Catatan 11 Maret 2017
Masih teringat jelas di kepala, Syawal kemarin sepupu sekaligus teman seangkatanku menikah.
Tapi ingatan ini bukan tentang pernikahannya, tapi tentang seorang remaja yang menggetarkan jiwa.
Seperti layaknya pernikahan pada umumnya, di acara serangkaian acara adat yang runtut dan tanpa cela, pembacaan ayat suci Al Quran adalah acara wajib yang tak boleh tertinggal.
Saat pranata acara berucap "acara ingkang selajengipun inggih punika pembacaan ayat suci Al Quran, ingkang badhe kewaos dening Ananda ... " (Acara selanjutnya adalah pembacaan ayat suci Al Qur'an yang akan dibacakan oleh Ananda ...)
seketika itu suasa cukup hening. Kulayangkan pandang pada jalan menuju panggung acara. Ku dapati seorang remaja belasan tahun digandeng seorang Bapak separuh baya dengan baju koko yang sederhana.
Herannya tidak ada kitab suci di tangan kanannya. Aku masih mengamati. Penasaran. Sepertinya ini berbeda dari biasanya.
Hingga sampai di panggung acara, kudapati wajahnya yang teduh, dan ternyata benar adanya ada yang berbeda di kedua mata remaja tersebut.
Pembacaan ayat suci pun dimulai, tanpa kitab suci di tangannya.
Suaranya indah, menggema di pelataran rumah pengantin wanita.