Mohon tunggu...
NH SMG
NH SMG Mohon Tunggu... Foto/Videografer - FREELANCER

Fastabiqul Khairat Pengabdian Perjuangan Pengorbanan dan Berguna untuk Alam Semesta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menguatkan Kembali Koneksi SURAKARTA-SEMARANG

1 Juli 2024   17:22 Diperbarui: 1 Juli 2024   17:25 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UPACARA HUT Bhayangkara ke-78 Polri tingkat Jawa Tengah digelar hari ini, 1 Juli 2024, di Balai Kota, Jalan Pemuda Semarang. Wali Kota Semarang, Hevearita (Mbak Ita) tampak duduk bersebelahan dengan Gibran Rakabuming Raka.Keduanya memang sudah akrab sejak dulu. Akrab sebagai sesama wali kota di satu provinsi, yang sering berkomunikasi terkait kemajuan kedua kota itu. Keduanya punya kesamaan: suka bekerja dan melihat langsung masalah di lapangan dan punya prioritas untuk kemajuan kota.


Sebelumnya, pada momen Dugderan di Semarang (21/03/2023), dua wali kota teken MoU (Memorandum of Understanding, nota kesepahaman). Gibran Rakabuming Raka (Wali Kota Surakarta waktu itu) memberikan keris kepada Mbak Ita. Sekalipun Gibran sering ngasih keris kepada para tamu dan Mbak Ita sudah sering raih penghargaan untuk Kota Semarang, kita melihat bagaimana keris mendapatkan status selayaknya.

Keris, bagi orang Jawa, memiliki banyak makna. Keris dianggap sebagai pusaka yang bertuah dan melambangkan kehormatan, kewibawaan, dan kepemimpinan. Pemberian ini merupakan bentuk penghormatan atas posisi dan tanggungjawab. Keris membawa kebaikan, kesuksesan, dan kepemimpinan. Pada masa Semarang masih di bawah Kasunanan Surakarta, keris dan "surat dinas" melambangkan kekuasaan dan kesatuan, sekaligus pengingat dalam bekerja. Keris sudah mewakili "promosi" (kenaikan) jabatan sekaligus promosi wisata yang menjaga warisan budaya.

Yang terpenting bukan kedekatan Mbak Ita dan Gibran di balik pemberitaan. Yang terpenting, momen keris dan upacara bersama ini menunjukkan dua orang pemimpin yang saling berbagi dalam mengatasi masalah.

Dalam sejarah, Semarang menjadi kawasan koentji. Sejak masa Sultan Agung (1613-1645), Semarang menjadi pelabuhan penting bagi Kasultanan Mataram, yang difungsikan sebagai jalur perdagangan, akses maritim, dan benteng pertahanan melawan VOC. Semula pusat perdagangan maritim dari Jepara kemudian berpindah ke Semarang. Setelah tahun 1755, melalui Perjanjian Giyanti, Mataram terbagi menjadi 2 kerajaan: Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Semarang di bawah Kasunanan Surakarta. Keadaan Semarang lebih maju, menjadi gerbang utama perdagangan internasional, menghubungkan kerajaan dengan Belanda, Cina, dan negara-negara lain. Pada masa Perang Jawa (Perang Diponegoro), Semarang menjadi salah satu medan pertempuran melawan Belanda. Tidak mengherankan, posisi strategis Semarang menjadi pertemuan budaya yang beragam: Arab, China, Bugis, Kojan, masih bisa terlihat bersama di Semarang. Masjid Agung Semarang, atau Masjid Johar, dibangun di masa Sultan Agung (1613-1645) di atas bekas Pura Giri Kedaton. Tahun 1907, Lawang Sewu menjadi kantor NIS (Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij, Maskapai Sepur Hindia Belanda), memiliki arsitektur seni modern, memiliki "seribu pintu" menjadi simbol modernitas dan industri, dibangun di bawah Kasunanan Surakarta. Kota Lama Semarang, memiliki lebih banyak gedung komersial di masa kolonialisme, sekarang menjadi salah satu ikon bersejarah, bagaimana Semarang menjadi kota maju sejak dulu.

Wisata dan pembangunan ekonomi, serta pluralisme budaya, di Surakarta - Semarang, tidak pernah berhenti, sampai sekarang.

Itu sebabnya, keduanya sinkron ketika menjalin MoU dan (sampai sekarang) sama-sama memiliki komitmen pengembangan wisata, ekonomi, dan kemajuan bersama.

Sudah lama kita tidak mendengar kedekatan dua pemimpin yang tidak banyak diceritakan media. Kedekatan dalam bentuk satu visi dan realisasi kerja yang nyata, jauh lebih menyenangkan daripada mengaku dekat namun tidak ada "kesamaan". Saya senang melihat kedua pemimpin ini menjadi bukti sejarah kedekatan Kasunanan Surakarta di masa lalu dengan Kota Semarang. Djalan Pemoeda Semarang, 1 Juli 2024.()

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun