Mohon tunggu...
Nur AzizahArifin
Nur AzizahArifin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa aktif Universitas Islam Negri Sunan Gunung Djati

1225020141

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mentari yang Hilang karena Rembulan

6 Januari 2024   16:10 Diperbarui: 6 Januari 2024   20:29 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Prolog:
Dalam coretan kenangan yang ditinggalkan oleh waktu, terhampar jejak-jejak suatu kehidupan yang dulu begitu indah. Seseorang, tergugah dari lamunan yang panjang, menatap kejauhan dengan mata penuh rindu. Jejak masa lalu itu membentuk bayangan di benaknya, menampilkan gambaran kehidupan yang dipenuhi dengan warna-warni kebahagiaan. Ada sinar matahari yang menyinari pelangi di hari-hari cerah, ketika kebahagiaan terasa seperti tangisan bayi yang membahagiakan. Terdengar suara tawa riang, seperti seruling kecil yang memainkan lagu keceriaan. Pada waktu senja, langit menjadi panggung untuk pertunjukan cahaya yang mempesona, dan seseorang itu, di sudut hatinya, merindukan kilauan indah yang pernah memeluknya. Dia sudah terlalu jauh dari rasa syukur, dia selalu mengeluh dengan kehidupan nya.
 
 
 
 
 
Peri Kecil
 
Di suatu kota yang penuh kehidupan, hiduplah Nola Valenti, seorang gadis yang terjebak dalam rutinitas kesepian. Pekerjaannya yang meminta keseriusan dan kesibukannya yang tidak kenal waktu membuatnya terisolasi dari dunia sosial. Pada suatu malam yang hening, Nola menyadari betapa kesepiannya dia dalam kehidupannya. Puing-puing kebahagiaan yang dulu bersemayam dalam dirinya kini terhempas jauh.
 
Selepas dari kantor Nola berjalan tak berenergi, rutinitas yang membosankan dan kehidupan nya yang terlalu monoton. Nola bertemu dengan sosok anak perempuan yang tengah duduk sendirian sambil meminum susu, dia mendekati anak itu dan mengajak nya berbincang. Anak perempuan itu tubuh nya yang lusuh dan mata nya yang sayu. Nola bertanya siapa namanya, umur berapa, dimana orang tua anak itu, dimana ia tinggal, mengapa dia sendirian. Sontak Nola terdiam karena jawaban si peri kecil, "Nama ku Selena kak, umurku 10 tahun, aku tidak tahu dimana orang tua ku, aku tinggal dengan kebahagiaan ku. Kakak mau bermain ke rumah ku?". Tiba-tiba mata peri kecil itu berbinar berharap Nola menerima tawaran nya, Nola memang penasaran dengan kehidupan anak manis itu, dia menerima tawaran nya. Selena menuntun Nola menuju rumah nya, dengan lompat-lompat kecil yang membuat nya senang karena ada tamu yang ingin berkunjung.
 
Setelah berjalan sekitar 10 menit akhirnya Nola sampai di rumah Selena, dia terdiam beberapa detik dan mengerti maksud dari "kebahagian" yang anak itu maksud. Gubuk kecil yang hampir roboh dan masih ada tiga anak kecil lain nya di dalam yang langsung berlari ke Selena seakan-akan kepulangan nya selalu di nantikan. Nola bertanya siapa mereka, dan dengan senyum manis Selena dia menjawab itu adik-adik nya.
 
Selena mengajak Nola masuk ke dalam rumah nya sambil meminta maaf tidak ada jamuan yang bisa dia berikan. Nola terduduk di karpet lusuh, sambil mendengarkan Selena bercerita tentang kehidupan nya.
 
Selena menceritakan, orang tua Selena pergi meninggalkan nya bersama adik-adiknya, keseharian nya pun dia mencari uang dengan berjualan donat yang di titipkan dari tetangga nya, sementara adik-adik nya hanya menunggu di rumah, tapi sesekali menemani nya berkeliling. Selena tidak pernah mengeluhkan itu, dia selalu tersenyum dan bahagia merasa bersyukur karena dia masih memiliki adik-adik nya yang membuat dia semangat.
Setelah berbincang cukup lama, Nola mengajak Selena dan adik-adik nya untuk berbelanja di supermarket terdekat, mereka begitu riang mendapat ajakan tersebut. Setelah berbelanja Nola mengantarkan Selena dan adik-adik nya pulang, begitupun Nola yang kembali pulang ke rumahnya.
 
Selama di jalan pulang Nola tersenyum merasa dirinya kembali menemukan kebahagian kecil nya, sederhana namun itu sangat membuat nya merasa puas dengan kehidupan nya. Tidak hanya itu, mulai seterusnya Nola tidak akan berhenti untuk berbagi dan akan terus berbagi kebahagiaan. Nola merindukan keluarga nya, dia jauh dari kota yang membuat nya bosan dengan kehidupan yang toxic. Akhir pekan Nola berjanji untuk pulang ke rumah nya, dia sangat merindukan senyuman dan pelukan hangat dari keluarga nya. Nola mulai berpikir ternyata bahagia itu sangat sederhana dan tidak perlu dengan dunia yang bergelimang harta, bahkan hanya dengan senyuman yang kita beri ternyata bisa membuat seseorang ikut bahagia.
 
 
 
 
 
Renjana
 
Akhir pekan tiba setelah seminggu dinanti Nola, pulang. Memberi dirinya kesempatan merasakan kembali aroma tanah basah dan senyum hangat di desa halaman nya. Nola tidak memberi tahu keluarga nya di rumah dia berpikir mungkin memberi kejutan akan kepulangan nya lebih seru.
 
Setelah perjalanan 6 jam, Nola tiba di kampung halaman nya, matahari tenggelam dengan lembut, membiaskan warna jingga di langit senja. Desa yang ramai terlihat begitu akrab dan memeluknya dengan keramahan yang dulu pernah dia kenal.
 
Sambil berjalan ke rumah nya, Nola melihat pohon besar yang biasa dia jadikan tempat untuk berteduh dan bercerita bersama sang kakek yang kini telah tiada, di hari itu memanglah sangat indah, senyuman kakek dan humor kecil yang membuat nya tertawa. Air mata Nola menetes, mencuci rindu yang selama ini tertumpuk di sudut hati nya.
 
Pulang ke rumah, membuat Nola menyadari arti penting nya keseimbangan dalam hidupnya. Sibuk bekerja memang membawa nya ke dunia yang luas, tetapi pulang ke rumah memberikan kehangatan yang tak tergantikan. Rumah itu adalah tempat di mana cerita-cerita  masa kecil masih hidup, dan kenangan penuh kebahagiaan menanti untuk dijelajahi.
 
Nola telah tiba di depan gerbang putih yang indah, yang selama ini dia rindukan. Senyum Nola tidak berhenti disana, dia membuka gerbang nya dan mengetuk pintu itu. Setelah beberapa detik keluarlah wanita paruh baya, badan nya yang masih kuat dan wajah nya yang bersinar menjawab salam terkejut karena kepulangan Nola yang mendadak tanpa mengabari. Nola yang tersenyum dan menangis langsung memeluk sang ibu yang sangat ia rindukan, pelukan nya yang membuat nya nyaman dan senyuman hangat nya yang membuat kebahagian pada diri nya kembali lagi.
 
Ibu langsung menyuruh Nola masuk dan menuju ruang makan karena disana ada ayah dan dua adik nya yang sedang makan malam. Sontak mereka terkejut akan kehadiran Nola yang tiba-tiba pulang tanpa mengabari. Nola langsung mencium tangan sang ayah dan ayah yang mencium kening Nola, dua adik perempuan nya yang langsung berlari dan memeluk Nola, kepulangan nya sangat di nantikan oleh keluarga Nola.
 
Dalam pelukan keluarganya, Maya merasa hangat dan aman. Setelah perjalanan yang panjang dan berbagai pengalaman yang dihadapinya di kota besar, kembali ke rumah adalah seperti menemukan oase di padang gurun.
 
Malam itu di meja makan, aroma masakan ibu menggugah selera. Mereka duduk bersama, berbagi cerita, dan tertawa seperti dulu. Keluarga adalah pangkalan yang kuat, tempat di mana setiap pelukan adalah obat untuk kelelahan dan setiap tawa adalah musik yang merdu. Setelah makan malam, mereka berkumpul di ruang tamu di depan perapian.
 
Sebuah piano tua di pojok ruangan menarik perhatian Nola. Dia menghampiri dan mulai memainkan melodi yang selalu mengalun di benaknya sejak kecil. Suara lembut piano memenuhi ruangan, menyatukan hati mereka dalam keindahan melodi.
 
Ketika malam semakin larut, keluarga berkumpul untuk sholat bersama. Mereka bersyukur atas kehadiran Nola yang kembali, bersyukur atas kasih sayang dan keberkahan yang selalu mengalir dalam hidup mereka. Nola melihat sekelilingnya, wajah-wajah yang dicintainya, dan hatinya terasa penuh kebahagiaan. Dia menyadari bahwa tak ada tempat seperti rumah, di mana setiap sudut menyimpan kisah dan setiap anggota keluarga adalah bagian dari cerita yang tak ternilai harganya. Dalam kedamaian malam, Nola memejamkan mata dengan rasa syukur yang mendalam. Pulang ke rumah adalah seperti kembali ke pangkuan cinta dan kehangatan. Meskipun dunia luar penuh dengan hiruk-pikuk, di rumahnya, dia merasa sepenuhnya diterima dan dicintai.
 
 
 
Merapah
 
Pagi kembali bersama sorot dari sang mentari, kini sudah waktunya Nola untuk kembali lagi ke kota, tempat ia bekerja. Nola merasa belum puas dan ingin lebih lama di kampung halaman nya bersama keluarga nya, tetapi pekerjaan nya tidak bisa di tinggalkan. Nola berpamitan untuk kembali lagi ke kota. Ibu hanya tersenyum ikhlas membiarkan Nola untuk pergi, dan ayah yang memberikan pesan-pesan kebaikan agar Nola tidak jauh dari agama, dan tetap menjaga pergaulan, dan pelukan terakhir untuk adik-adik nya sebelum meninggalkan kampung halaman nya.
 
Nola pulang menaiki bus, saat di bus Nola bersebelahan dengan wanita paruh baya, wajah nya yang sangat berseri-seri seakan-akan menyambut kebahagiaan. Nola memulai perbincangan dengan ibu tersebut, "Nama ibu siapa?. Ibu mau ke kota juga?" tanya Nola sambil tersenyum. "Nama ibu, Marisa. Iya neng, ibu mau jenguk anak ibu di kota, kasihan dia banyak kerjaan jadi ibu mau kasih kejutan dateng langsung ke kota." Jawab ibu Marisa dengan antusias.
 
Sejak anaknya pergi ke kota, Ibu Marisa selalu memikirkan putrinya setiap hari. Dia menyimpan foto anaknya di dompet nya sambil menunjukkan pada Nola dan berharap anaknya selalu dalam lindungan Allah. Selama perjalanan wajahnya kagum saat ia melihat gedung-gedung tinggi yang menjulang di langit kota. Rasa bangga melihat anaknya berhasil hidup di antara gemerlap kota ini muncul di dadanya.
 
