Generasi muda, terutama Gen Z, memahami kesehatan mental dan fisik mereka telah dipengaruhi oleh kemudahan mendapatkan informasi di era digital yang serba cepat. Self-diagnose, yaitu kecenderungan seseorang untuk mendiagnosis dirinya sendiri berdasarkan informasi yang mereka peroleh dari internet, media sosial, atau pengalaman orang lain, adalah salah satu fenomena yang berkembang pesat. Self-diagnose terlihat seperti upaya untuk mengenali diri sendiri, tetapi ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dengan cermat.
Gen Z jelas merupakan generasi yang paling akrab dengan teknologi. Mereka dapat mengakses informasi dari berbagai sumber dengan satu klik, seperti artikel medis, video pendidikan, dan pengalaman pribadi yang dibagikan di platform seperti Instagram dan TikTok atau media sosial lainnya. Fenomena ini telah meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental, yang sebelumnya sering menjadi topik tabu. Banyak Gen Z sekarang lebih sensitif terhadap gejala seperti kecemasan, depresi, atau kelelahan, yang merupakan langkah positif dalam memerangi stigma kesehatan mental.
Meskipun memiliki manfaat, self-diagnose juga memiliki bahaya yang signifikan jika dilakukan tanpa instruksi yang tepat. Informasi yang ditemukan di internet seringkali bersifat umum dan tidak dapat menggantikan analisis yang dilakukan oleh profesional medis. Sebagai contoh, gejala kecemasan ringan yang umum dapat disalahartikan sebagai gangguan kecemasan yang serius, yang dapat menyebabkan kekhawatiran yang berlebihan.
Dampak Negatif Self Diagnose
Bahaya terbesar dari self-diagnose adalah kemungkinan diagnosis yang salah. Tanpa pemahaman medis yang mendalam, seseorang dapat salah menafsirkan gejalanya. Sebagai contoh, normal untuk merasa sedih atau lelah sesekali, tetapi seseorang mungkin menganggap dirinya mengalami depresi klinis jika mereka membaca informasi yang salah. Hal ini dapat menyebabkan kecemasan yang tidak perlu dan menunda bantuan profesional yang tepat.
Selain itu, fenomena self-diagnose dapat menyebabkan efek self-fulfilling prophecy, yaitu ketika seseorang mulai bertindak atau merasa sesuai dengan diagnosis yang ia buat sendiri, meskipun diagnosis tersebut mungkin salah. Sebagai contoh, seseorang yang salah mendiagnosis dirinya dengan ADHD mungkin mulai berpikir bahwa mereka tidak bisa berkonsentrasi. Padahal, masalah tersebut mungkin hanya masalah sementara karena stres atau kurang tidur.
Pentingnya LiterasiÂ
Ada beberapa tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi efek negatif dari self-diagnose. Pertama, sangat penting untuk meningkatkan literasi digital Gen Z. Mereka harus belajar bahwa tidak semua informasi yang ditemukan di internet benar atau relevan dengan situasi mereka. Prioritaskan sumber terpercaya seperti jurnal medis atau situs resmi kesehatan.
Kedua, cara terbaik untuk mendapatkan diagnosis yang tepat adalah berkonsultasi dengan profesional seperti psikolog atau psikiater. Mencari bantuan profesional adalah pilihan yang bijak jika seseorang merasa ada masalah dengan kesehatan fisik atau mentalnya
So, bijaklah dalam mengambil informasi dan memilah mana yang benar dan mana yang salah. Jika mengambil yang salah akan berdampak besar pada kehidupan kita. Gen Z, mau sampai kapan begitu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H