Ditemukannya sejumlah uang 8 milliar oleh KPK yang ikut menjerat Bowo Sidik Pangarso menjadi sebuah bukti betapa mahalnya berdemokrasi di negeri ini. Harga mahal inilah yang menjadi sebab mengapa kasus korupsi yang menjerat banyak pejabat dan pada akhirnya mendekam di buih tahanan.
Dalam konteks ini, logika yang dipakai adalah logika bisnis, di mana ketika seorang bisnismen telah berinvestasi dengan jumlah besar maka langkah selanjutnya adalah meraup keuntungan dengan jumlah yang berlipat ganda. Hemat saya, berdemokrasi di negeri ini sama halnya dengan berbisnis.
Korupsi sejatinya adalah bentuk kecurangan (fraud) yang terjadi pada suatu lembaga pelayanan publik seperti pemerintah dan salah satu bentuk kecurangan yang paling sulit dihentikan. Meskipun berlembar-lembar peraturan dibuat untuk melarang praktik korupsi, karena tidak diikuti dengan kesadaran dan moral yang kuat maka praktik korupsi tetap terjadi.Â
Tidak hanya itu, adanya dorongan dan pengaruh lingkungan kekuasaan menjadi faktor penyebab terjadinya praktik korupsi di lembaga pemerintahan. Hal ini bisa kita lihat dikasus yang menjerat Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, yaitu Romi Romahurmuzy yang ditangkap tangan dengan tuduhan jual beli jabatan di Kementrian Agama beberapa waktu yang lalu. Â Â
Pentingnya bagi kita untuk memerangi korupsi tidak semata-mata karena adanya motif curang dalam menjalankan pemerintahan. Namun karena dampak jangka panjang yang akan ditimbulkan bila korupsi masih merajalela.Â
Secara gamblang Kofi Anna mengakui dampak buruk dari korupsi yang kerap kali kita temukan dalam institusi pemerintah maupun swasta lainnya. Korupsi, demikian Anna menerangkan sebagai sebuah wabah dengan spektrum atau ledakan sangat dasyat yang membawa pengaruh buruk pada setiap elemen kehidupan yang mengakibatkan kemunduran tatanan hidup manusia.
Orde baru adalah salah satu contoh di mana dampak  korupsi sangat terlihat jelas. Adanya permainan (kongkalikong) antara parlemen, pemerintah dan korporasi dalam mengeluarkan kebijakan yang sarat dengan kerugian Negara sangat terasa di pemerintahan orde baru. Puncaknya, pada tahun 1997 Indonesia dilanda krisis moneter yang menyengsarakan kehidupan rakyat kala itu. Salah satu kuncinya adalah, wabah penyakit korupsi di instansi pemerintahan.
Sebagai sebuah wabah penyakit, korupsi dalam pengertian lain bisa dilihat sebagai sebuah penyakit yang mendera banyak orang yang tergabung dalam institusi pemerintahan baik dalam skala regional maupun nasional. Dalam konteks penyakit, korupsi mesti ditangani secara serius dan dicari akar penyakitnya supaya bisa diobati. Karena penyakit hanya bisa disembuhkan bilaman obat dan akar penyakitnya ditemukan terlebih dahulu.
Dalam konteks hari ini, korupsi banyak disebabkan oleh adanya ketamakan dan kerasukan kekuasaan yang menghinggap di dalam tubuh pemerintah. Sikap tamak dan rakus ini mendarah daging karena adanya dorongan yang kuat untuk menghimpun harta yang melimpah danjabatan yang tinggi. Lagi-lagi karena status sosial yang sangat kuat di negeri ini menjadi penyebab utama. Sehingga bagi mereka yang ingin dikatakan sukses, caranya adalah memiliki banyak harta dan menduduki salah satu jabatan tertentu.
Faktor lainnya adalag krisis moral. Ini identik dengan bagaimana sikap para pemangku kekuasaan dalam menerima dan mempertanggung jawabkan amanat yang diberikan oleh rakyat. Meskipun telah disumpah di bawah kita suci, namun sikap dalam menjalankan roda kekuasaan tidak selaras dengan apa yang disumpahkan. Ini bukan soal intelegensi pribadi terkait, namun kesadaran akan pentingnya moral bagi orang yang diberi amanat yang telah hilang sehingga kekuasaan dijadikan sebagai mesin menghasilkan uang.
Pemerintahan Bersih