Setelah perjalanan 6 jam, Nola dan ibu Marisa sampai di tujuan. Nola bertanya lagi tujuan akhir nya di kecamatan mana, "Ibu tempat tinggal anak ibu di kecamatan mana?", ibu membuka handphone nya untuk memastikan alamat, "di Cilandak neng". Nola tersentak kaget karena ternyata mereka bertujuan yang sama, "wah ibu kebetulan saya juga tinggal di Cilandak, kalau begitu ayo kita bareng saja. Ibu Cilandak nya dimana?", bu Marisa melihat handphone nya lagi, "di Pondok Labu neng", "yaudah ibu kita searah saya anterin dulu ya sampai ke tempat tinggal anak ibu. Boleh saya lihat ibu alamat nya, atau ibu kirim saja ke saya". Ibu Marisa memberikan alamat nya pada Nola. Nola dan ibu Marisa menaiki taxi yang menuju ke arah Pondok Labu.
Sesampai nya di Pondok Labu ibu Marisa dan Nola turun dari taxi. "Ibu saya antar ya sampai ke kosan anak ibu, sekalian saya bantu bawa barang-barang nya." Ucap Nola sambil mengeluarkan barang-barang nya dari bagasi taxi. "Ya ampun neng maafin ibu ya ngerepotin" Jawab ibu Marisa sambil membantu Nola mengeluarkan barang. Setelah taxi pergi, mereka langsung berjalan menuju kos putri ibu Marisa. "Ngomong-ngomong anak ibu siapa namanya?" tanya Nola. "Jihan neng, dia anak nya cantik banget neng, ibu selalu bangga sama Jihan neng" Jawab ibu Marisa sambil tersenyum bangga, "wah sepertinya anak ibu benar-benar orang hebat yaa.." Nola kagum dengan Jihan seperti yang dikatakan ibu Marisa.
Sampai di kosan Jihan tepat di depan gerbang putih, ibu Marisa menekan bel, ekspresi nya yang begitu senang dan tidak sabar untuk segera bertemu Jihan. Setelah menekan tombol dua kali, keluarlah penjaga kos. "Iya ibu ada yang bisa saya bantu? Ibu ingin mencari siapa?"
"Saya mencari putri saya, Jihan. Apa Jihan ada di kos?". Penjaga kos langsung mengernyitkan dahi, "Maaf ibu Jihan sudah dua minggu lalu pindah kos, dia nunggak bayar kos dua bulan". Ibu Marisa langsung terdiam dan seketika sekujur tubuh nya langsung lemas. Nola yang bingung, dan berusaha menenangkan ibu Marisa, "Ibu Nola boleh coba telpon Jihan nya dulu?", ibu Marisa dengan tatapan kosong memberikan nomor Jihan pada Nola. Nola langsung menelepon Jihan, beberapa kali tidak di angkat sampai pada panggilan yang kesembilan Jihan mengangkat telpon, "Halo iya ini dengan siapa ya?" suara dari seberang telpon yaitu Jihan, "Halo Jihan, aku Nola. Ibu kamu tunggu di kos kamu, sekarang kamu dimana?..." Belum selesai Nola bicara Jihan langsug mematikan telpon. Nola bingung sekaligus tidak tega dengan ibu Marisa, "Ibu sekarang ikut pulang dulu ya ke rumah aku, kita istirahat dulu besok kita hubungin lagi Jihan nya" bujuk Nola "Ibu mau tunggu disini saja neng, ibu mau cari Jihan." Ibu Marisa yang tetap tidak ingin ikut pulang dan tetap ingin menunggu putri nya kembali. "Iya ibu tapi sekarang kita istirahat dulu ya, besok kita cari sama-sama". Setelah di bujuk Nola akhirnya ibu Marisa mau untuk ikut pulang ke rumah Nola.
 
Keesokan harinya sesuai janji Nola untuk membantu ibu Marisa untuk mencari Jihan. Nola menhubungi nomor Jihan sekali lagi dan langsung di angkat Jihan, Nola berbincang dan membujuk Jihan untuk bertemu ibunya sebentar saja, setelah sekian lama akhirnya Jihan mau untuk bertemu ibunya mereka berjanji untuk bertemu di tempat tinggal nya sekarang jam 12:00 siang, Jihan memberi tahu pada Nola alamat tinnggal nya sekarang. Ibu Marisa yang mengetahui kabar tersebut senang tak terkira akhirnya dia bisa bertemu anaknya setelah lama tidak bertemu.
 
Siang hari jam 12:00 Nola mengantarkan ibu Marisa ke alamat tersebut sekaligus berangkat ke kantor. Sampai di tempat Nola terdiam sejenak mmelihat tempat tinggal Jihan yang benar-benar kecil sempit dan bau. Ibu Marisa langsung mencoba mengetuk pintu kayu tersebut "Assalamualaikum.. Anak, Jihan ini ibu sayang" Setelah beberapa menit Jihan keluar, ibu Marisa yang melihat anak nya langsung tersenyum bahagia, dan memeluk anaknya.
Saat pertemuan itu, Jihan berusaha menyembunyikan sisi gelapnya di balik tirai kepalsuan. Namun, mata seorang ibu tak mudah tertipu.
Dalam keheningan malam, ibu dan Jihan duduk berdua di ruang tamu kecil. Ibu memandang tajam, dan dengan lembutnya bertanya tentang kehidupan Jihan di kota. Terbata-bata, Jihan mencoba menutupi kenyataan pahit yang menyertainya.
 
Namun, mata ibu yang penuh kasih tetap terus menatap, seolah membongkar setiap lapisan rahasia. Akhirnya, Jihan tak kuasa lagi dan mulai mengakui segala perbuatannya. Ibu, dengan kepala tertunduk, mencoba memahami anaknya. Bukan kemarahan yang keluar dari bibir ibu, melainkan kekecewaan yang mendalam. Ibu mengajak Jihan pulang ke desa, mengembalikannya pada akar dan nilai-nilai yang sesungguhnya. Di pelukan ibu, Jihan menyadari bahwa meski terjatuh dalam kegelapan, selalu ada peluang untuk bangkit kembali ke cahaya.
 
Begitulah, kisah Jihan menjadi sebuah perjalanan pulang, menuju cahaya yang dulu pernah dipandang oleh matanya yang bersinar. Ibu, dengan sabar, menuntun putrinya melewati lorong-lorong kota yang sempit menuju jalan yang lebih baik.
 
Harsa
 
Sore itu kondisi kota tidak terlalu ramai seperti biasanya, Nola pulang dari kantor dalam perjalanan nya bertemu dengan seorang kakek tua yang sedang berjualan kerupuk keliling, merasa kasihan Nola menghampiri sang kakek untuk membeli kerupuk tersebut.
 
"Kek aku mau beli kerupuk nya lima ya.." Ucap Nola sambil mengeluakan uang dari tas nya. Kakek memberikan kerupuk tersebut dan Nola membayar seratus ribu, namun saat kakek ingin memberikan kembalian Nola menolaknya dan memberikan kembalian tersebut untuk kakek.
"Makasih ya neng" ucap kakek dengan mata yang sendu.
"Iya kek sama-sama. Ngomong-ngomong nama kakek siapa? Anak kakek kemana kenapa kakek jualan?" Jawab Nola sambil mengajak kakek berbincang. "Nama kakek  Agung neng, kakek sudah 20 tahun hidup sendiri. Istri dan anak perempuan kakek meninggal 20 tahun lalu karena tabrak lari" Nola terdiam mendengar kisah pilu kakek Agung.
 
 
Tidak sampai disitu kakek Agung bercerita lagi. Kehidupannya penuh dengan kenangan yang terkubur dalam kesendiriannya. Dua puluh tahun telah berlalu sejak anak dan istri tercinta pergi dalam kecelakaan tragis. Kakek Agung menjalani hari-harinya dengan berjualan kerupuk keliling, menyusuri setiap jalan di desa sambil membawa keranjang yang berisi kenang-kenangan yang tak terlupakan.
 
Tiap pagi, sebelum matahari terbit, kakek Agung sudah bersiap dengan keranjang bambunya yang berisi kerupuk yang ia goreng sendiri. Raut wajahnya yang penuh keriput menyimpan cerita pilu dan kegigihan. Rumah yang dulu penuh tawa dan keceriaan, kini hanya dihiasi oleh bisikan angin dan suara langkah kakinya yang berat.
 
Kakek Agung tak hanya menjual kerupuk untuk mencari nafkah, tetapi juga sebagai alat untuk bertemu wajah-wajah baru. Setiap kali berhenti di sebuah gang, ia menceritakan cerita tentang anak dan istri yang dicintainya sepenuh hati. Kerupuk yang dijualnya pun tak hanya lezat di lidah, tetapi juga penuh dengan rasa kasih sayang yang tercipta dari tangan-tangan yang pernah merajut kebahagiaan bersama keluarganya.
 
Meski kenangan tak pernah pudar, kehadiran orang-orang baik di sekitar membawa angin segar bagi kakek Agung. Dalam setiap kerupuk yang dijual, tersemat kisah kehidupan yang melibatkan kehilangan, kesabaran, dan akhirnya, kebahagiaan yang ditemukan kembali.
 
Nola sadar masih banyak orang yang lebih menderita kisah hidup nya tapi selalu bersyukur, kakek Agung yang hidup nya lebih banyak cobaan nya tetapi tidak seberisik Nola yang dikit-dikit selalu mengeluh.
 
Jadi, mari bersyukur atas setiap perjalanan hidup kita, karena di dalamnya terdapat kekayaan tak terlihat yang membentuk kita menjadi pribadi yang unik dan berharga. Setiap hari adalah kesempatan untuk bersyukur, dan dengan bersyukur, kita membuka pintu menuju kebahagiaan yang tak terbatas.
 
Dari cerita kakek Agung, syukuri keluarga yang masih bersama mu, jangan kecewakan mereka, jaga mereka. Kita tidak pernah tahu kapan ajal menjemput, tidak pernah tahu kebahagiaan kita bagaimana kedepan nya. Selagi memiliki waktu manfaatkan itu.
 
Pulang
 
Pada akhirnya Nola menyadari segala hal masalah tentang dirinya bukanlah masalah yang besar, pasti disetiap permasalahan selalu ada solusi. Dari pengalamannya bertemu dengan orang-orang hebat Nola paham dengan makna kehidupan.
 
Perjalanan singkat itu membawa Nola pada refleksi yang mendalam. Di tengah kesibukannya, dia menyadari bahwa kehidupannya telah terasa hambar. Kelelahan dan kebingungan yang selama ini menghantuinya terasa seperti kabut yang perlahan-lahan mulai terbongkar.
 
Saat Nola kembali pada kehidupannya saat ini, dia membawa pulang lebih dari kenangan. Ia membawa pulang rasa syukur, kebahagiaan sederhana, dan tekad untuk menjadikan hidupnya lebih berarti. Di antara kenyamanan dan kemewahan, Nola menemukan kehidupan yang sejati, yang bukan hanya tentang memiliki banyak, tetapi tentang berbagi dan memberi.
 
Dalam perjalanannya, Nola mengerti bahwa kehidupan yang baik bukan hanya tentang seberapa besar harta yang dimiliki, melainkan seberapa besar kita dapat berkontribusi pada kehidupan orang lain dan merasakan kebahagiaan dalam kesederhanaan. Mungkin, setelah menyentuh hati mereka yang lebih sederhana, Nola baru benar-benar merindukan kehidupan baik yang sesungguhnya.
 
Pada kehidupan nya Nola sekarang menyadari, Nola merasa bahagia karena telah memberikan yang terbaik bagi sesama. Ia menyadari bahwa kehidupan yang penuh berkah adalah ketika kita bisa berbagi, memberikan arti pada hidup orang lain, dan menjadikan dunia ini tempat yang lebih baik. Dalam setiap senyum dan ucapan terima kasih orang-orang sekitar, Nola merasakan kehadiran Tuhan yang memberkati setiap langkahnya.
 
Dari semua kerinduan Nola hanya ingiin pulang pada kehidupan nya yang terbaik, selalu berguna untuk sesama. Nola tidak ingin lagi mengulang masa kelam nya yang begitu jahat untuk masa depan Nola.
 
Dengan segala rasa syukur Nola paham hidup memang tidak mudah, tetapi jalani dengan ikhlas dan semua akan menjadi lebih ringan. Nola tidak akan pernah lelah untuk terus berbagi dan selalu menjadi orang baik yang berguna bagi sesama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun