Mohon tunggu...
Nuraeni
Nuraeni Mohon Tunggu... Guru - Nuraeni

Pengawas Sekolah di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menebar Mimpi di Pelosok Desa

31 Desember 2016   21:38 Diperbarui: 20 Januari 2017   16:15 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi seorang pegawai negeri sipil merupakan salah satu dari banyaknya cita-cita anak bangsa. 24 tahun menjadi guru di salah satu SMP Negeri di perbatasan kecamatan kota dan lulusan dari institut keguruan yang mewajibkan lulusannya untuk mempunyai pekerjaan mengabdi pada masyarakat sangatlah berkesan dan mempunyai makna yang dalam. Ucapan syukur kepada Alloh Swt. karena inilah bagian dari takdirku. Betapa hebat dan mulianya menjadi seorang guru dan dari sinilah aku pernah bercita –cita ingin menjadi seorang pendidik yang sangat mulia ini. Guru hebat pasti siswanya dahsyat. Bagaimana peran guru di mata masyarakat? Menjadi guru yang hebat adalah impian setiap individu yang mengabadikan dirinya sebagai pendidik. Bekerja sebagai guru adalah pilihan yang mulia. Tidak hanya tekad atau kemauan yang keras, melainkan perlu strategi tertentu untuk mewujudkan setiap guru untuk menjadi hebat.

Menjelang detik-detik dari pengumuman akan ditempatkan sebagai kepala sekolah di salah satu SMP, sungguh merupakan peristiwa yang sangat mendebarkan, terutama membayangkan dimana ya aku ditempatkan setelah pengumuman ini. Karena kebetulan sekolah-sekolah yang saat ini membutuhkan kepala sekolah berada lokasinya di daerah selatan...mendengar wilayah selatan hm...pasti eksotis, tapi menyeramkankah, menakutkankah pikiranku saat itu. Pasti....membayangkan akan berpisah jauh dari orang-orang terkasih selama ini, padahal kami tidak pernah dipisahkan dengan waktu yang lama. Sebuah kata, cobaan....pastinya...!!!

Setelah menunggu lebih dari delapan tahun sebagai waiting list....akhirnya lepas semua beban pertanyaan yang menggelayut selama ini. Aku ditempatkan di salah satu SMP yang paling ujung kabupaten yang berbatasan dengan salah satu kabupaten tetangga, dengan jarak tempuh dari rumahku sekarang ini sekitar 115 km dan memerlukan waktu tempuh sekitar 6 jam. Masya Alloh.... karunia-Mu yang tiada tara. Setelah mengetahui hal tersebut, apakah aku akan mundur???? Oh tentu saja tidak...masa harus menyerah dengan takdirku??? Hehehe...

Tapi membayangkan sesuatu hal yang merupakan kodrat kita untuk melaksanakan hak dan kewajiban kita...bolehkan ya? Saat hakikat hidup memaksamu untuk terus mencoba, maka hanya dua pilihannya. Beranikan diri kita untuk mencoba (bahkan mungkin menjadi orang yang pertama), atau membiarkan orang lain meraih kesempatan yang sama. Maka yakinlah, selama kita meniatkan diri bekerja untuk-Nya, berupaya menjadi sebermanfaat manusia, merenda ikhtiar mengejar cinta-Nya, niscaya segala usaha yang kita lakukan tidak pernah terbuang sia-sia...

Sejenak aku berpikir, bagimana dengan nasib anak-anakku kalau aku di selatan? Anakku yang nomor tiga sedang studi di salah satu sekolah bording school supaya lebih terjamin pendidikannya baik bidang akademik maupun bidang keaagamaannya dan anakku yang nomor 4 baru lulus SD, maka aku putuskan untuk anakku yang bungsu dimasukkan juga ke sekolah itu. Berat sekali nak, mama kamu ini harus membuat pilihan, jangan merasa dibuang ya nak, di sini di sekolah boarding ini kalian akan mendapatkan pendidikan yang terbaik. Sekolah ini akan mengantarkan kalian menjadi ahli surga. Insya Alloh mama janji setiap seminggu sekali pasti akan berkunjung untuk menengok. Suami juga jauh tugasnya dan alhamdulillah kebutuhan kami hampir sudah terpenuhi untuk hidup nyaman dan sejahtera di kota. Sangat berat memang, harus berpisah dengan keluarga tercinta ini. Mungkin inilah yang dinamakan “panggilan jiwa”.

Kumulai hidup baru ini, dengan pekerjaan sebagai guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah yang harus hidup terpisah dengan keluarga. Mengenai suka duka mengabdi di daerah selatan adalah sebuah pengorbanan yang penuh tantangan yang mau tidak mau harus dilalui...perjuangan selama sebulan saja penuh dengan kesedihan (cengeng betul waktu itu,,jadi malu...hihihi). awalnya sangat berat untuk melaksanakan tugas sebagai seorang kepala sekolah di daerah selatan yang penuh dengan keterbatasan, baik itu dari segi sarana dan prasarana yang ada di sekolah dan juga jarak tempuh  yang cukup jauh dari pusat kota sekitar 6 jam. Terkadang di perjalanan dari desa tempat aku bertugas untuk ke kota kabupaten harus melalui hutan belantara, bahkan kalau telat sedikit tidak akan kebagian mobil angkutan umum, karena pukul 14.00 jadwal terakhir narik ke kota. Akhirnya apa yang terjadi? Terpaksa deh, harus naik ojeg dengan bayaran 150 ribu satu kali jalan. Tapi ga apa-apa deh, tokh uang gampang dicari.

Menjadi kepala sekolah di daerah selatan bukanlah pekerjaan mudah dan hasilnya baru bisa terlihat dalam waktu yang cukup lama. Idealisme, semangat, dan pengorbanan adalah modal utama yang harus dimiliki saat ini. Apakah ini mudah? Tentu tidak...! banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh guru-guru yang mengajar di pelosok, mulai dari menghadapi masalah siswa, guru, komite sekolah, masyarakat sekitar, hingga kebijakan-kebijakan daerah. Kami dituntut mampu menjaga profesionalisme dalam kondisi daerah yang serba terbatas teruatama dalam bidang infrastruktur.

Bertugas di daerah pelosok butuh tenaga yang luar biasa seperti halnya untuk mengubah kebiasaan dan paradigma guru, yang awalnya datang ke sekolah seenak perutnya, belum terkadang ketidak hadiran ke sekolah tanpa konfirmasi, sebagian guru sama sekali tidak bisa dijadikan panutan, maklum banyaknya guru asal jadi (hehe..maaf tidak semua seperti kan?), tetapi ada juga beberapa guru yang punya komitmen tinggi terhadap pendidikan ini, walaupun status mereka bukan PNS, hanya sebagai guru sukarelawan, taulah berapa gaji/ honor di daerah, hanya dengan dibayar 200 ribu. Subhanalloh...luar biasa mereka tetap mengabdi untuk anak negeri. Mereka para guru sukwan, tidak terlalu berhitung tentang berapa mereka dibayar, tapi yang mereka pikirkan adalah mereka bisa bekerja. 

Belum lagi urusan dengan siswa, contohnya siswa yang sering kesiangan, kataya sih mencontoh beberapa ibu bapak guru yang suka kesiangan juga, masya Alloh....dasar anak-anak ya... terus lagi siswa yang rambut diwarnai, pakai celana pensil (istilah disini celana alay), bolos sekolah hanya karena mau bermain...dan yang paling serem, ada beberapa siswa yang sudah pacaran, ada juga yang sudah belajar untuk mabuk-mabukan dengan cara mencamurkan obat sejenis bodrex dengan turbo jenis minuman ringan....ceritanya sih karena bapaknya juga tukang mabuk, waduh walah....macam-macam pula tingkah laku anak-anakku ini. Akan tetapi sekali lagi hebatkan kan perjuangan kami dan guru-guru kece ini? Hehe...gak apa-apa sekedar menyemangati diri sendiri saja.

Tugas utamaku saat ini adalah mengubah pola pikir guru, mengajak guru-guru untuk bekerja secara hebat, tidak mudah memang, dengan kebiasaan yang ehm...aku mencoba melakukan pendekatan sebagai seorang ibu. Awalnya agak susah, kayak ogah-ogahan, tapi terus kuajak, ayo bapak ibu, ayo bapak ibu. Seiring dengan berjalannya waktu, alhamdulillah tiga bulan sudah menampakkan perubahan yang signfikan. Maklum aku secara terus menerus memberikan keteladanan, aku datang sebelum mereka datang dan aku pulang setelah semuanya pulang (hehe..aku kan doktor, mondok di kantor) jadi pastinya ya seperti itu.

Masalah administrasi guru sedikit demi sedikit diperbaiki secara bersama-sama, kukatakan kepada mereka bahwa perangkat pembelajaran itu penting dibuat oleh guru, RPP itu penting dibuat oleh guru, kenapa? Karena RPP ini akan menunjukkan akan seperti apa dan bagaimana bapak ibu mengajar di kelas. Lumayan butuh waktu dan tenaga untuk meyakinkan ini. Tugas guru itu kan membimbing siswa untuk fokus pada kelebihan ketimbang kelemahannya, guru sebagai fasilitator harus mampu meningkatkan toleransi terhadap perbedaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun