Mohon tunggu...
Nuraini Amarsa
Nuraini Amarsa Mohon Tunggu... Human Resources - HR and Labor Specialist

Pegiat Jalan Kaki, Rock N Roll mom, 80s enthusiast, beach junkie

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ras Terkuat di Bumi?

26 Agustus 2024   17:39 Diperbarui: 26 Agustus 2024   18:07 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Kalau kata netizen sih ras terkuat di bumi ini adalah kaum emak-emak. Apa benar yaa?


Saya teringat ketika menghadiri event kurang lebih satu bulan yang lalu. Di kesempatan itu saya 1 round table dengan seorang ibu-ibu paruh baya. Saat sesi tanya jawab, ibu tersebut begitu emosional mengangkat tangan ingin sekali dirinya diberi kesempatan bertanya sampai-sampai teman-teman satu perkumpulannya mengingatkannya untuk tetap tenang dan tidak emosional. Lalu sampailah pada kesempatan bertanya itu datang, saya perhatikan ibu tersebut nafasnya begitu cepat, berbicara dengan cepat bahkan saya lihat matanya berkaca-kaca. Padahal pertanyaan yang dilontarkan pun jawabannya sudah dijelaskan pada sesi penjelasan sebelumnya. Saat itu saya lalu duduk di sebelahnya, memberikan botol air mineral kepadanya, setelah saya melihat dia agak tenang, saya coba untuk mengusap punggungnya. Hal yang tidak terduga ternyata setelah itu ibu ini menangis lalu bercerita kepada saya, bahwa suaminya baru saja meninggal beberapa bulan yang lalu dan dia bercerita bahwa pertanyaan yang dia lontarkan tadi adalah salah satunya berkaitan tentang suaminya.

See? Ternyata dibalik sosok yang emosional begitu berani begitu ngotot tersimpan jiwa-jiwa yang sedih di dalamnya.  Dari peristiwa diatas saya sebetulnya ingin membahas tentang kesehatan mental para wanita khususnya emak-emak yang notabene katanya sih ras terkuat di bumi.

Wanita memiliki banyak peran, bisa sebagai istri, ibu, anak, bahkan sebagai pekerja atau pelaku usaha. Memiliki banyak peran tentunya juga banyak tugas dan tuntutan yang dijalani oleh para wanita ini. Saya pribadi saat ini merupakan working mom, peran yang saya jalani cukup banyak, menjadi pekerja full time di sebuah perusahaan, menjadi orang tua dimana saya harus menjalani long distance marriage karena penempatan kerja suami, belum lagi menjadi istri yang aktif dalam istri-istri karyawan, menjadi kakak dari para adik-adik saya dan tentunya menjadi anak dari kedua orangtua baik orangtua kandung maupun mertua.  Bisa dibayangkan bukan?

Saya yakin mau itu bekerja atau tidak, wanita memiliki peran yang sama dewasa ini. Tuntutan dari berbagai peran ini tak lain issue kesehatan mental menjadi penting di kalangan wanita. Issue yang sering dibahas seperti stress , burn out, cemas bahkan depresi. Dari pengamatan saya sehari-hari wanita bisa stress, burn out, cemas bahkan depresi dikarenakan beberapa hal diantaranya:


1. Tidak ada otonomi dalam menentukan pilihan hidup

Melalui pengamatan saya, banyak wanita yang merasa stress dikarenakan dia merasa bahwa hidup yang ia jalani sekarang bukan dia yang memilih. Misal seperti wanita pekerja yang disuruh resign oleh suaminya, sehingga menjadi ibu rumah tangga. Padahal menjadi ibu rumah tangga bukanlah jalan hidup yang ingin dia jalani. Contoh lain yang sering saya temukan adalah seorang ibu yang memiliki banyak anak. Seringkali saya temukan bahwa sebenarnya dia tidak sepenuhnya menginginkan itu namun acapkali karena suami yang berkehendak ataupun karena kebobolan. 

Wanita sebaiknya memiliki kendali penuh akan dirinya sendiri, namun acapkali mereka bahkan tidak memiliki kendali akan tubuhnya sendiri. Saat ini sudah sebaiknya setiap wanita bisa menentukan apa yang dia mau dan dia bisa memiliki kendali akan dirinya sendiri. Lalu bagaimana jiga pihak lain mungkin suami atau orang tua meminta hal yang lain? Tentunya semua keputusan bisa dikomunikasikan. Contohnya saya sendiri hanya ingin memiliki 1 anak, dikarenakan masa-masa setelah kelahiran saya rasakan berat sekali mulai dari baby blues hingga perasaan tidak berdaya. Walaupun suami menghendaki anak lebih dari 1 namun saya berusaha untuk menjelaskan betapa beratnya untuk saya untuk itu, alhasil suami pun memaklumi dan memahami.


2. Support sistem yang tidak mumpuni

Banyak wanita merasa sendirian, kesepian, bahkan ketika dia di kerumunan. Hal yang sering saya temui adalah di ibu rumah tangga. Walaupun memiliki beberapa anak dan rumah selalu ramai, namun dalam benaknya dia kesepian karena tidak adanya teman yang bisa diajak sharing, bahkan suaminya pun tidak 'present'. Hal ini tentunya sangat sering ditemukan bukan? Terlebih negara kita masih sangat patriarki.

Saya pun pernah pada fase merasa dimana merasa sendiri. Dimana saat itu saat pandemi, dan saya harus mengurus semuanya sendiri karena LDM, saya bahkan konseling dengan psikolog karena merasa burn out. Menariknya jawaban dari psikolog tersebut adalah saya harus menemukan safety net atau support sistem bisa mulai di list nomor-nomor teman-teman yang bisa dihubungi untuk meminta bantuan. Ketika hal itu saya bicarakan dengan suami, jawaban suami saya sungguh diluar dugaan yaitu saat ini safety net yang bisa diandalkan hanyalah diri sendiri dan tuhan.  Dari jawaban tersebut saya merasa memang yang bisa dijadikan andalan saat ini hanyalah Tuhan YME, melalui keyakinan tersebut saya bangun kepercayaan diri dan kepercayaan penuh pada tuhan bahwa apapun yang terjadi saya bisa menyelesaikannya sendiri. Tentunya dengan bantuan Tuhan.


3. Kurangnya penghargaan dari lingkungan

Para wanita sebetulnya ingin sekali dipuji dan dihargai. Hal ini dirasa begitu spele oleh orang lain contohnya pasangan dan orangtua. Tidak muluk diberikan hadiah atau diapresiasi yang mahal-mahal, wanita hanya perlu merasa dirinya dihargai. 3 kata ajaib sebetulnya bisa menjadi mantra yaitu MAAF, TOLONG,dan TERIMAKASIH untuk terus diucapkan sebagai apresiasi. Kenyataaannya sulit sekali kata-kata ini terucap sehingga para wanita merasa kurang di apresiasi. Hal ini sebetulnya lebih baik dibicarakan hati ke hati kepada pasangan , tidak perlu malu. Acap kali juga pasangan sudah memberikan apresiasi namun ternyata apresiasi tersebut tidak dianggap. Contohnya pasangan saya suka sekali memberikan hadiah atau mengirimi barang-barang baru, padahal yang saya inginkan hanyalah ucapan terimakasih. Karena hadiahnya tidak ada ucapan dan tulisan terimakasih nya saya merasa itu tidak cukup. Hal ini baru saya mengerti ketika berbicara dari hati ke hati dengan pasangan.


Dari hal-hal tersebut sebetulnya saya mengajak para wanita untuk bisa memiliki kesehatan mental lebih baik dengan cara-cara dibawah ini


1. Menjadi pribadi yang kuat melalui pendekatan fisik, psikis dan spiritual

Nyatanya seorang wanita memang dan harus bahkan wajib untuk menjadi pribadi yang kuat dan terus kuat apapun keadaannya. Menjadi pribadi yang kuat bisa dibentuk melalui 3 pendekatan yaitu fisik, psikis dan spiritual.


Melalui pendekatan fisik contohnya adalah mengurangi makanan yang tidak bergizi dan mulai berolahraga, bukan untuk menjadi langsing namun untuk menjadi kuat. Bisa dimulai dengan jalan kaki 10 menit setiap harinya dan terus bertambah hinggal 30 menit setiap harinya. Kurangi asupan makanan berminyak, dan tinggi gula, bisa juga dicoba intermitten fasting dengan berpuasa minimal 12 jam sehari bisa dimulai dari jam 7 malam hingga jam 7 pagi. Saya sudah menjalani hal ini semua dari 3 tahun yang lalu. Saya merasa memiliki stamina yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan fisik yang kuat merupakan pondasi untuk menjalani kegiatan sehari-hari dengan lebih baik


Melalui pendekatan psikis kita bisa mencoba untuk menaikkan level kepercayaan diri dari kita sendiri. Hal yang bisa dilakukan adalah menuliskan keberhasilan kita pada hari ini. Keberhasilan yang saya maksud bukan pada hasil namun pada proses. Misal hari ini saya berhasil jalan kaki 30 menit, mengajak main anak selama 1 jam tanpa menggunakan gadget, menemui 3 klien. Jadi yang dijadikan patokan adalah prosesnya. Setiap hari mulailah dengan merencanakan kegiatan apa saja yang akan dilakukan atau to do list nya. Di akhir hari mulai dengan evaluasi dan jika kamu berhasil melaksanakan semuanya, apresiasilah dirimu sekecil apapun itu. Dari sini percayalah sedikit demi sedikit akan menaikan self confidence . Pribadi yang percaya diri akan jauh dari depresi bahkan sangat optimis menatap kehidupan apapun itu rintangannya.


Selanjutnya adalah pendekatan spiritual. Melalui pendekatan ini adalah berusaha menjalani kehidupan sebagai takdir tuhan apapun yang terjadi. Ketika senang ataupun berhasil ingatlah ini merupakan kuasa tuhan yang diberikan kepada kita. Begitu pun ketika kesusahan itu datang ingatlah bahwa ini sebuah takdir yang sudah digariskan dan selalu ada hikmah dari setiap kesulitan. Yah mau gimana pun kalua sudah takdirnya dapat musibah tidak bisa dihindari. Begitu pun dalam menjemput rejeki sudah ada takarannya masing-masing. Hal-hal lain juga bisa mulai dilakukan untuk menambah iman dari masing-masing diri. Untuk menambah rasa percaya pada tuhan, saya mencoba untuk membaca Al-Quran setidaknya 2 halaman setiap harinya beserta artinya. Seringkali saya menemukan jawaban dari kegundahan saya sehari-hari melalui ayat-ayat Tuhan.  Disitulah keimanan saya bertambah dan semakin yakin bahwa ada tangan lain yang akan selalu menolong kita. Jika sudah begitu apa lagi yang harus kita khawatirkan? Tidak perlu overthinking apalagi cemas.


2. Mencari dan menemukan support sistem yang mumpuni


Setelah menjadi pribadi yang lebih kuat, kita pun tetap membutuhkan support sistem yang mumpuni. Lucunya ketika kita sudah menjadi emak-emak, support sistem yang dibutuhkan simpel seperti tukang galon, tukang gas, sopir antar jemput anak, tukang sayur, dll. Sederhana namun sadar atau tidak merekalah sebetulnya bisa dijadikan support sistem kita sehari-hari. Jadi sebetulnya tidak perlu muluk-muluk mencari pertemanan baru karena merekalah support sistem kita yang sebenarnya.

Tidak perlu malu atau gengsi membuat circle baru, coba untuk tinggalkan teman-teman yang toxic. Ingatlah jika kita bergaul dengan tukang parfum kita akan ketularan wanginya.


3. Memiliki harapan dan cita-cita sekecil apapun itu


Pernah dengar IKIGAI? Ikigai adalah sebuah konsep berasal dari Jepang yang mengacu pada alasan seseorang untuk hidup. Menurut psikolog Jepang Michiko Kumano (2017), ikigai adalah keadaan kesejahteraan yang timbul dari pengabdian pada aktivitas yang disukai, yang juga memberikan rasa "terpenuhi".

Menariknya ini bukan sekadar tujuan hidup, tetapi lebih kepada perpaduan antara apa yang Anda sukai, apa yang Anda kuasai, apa yang dunia butuhkan, dan apa yang dapat memberikan Anda penghasilan. Ikigai sering digambarkan sebagai titik temu antara passion, misi, profesi, dan sumber penghasilan. Konsep ikigai telah berkembang dari prinsip dasar kesehatan dan kebugaran dalam pengobatan tradisional Jepang yang menyatakan bahwa kesejahteraan fisik dipengaruhi oleh kesehatan mental-emosional dan tujuan hidup seseorang.

Cobalah untuk menemukan IKIGAI tersebut. Saya memiliki IKIGAI untuk bisa berdampak pada banyak orang maka dari itu saya menulis. Di sela-sela kesibukan saya berusaha untuk menyempatkan diri untuk menulis dan menginspirasi. Berapapun usianya usahakan tetap memiliki cita-cita dan harapan. Tidak perlu muluk-muluk namun simpel. Contoh saya ingin sekali mengoleksi banyak piringan hitam dan playernya, hal ini membuat saya semangat bekerja untuk membeli hal tersebut. Simpel namun bisa menjadi suatu motivasi. Saya bahkan bercita-cita bisa berkuliah kembali hingga S3 berapapun usia saya ketika itu. Cita-cita ini merupakan suatu tujuan dan dijadikan sebuah harapan untuk tetap optimis.

Intinya apapun peran dan tuntutannya tetaplah untuk menjadi tiang penyangga yang kuat.


There is no limit to what we, as woman, can accomplish

There is nothing stronger than a woman who has rebuilt herself.


Teruslah berusaha untuk menjadi kuat dan terus kuat ya.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun