia yang terkenal atas keramahtamahannya. Apakah para pengendara motor tersebut tidak memiliki rasa malu lagi? Sudah salah tapi masih aja "ngeyel". Harusnya mereka tidak perlu beradu argumen dengan Ibu tersebut, sebab apa yang dilakukan para pengendara motor tersebut adalah suatu kesalahan. Belum lagi hal tersebut bisa mengancam para pejalan kaki dan pengendara motor tersebut. Bagaimana apabila ada pejalan kaki yang tiba-tiba tertabrak atau pengendara motor tersebut tergelicir dari atas trotoar? Di tengah permasalahan bangsa ini yang sepertinya tidak ada habis-habisnya mulai dari masalah di pemerintahan hingga di tingkat masyarakat, pikiran saya melayang ke tahun lalu. Tepatnya di bulan April yang masih dingin di Den Haag, Belanda. Tiba di Bandara Schipol dengan disambut hujan gerimis membuat kulit saya yang terbiasa dengan iklim tropis, kedinginan luar biasa. Berbicara mengenai Belanda atau Eropa pada umumnya atau mungkin negara maju di seluruh dunia, lalu lintas sangat teratur. Seminggu berada di Den Haag, terdapat hal menarik yang bisa saya simpulkan. Terdapat beberapa cara dari masyarakat sekitar untuk mencapai tempat tujuan. Cara tersebut antara lain dengan naik kereta, mobil pribadi, bus, sepeda, dan berjalan kaki (motor juga digunakan tapi sangat jarang saya lihat). Kereta dan bus punya jalur tersendiri sehingga menjadi prioritas utama. Hal menarik adalah antara mobil, pengendara sepeda, dan pejalan kaki. Terdapat beberapa perpotongan antara ketiga jalur tersebut. Sehingga harus ada yang menjadi prioritas. Pejalan kaki terlebih dahulu lalu mobil. Disebabkan arus lalu lintas yang sepi pada hari pertama di Den Haag saya tidak menemui kendala saat menyeberang jalan. Mobil ataupun kendaran lain tidak ada yang melintas ataupun apabila ada masih sangat jauh. Pada saat hari kedua, akhirnya saya mengerti bahwa pejalan kaki lebih utama dibanding pengendara mobil. Sesaat saya mau menyeberang terdapat mobil dengan kecepatan cukup tinggi mungkin 80-100 Km/jam, dengan segera saya berhenti di pinggir trotoar. Tapi apa yang terjadi sangat di luar perkiraan saya. Pengendara tersebut tiba-tiba mengerem mobilnya yang cukup kencang dan berhenti tepat beberapa meter di tempat saya berdiri. Kemudian dengan muka menyesal, pengendara mobil memberikan isyarat tangan kepada saya untuk menyeberang. Sungguh kejadian yang sangat di luar dugaan saya. Sebab dengan kondisi tersebut, biasanya di Indonesia pejalan kaki yang harus mengalah. Apabila tidak mau mengalah, maka kemungkinan besar akan ditabrak atau diserempet oleh pengendara mobil. Pengendara sepeda lebih utama dibandingkan pejalan kaki. Setelah beraktivitas, akhirnya saya pulang ke hotel dengan berjalan kaki lagi. Sebelum sampai di hotel saya sempatkan untuk duduk sejenak di taman kota. Kesejukan dan tanpa bising kendaraan menghanyutkan pikiran yang sudah sangat rindu kampung halaman (kok bisa rindu yah ;-)). Setelah puas menikmati pemandangan akhirnya saya melanjutkan perjalanan menuju hotel. Di persimpangan jalan terdapat jalur sepeda dan dari jarak beberapa meter saya melihat pengendara sepeda sedang melintas dengan kecepatan tinggi. Sehubungan dengan pengalaman saya dengan pengendara mobil sebelumnya. Akhirnya saya memutuskan memotong jalur sepeda tersebut. Dan betapa kagetnya saya ketika pengendara sepeda malah berteriak seraya mengeluarkan sumpah serapah. Bingung sendiri, akhirnya saya melihatdari kejauhan bahwa pejalan kaki lain berhenti untuk memberi jalan kepada pengendara sepeda terlebih dahulu. Sungguh pengalaman yang tidak terlupakan. Bagaimana masyarakat di sana mematuhi dan menghormati antar sesama pengguna jalan. Andaikan di negeri kita sendiri budaya tersebut mampu kita aplikasikan dalam hidup sehari-hari dalam berlalu lintas, mungkin kecelakaan di jalanan dapat dikurangi. Tapi sungguh sangat berbeda dengan kejadian video di atas. Pengendara motor yang jelas-jelas salah malah masih adu argumen dengan si Ibu. Makassar, 26 Januari 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun