Mohon tunggu...
Nuraini Amarsa
Nuraini Amarsa Mohon Tunggu... Human Resources - HR and Labor Specialist

Pegiat Jalan Kaki, Rock N Roll mom, 80s enthusiast, beach junkie

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Be Strong and Don't Baper!

29 Agustus 2023   17:04 Diperbarui: 29 Agustus 2023   18:35 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Be strong and don't baper!

Pernah suatu hari saya merasa sulit sekali konsentrasi, sulit fokus, bahkan bingung dalam mengerjakan tugas sehari-hari, baik itu tugas di pekerjaan maupun peran sebagai ibu. Pada saat itu yang saya rasakan adalah sering overthinking dan banyak sekali ketakutan yang saya rasakan.

Saat itu saya memang baru saja mengambil liburan yang cukup lama sehingga rasanya jet lag. Dikarenakan fase itu sudah lebih dari seminggu, saya merasa perlu untuk mencari tahu apa sih sebetulnya yang menyebabkan perasaan ini. Saya mencoba metode jurnalling.

Dalam waktu 1 minggu saya berusaha mencatat apa saja perasaan yang saya rasakan beserta trigger atau pemicu mengapa saya merasakan seperti itu. Kurang lebih jurnallingnya seperti ini:

08.10 : mendengar teman sedang bergosip tentang teman yang lain --> merasa marah karena yang diomongin adalah temannya sendiri --> reaksi diam saja

10.00 :  di klakson mobil di belakang padahal lampu baru saja hijau --> kesal karena dia tidak sabar --> reaksi bilang 'anjir'

Kurang lebihnya seperti itu jurnalling yang saya lakukan. Seminggu saya rutin mendokumentasikan perasaan saya baik yang negatif maupun yang positif beserta pemicunya.

Setelah seminggu saya melakukan jurnalling perasaan tersebut, betapa kagetnya ternyata saya sangat menyerap sekali banyak stimulus dan memproses semua itu.

Ternyata hal itulah yang menyebabkan saya merasa bingung dan sulit konsentrasi, ditambah saat ini lingkungan pekerjaan yang toxic membuat saya merasa overthinking.

Keadaan ini saya diskusikan dengan suami saya, saat itu suami memberikan saya konsep yang namanya emotionless atau bahasa sundanya sih lempeng yaa.

Jadi kita tidak terlalu banyak bereaksi, kalau gembira ya sewajarnya, kalau sedih ya sewajarnya tidak perlu berlebihan. Mungkin menurutnya saat itu saya terlalu berlebihan dalam memproses dan meregulasi emosi saya.

Hmmm karena masih bingung saya mencoba menonton beberapa film. Saat itu saya berpikir, orang yang emotionless itu ya berarti orang yang tidak normal karena orang normal sejatinya bisa menampilkan banyak emosi dan itu terwujud jelas. Hingga akhirnya saya menemukan analogi orang yang tepat ketika menonton K-Series The Glory.

Bisa dilihat Song Hye Kyo yang memerankan sebagai pemeran utama yang hendak membalas dendam karena perundungannya di masa lalu merupakan orang yang sangat dingin, lempeng, dan emotionless. Namun dengan hal seperti itu akhirya dia bisa membalaskan dendamnya secara paripurna.

Istilah emotionless ini sulit saya terjemahkan sebetulnya, namun bisa dijelaskan sederhana yaitu baper atau bawa perasaan. Ternyata baper ini juga ada sisi negatifnya terlebih jika kita terlalu banyak menyerap stimulus dari lingkungan sekitar yang akhirnya kita bawa perasaan lalu muncul perasaan-perasaan aneh-aneh sampai akhirnya kita merasa exhausted atau sangat lelah.

Bahkan netizen diluaran sana menjadikan baper ini sebagai indikator orang lemah. Di bully lalu marah dibilang baper, diomongin lalu klarifikasi dibilang baper lah.

Sebetulnya baper ini bagus gak sih?

Hmm, pastinya ada bagusnya tapi ada juga sisi negatifnya.

Sebetulnya baper ini bisa menjadi positif jika kita bisa membawa perasaan kita sesuai dengan porsi dan responnya. Misalkan ada teman kita yang baru saja kehilangan dompetnya, ya kita tidak perlu kan merasa seolah-olah dompet kita yang hilang.

Kita cukup ber empati kepada orang tersebut dan membantu sebisa kita. Jika kita terlalu baper itu rasanya capek, kalo udah capek ya gimana mau strong. Baper ternyata bisa se melelahkan itu.

Saya juga tidak pernah menyangka kalau saya pernah mengalami fase itu. Melihat orang lain lebih baik dari kita, kita langsung baper langsung rendah diri.

Melihat orang lain bisik-bisik dengan temannya, kita langsung curiga baper takutnya ngomongin kita. Mendengar orang lain kena musibah, kita langsung takut kalau musibah itu menimpa kita juga. Coba bayangkan jika semua itu kita serap dan kita proses betapa melelahkannya hidup kita hanya karena baper.

Dengan kehidupan sosial media yang begitu luas dan masif juga membuat stimulus yang kita terima setiap hari banyak sekali. Bayangkan kalau semua itu kita proses sungguh sangat melelahkan.

Melihat artis bercerai, kita patah hati karena setahu kita artis itu cocok sekali. Melihat pejabat korupsi, kita kesal sekali karena merasa hidup tidak adil. Percayalah itu sangatlah melelahkan.

Lalu bagaimana sih caranya supaya kita ga gampang baper?  Kalau saya sih merangkum caranya dengan 2 cara, kurang lebihnya seperti ini

Cara yang pertama adalah kurang-kurangilah...

Apabila kita berada di lingkungan toxic dimana banyak orang yang noise sekali seperti teman banyak bacot mungkin atau teman yang suka flexing. Cobalah kurang-kurangi dengan tidak berinteraksi dengan mereka. Simpel cara saya adalah dengan menutup telinga dan mendengarkan musik. Percayalah dengan mengurangi stimulus-stimulus negatif membuat pikiran kita lebih baik.

Kurang-kurangilah selanjutnya adalah dengan frekuensi berinteraksi di media sosial apalagi hanya untuk scrolling berita yang belum jelas kebenarannya. Simpel dengan tidak meletakan media sosial tersebut di jendela depan smartphone kita dan mengganti yang lain.

Saya bahkan sudah banyak teman-teman saya baik itu akrab atau tidak akrab jika saya rasa postingannya selalu memberikan pengaruh buruk pada saya, saya mute atau bahkan unfollow.

Kurang-kurangilah yang terakhir adalah menurut saya adalah tentang makanan. Gula memang bisa membuat perasaan kita lebih baik namun terlalu banyak gula membuat Kesehatan tidak baik.

Bagi Wanita, terkadang perasaan juga terpengaruh dari hormon kita. Dengan menjaga makanan dan mengurangi makanan yang tidak sehat dan tidak perlu, kita jadi bisa meregulasi perasaan kita menjadi lebih baik.

Cara yang kedua adalah gantilah...

Ketika kita sulit untuk tidak scrolling di sosial media, setidaknya gantilah misal yang dulunya sering banget liat tik tok sekarang lebih senang dengerin podcast di spotify. Dulu seringnya liat reels di IG, sekarang lebih suka nonton video di youtube.

Ketika lingkungan kita dianggap toxic, cobalah keluar dan gantilah dengan berteman dengan yang lain. Bahkan tidak ada salahnya untuk membuat circle yang baru. Itulah yang saat ini saya lakukan yaitu menambah banyak circle untuk menambah support system. Ya istilahnya sih hilang satu tumbuh seribu ya. Ketika kita beralih dari 1 orang yakinlah diluaran sana akan banyak yang lain yang akan menggantikan.

Ketika tidak bisa mengurangi makan yang tidak perlu setidaknya gantilah makananmu dengan yang lebih sehat. Daripada minum milk tea boba tidak ada salahnya coba mengganti dengan air kelapa atau yoghurt. 

Ganti kebiasaan kita terlebih kebiasaan-kebiasaan buruk. Hal sekecil apapun itu berharga jika dilakukan rutin dan setiap hari. Misalnya kalau dahulu datang sampai ke kantor langsung kerja, lebih baik jalan pagi atau workout ringan lebih dulu sebelum bekerja.

Intinya adalah kurang-kurangilah kegiatan yang tidak perlu dan gantilah kegiatan tersebut dengan yang lebih produktif. Buatlah dirimu sesibuk mungkin sehingga sudah tidak ada lagi waktu bahkan tenaga untuk mengurusi hal yang lainnya.  

Hidup sudah terlalu melelahkan, tidak perlu menambah lelah dengan mengurusi hal-hal yang tidak perlu

Be strong, and don't baper yaa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun