Menyimak pemberitaan akhir-akhir ini yang sedang hangat tentang PBNU dan PKB membuat saya sebagai orang awam yang kebetulan di dalam keluarga yang berkultur Nahdliyin merasa sedih. Saling sindir dan singgung bahkan saling berbalas argumen di media oleh para pimpinan Ormas dan Parai tersebut menjadi bahan konsumsi publik secara terbuka. Sangat disayangkan karena para pemuka ormas keagamaan dan partai politik keagamaan tersebut seharusnya menjadi suri tauladan bagi publik. Kalau demikian adanya apakah publik atau rakyat dan warga Nahdliyin seperti saya ini harus meneladani perilaku yang kurang bisa menjadi teladan?
Sebagai awam saya melihat permasalahan ini bisa jadi bermula (meskipun sudah lama tidak harmonis bahkan jauh sebelum pemilihan ketua umum PBNU) dari Cak Imin yang tiba-tiba menjadi Cawapres Anies Baswedan yang kemudian menjadi rival dari Prabowo-Gibran yang didukung oleh Presiden Jokowi dalam kontestasi politik pemilihan Capres-Cawapres 2024-2029. Hasil akhirnya pasangan Prabowo-Gibran yang diendorse oleh Jokowi menjadi pemenangnya. Maka PKB secara logika awam saya otomatis menjadi oposisi, meskipun dinamika perpolitikan di Indonesia sangat cair sekali. Hari ini kawan besok bisa menjadi lawan atau sebaliknya, semua tergantung kepentingan politik bersama, tanpa peduli ideologi partai seperti apa, kiri apa kanan, agamis atau komunis, liberal ataupun demokratis.
Selain itu perseteruan PBNU dan PKB menurut analisa awam saya juga dipicu oleh ijin tambang yang diberikan pemerintah kepada ormas termasuk PBNU yang dari awal langsung inisiatif untuk menerima tawaran menggiurkan tersebut tanpa malu-malu dan tanpa basa basi tidka seperti saudara lamanya Muhammadiyah. Maka ibarat berebut kue yang sangat lezat itu membuat PBNU dan PKB terjadi perseteruan yang ditandai dengan rencana DPR membuat Pansus Haji yang diinisiasi oleh wakil DPR yang sekaligus ketua partai PKB yaitu Muhaimin Iskandar. Statemen-statemen yang muncul di media kemudian lebih menyerang personal Cak Imin atau Muhaimin Iskandar dengan PKB nya atau Gus Yahya atau Yahya Cholil Staquf beserta adiknya yang merupakan Menteri Agama RI saat ini yaitu Yahya Cholil Qoumas.
Ide dibentuknya Panitia Khusus Hak Angket Haji 2024 atau Pansus Haji oleh DPR untuk menyelidiki kekacauan penyelenggaraan haji tahun ini melebar menjadi perselisihan personal antara elit PKB dan elit PBNU. Maka sebagai warga Nahdliyin yang berada di lapisan paling bawah saya merasa miris dan sedih, karena beliau-beliau para elit yang selama ini menjadi panutan bagi kami tiba-tiba menampilkan contoh yang sama sekali tidak bisa kami teladani. Jika para pemuka sudah tidak bisa kami teladani lalu kami harus meneladani siapa? rumput yang bergoyang? embun di pagi hari? atau ombak samudra yang menepi di lautan?
Lalu dimana implementasi dalil "al ulama warasatul anbiya" itu... jika para ulama yang juga aktif dalam politik praktis lebih mengedepankan ambisi politiknya daripada sisi keulamaan yang lebih mengedepankan lakhlak terpuji yang bisa diteladani dengan gaya hidup sufistik yang semakin punah di era serba materialistis seperti sekarang ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H