Mohon tunggu...
Nur Azziatun Shalehah
Nur Azziatun Shalehah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Pendidikan

Sedang menempuh ilmu pendidikan dengan konsentrasi ilmu pendidikan anak usia dini

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pancasila sebagai Entitas dan Identitas Bangsa Indonesia serta Perwujudan Profil Pelajar Pancasila dalam Pendidikan Abad Ke-21

24 Desember 2022   11:07 Diperbarui: 24 Desember 2022   11:11 12397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan menjadi entitas dan identitas bangsa Indoenesia. Sebagai masyarakat Indonesia yang memiliki etnis dan budaya beragam, nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sangat sesuai untuk meggambarkan banyaknya keberagaman tersebut yang disatukan dalam kebhinekaan. Memaknai nilai-nilai pancasila, meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kemasyarakatan dan sebuah keadilan adalah sesuatu yang perlu diterapkan sejak dalam keluarga dan berlanjut pada lingkungan sekolah agar masyarakat Indonesia dapat menjadi manusia Pancasila sesungguhnya yang religius, berkemanusiaan, adil, dan berguna bagi dirinya, orang lain, bangsa dan negara. 

Penerapan nilai-nilai tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan karakter sesuai konsep pencasila. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara terhadap pendidikan Indonesia adalah juga melihat tentang bagaimana membentuk peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkembang sesuai kodrat alam dan zaman mereka. Sebagai bangsa yang kaya akan nilai budaya, Ki Hadjar Dewantara memanfaatkan dan menjadikan hal tersebut sebagai kekuatan dalam menumbuhkan karakter anak agar sesuai dengan nilai-nilai filosofi pancasila. 

Pendidikan karakter juga ditujukan untuk mengahadapi bagaimana kemajuan dan tantangan pada pendidikan abad ke -21 ini. Pendidikan abad ke-21 ini tentu berbeda dengan konsep pendidikan terdahulu yang masih berpusat pada guru, berorientasi pada hasil, mengutamakan pada kompetisi dan sebagainya. Saat ini pembelajaran dikonsepkan agar dapat berpusat pada anak, berorientasi pada proses dan mengembangkan pada kemampuan kolaborasi, bukan kompetisi. Untuk mengimbangi perbedaan tersebut, maka dapat diwujudkan melalui profil pelajar pancasila.

Profil pelajar pancasila dalam pendidikan Indonesia dijabarkan ke dalam enam dimensia meliputi (1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia; (2) mandiri; (3) bergotong-royong; (4) berkebinekaan global; (5) bernalar kritis; dan (6) kreatif. Keenam dimensi profil pelajar Pancasila perlu dilihat secara utuh sebagai satu kesatuan agar setiap individu dapat menjadi pelajar sepanjang hayat yang kompeten, berkarakter, dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila. Pendidik perlu mengembangkan keenam dimensi tersebut secara menyeluruh sejak pendidikan anak usia dini. Pada jenjang Pendidikan Anak Usia Dini, profil pelajar pancasila dapat diterapkan melalui kegiatan main yang dilakukan melalui pembiasaan.

Pada dimensi pertama, yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, menuntun pelajar Indonesia dapat tumbuh menjadi pribadi yang berakhlak dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Ia memahami ajaran agama dan kepercayaannya serta menerapkan pemahaman tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Ada lima elemen kunci beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia: (a) akhlak beragama; (b) akhlak pribadi; (c) akhlak kepada manusia; (d) akhlak kepada alam; dan (e) akhlak bernegara. Beberapa perwujudan dimensi ini pada jenjang PAUD adalah peserta didik mampu mengenal adanya Tuhan Yang Maha Esa melalui sifatsifat-Nya, mulai mencontoh kebiasaan pelaksanaan ibadah sesuai agama/ kepercayaannya, mengenal berbagai ciptaan Tuhan dan sebagainya.

Pada dimensi kedua, yaitu mandiri, menuntun pelajar Indonesia yang bertanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya. Elemen kunci dari mandiri terdiri dari kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi serta regulasi diri. Beberapa perwujudan dimensi ini pada jenjang PAUD adalah peserta didik mampu mengenali kemampuan dan minat/kesukaan diri serta menerima keberadaaan dan keunikan diri sendiri, Mengatur diri agar dapat menyelesaikan kegiatannya hingga tuntas, berani mencoba, adaptif dalam situasi baru, dan mencoba untuk tidak mudah menyerah saat mendapatkan tantangan dan sebagainya.

Pada dimensi ketiga, yaitu bergotong royong, menuntun pelajar Indonesia agar mampu melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan. Elemen-elemen dari bergotong royong adalah kolaborasi, kepedulian, dan berbagi. Beberapa perwujudan dimensi ini pada jenjang PAUD adalah peserta didik terbiasa bekerja bersama dalam melakukah kegiatan dengan kelompok (melibatkan dua atau lebih orang), mengenali dan menyampaikan kebutuhankebutuhan diri sendiri dan orang lain, melaksanakan aktivitas bermain sesuai dengan kesepakatan bersama dan saling mengingatkan adanya kesepakatan tersebut dan sebagainya.

Pada dimensi keempat, yaitu berkebinekaan global, menuntun pelajar Indonesia agar dapat mempertahankan budaya luhur, lokalitas dan identitasnya, dan tetap berpikiran terbuka dalam berinteraksi dengan budaya lain, sehingga menumbuhkan rasa saling menghargai dan kemungkinan terbentuknya budaya baru yang positif dan tidak bertentangan dengan budaya luhur bangsa. 

Elemen kunci dari berkebinekaan global meliputi mengenal dan menghargai budaya, kemampuan komunikasi interkultural dalam berinteraksi dengan sesama, dan refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan. Beberapa perwujudan dimensi ini ada jenjang PAUD adalah peserta didik mampu mengenali identitas diri dan kebiasaankebiasaan budaya dalam keluarga, mengenal identitas orang lain dan kebiasaankebiasaannya, membiasakan untuk menghormati budaya-budaya yang berbeda dari dirinya, menjalin interaksi sosial yang positif dalam lingkungan keluarga dan sekolah dan sebagainya.

Pada dimensi kelima, yaitu bernalar kritis, menuntun pelajar Indonesia agar mampu secara objektif memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi dan menyimpulkannya. Elemen-elemen dari bernalar kritis adalah memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi pemikiran dan proses berpikir dalam mengambilan keputusan. Beberapa perwujudan dimensi ini pada jenjang PAUD adalah peserta didik terbiasa bertanya untuk memenuhi rasa ingin tahu terhadap diri dan lingkungannya, mampu mengidentifikasi danmengolah informasi dan gagasan sederhana, menyebutkan alasan dari pilihan atau keputusannya, dan menyampaikan apa yang dipikirkan dengan singkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun