Kampus adalah sebuah tempat yang menjadi titik tertinggi dalam bangku pendidikan. Disinilah para remaja yang mengalami perubahan memasuki fase kedewasaan yang berasal dari berbagai penjuru negeri berkumpul membawa untuk sebuah mimpi dan ambisi masing-masing di pundaknya. Perkuliahan adalah awal dari bertemunya mimpi, realitas, kedewasaan, pengorbanan di mulai. Tarissa, seorang mahasiswa semester akhir atau sering disebut 'semester tua' yang katanya akan menjadi puncak komedi perkuliahan sedang menjelajahi setiap sudut kampus dan warna warni nya mata kuliah dengan menikmati setiap sudut kampus dengan keindahan yang berbeda dari gedungnya dimana terbuat dari aksen batu yang berjejer rapi layaknya buku-buku pelajaran yang siap dibaca.Â
"Kampus batu" itulah julukannya. Kampus yang terletak jauh di atas bukit dimana ketika matahari mulai merunduk, terlihatlah warna jingga yang mempesona ditambah dengan pemandangan Ibukota yang sangat cantik. Jangan lupakan pepohonan rindang disepanjang jalan yang selalu bergetar lembut tertiup angin. Tempat healing Tarissa salah satunya lapangan hijau nan luas yang menjadi saksi bisu Tarissa melepas penat dari jam perkuliahannya. Di lapangan ini juga menjadi tempat terjadinya berbagai kegiatan kemahasiswaan. Dimana semangat solidaritas itu mulai terasa. Suara riuh rendah serta bunyi kendaraan yang berlalu lalang tiada henti menjadi sebuah musik yang mengalun merdu dari kampus ini.Â
Kemudian kantin, tempat penuh cerita Tarissa dan teman-temannya yang paling syahdu untuk melepas penat sejenak dan memberi makan para cacing di perutnya dari cercaan sks harian. Entahlah itu terasa seperti beban berat yang selalu didesak dan dipikul di atas punggung dengan harapan pulang membawa sebuah gelar. Tetapi tidak seharusnya kita mengeluh bukan? Itulah yang selalu ada dipikiran Tarissa ketika beban itu kian berat dan tak jarang terasa menyakitkan. Di kantin pojok inilah persahabatan terjalin erat dengan gosip hangat yang menjadi santapan utama untuk dinikmati.Â
Namun, setiap kehidupan pasti punya cerita senang dan sedihnya. Dimana kehidupan kampus yang tidak selamanya indah seperti yang kita lihat di Televisi dulu. Kenyataannya adalah bagaimana tumpukkan tugas, tekanan saat ujian, deadline yang terburu-buru, keuangan yang semakin membengkak, persaingan yang tanpa ampun, jangan lupakan perkataan dari orang-orang sekitar kita yang nantinya mempertanyakan hasil dari sebuah gelar yang bertengger di ujung nama kita. Tetapi menurut Tarissa ini adalah sebuah kisah unik yang akan dia cerita nanti kepada anak cucunya, perjuangan Tarissa untuk dewasa yang meninggalkan kehidupan masa sekolah dan cinta monyetnya semasa berseragam dulu. Terkadang kita tidak perlu mengeluh untuk apa yang sedang kita hadapi dan kita usahakan karena menurut Tarissa semuanya akan baik-baik saja seiring dengan berjalannya waktu. Tak jarang rasa lelah dan putus asa menjadi bumbu perjuangan untuk sebuah kemenangan, karena disinilah Tarissa akan mewujudkan mimpi-mimpinya, dan mengerti arti sebuah kehidupan untuk menentukan jati dirinya dan menjadi sejarah baru.
Sekarang, tepat dimana semester tua itu sudah menanti dan senja di kampus kali ini menjadi berarti, tidak banyak lagi waktu untuk menikmati kegiatan menyandang totbag yang hanya berisi binder kecil dan satu pulpen padahal nyatanya berisi sebuah perjuangan untuk masa depan dengan dilengkapi toping air mata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H