Belakangan ini konflik Laut China Selatan kembali hangat dalam perbincangan publik diberbagai media massa baik dalam maupun luar negeri. Pasalnya, Laut China Selatan menjadi salah satu kawasan jalur pelayaran tersibuk di dunia yang penting dan strategis dengan potensi sumber daya alam yang menggiurkan. Secara historis, kawasan ini telah banyak mendapat klaim dari negara sekitar dan saling diperebutkan.
Konflik Laut China Selatan sulit diselesaikan menjadi salah satu kasus perselisihan panas yang belum menemukan titik jelas penyelesaiannya meski telah melalui perundingan hukum Internasional. Konflik ini melibatkan berbagai negara seperti China, Brunei Darussalam, Filipina, Singapura, Vietnam, dan Malaysia.
Republik Rakyat Tiongkok (RRT) atau biasa dikenal dengan China merilis peta dengan konsep 9 garis putus-putus (nine-dash line) pada tahun 1947 menjadi awal mula konflik di Laut China Selatan. Dimana 9 garis putus-putus yang dibuat oleh China mengkalim bahwa sekitar 90 persen wilayah Laut China Selatan adalah miliknya. Untuk menjaga klaimnya terhadap Laut China Selatan, kini China tengah agresif membangun beberapa konservasi seperti pangkalan militer, mendirikan pulau buatan, dan menempatkan kapal-kapal perangnya di wilayah perairan sekitar Laut China Selatan.
Yang menghebohkan lagi! Bahkan China secara unilateral merilis kembali peta barunya pada tahun 2023 lalu dengan menambahkan 1 garis putus-putus, yang dulunya 9 garis putus-putus (nine-dash line) kini menjadi 10 garis putus-putus (ten-dash line). Penambahan 1 garis putus-putus ini kembali memantik ketegangan diantara negara pantai lain yang sama-sama mengklaim berhak atas kawasan tersebut.
Selasa, 19 Maret 2024_Dilansir dari youtube ISDS Indonesia pada webinar yang bertajuk "Menjaga Kedaulatan dan Mencari Kawan di Laut China Selatan" bahwa 10 garis putus-putus klaim China terhadap wilayah Laut China Selatan telah merembet pada wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara.
"Wilayah LCS dibeberapa bagian tumpang tindih dengan wilayah ZEE kita di Laut Natuna Utara, peta RRT ini mengundang protes keras dari berbagai negara termasuk Indonesia, Indonesia sebagai negara nonklaim secara konsisten, menyampaikan keberatan karena peta tersebut tidak berdasarkan pada UNCLOS 1982." Ungkap Marsekal TNI (Purn.) Hadi Tjahjanto selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia.
Menurut UNCLOS 1982 suatu negara memiliki kedaulatan atas perairan yang membentang 12 mil laut dari wilayah dan kontrol eksklusif atas kegiatan ekonomi yang berjarak 200 mil laut disebut sebagai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Tumpang tindihnya wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Laut China Selatan kini mengancam kedaulatan wilayah terkhususnya wilayah perairan Republik Indonesia di Laut Natuna Utara.
Dibuktikan dengan adanya beberapa aktivitas China yang telah mengusik wilayah Republik Indonesia mulai dari kapal ikan asal China yang pernah melakukan aktivitas penangkapan ikan tanpa izin, peringatan yang dikirim China atas pengeboran minyak, hingga kapal perang China yang masuk di wilayah Laut Natuna Utara. Aktivitas China ini tentu telah melanggar, Indonesia sebagai negara yang memiliki kawasan tersebut berhak dalam mengatur dan mengelola potensi sumber daya alam yang ada di Laut Natuna Utara dan sebaliknya negara lain tidak berhak terhadap hal ini.
"...sengketa wilayah ini menjadi semakin kompleks dengan menguatkan rivalitas geopolitik major-power di kawasan utamanya antara Amerika Serikat dan RRT, sikap RRT yang semakin asektif bahkan agresif di Laut China Selatan, diikuti dengan peningkatan kehadiran militer asing utamanya Amerika Serikat dan sekutunya..." Tambah Marsekal TNI (Purn.) Hadi Tjahjanto selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia.
Memanasnya sengketa Laut China Selatan kini telah berdampak, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kedaulatan wilayah Republik Indonesia. Indonesia sebagai negara yang punya kedaulatan dan hak berdaulat tentu tidak akan berdiam diri membiarkan negara lain dengan secara sepihak mengklaim wilayahnya. Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif di Laut Natuna Utara sejak dari dulu secara sah masuk kedalam wilayah Indonesia, negara lain tidak berhak dan serta-merta mengklaim hal tersebut, bagi Indonesia kedaulatan merupakan sebuah hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.