Tahukah kalian? Di masa sekarang gawai dan internet sudah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat indonesia. Bagaimana tidak, hari ini semua kegiatan dilakukan via online, apalagi waktu. Tidak hanya aktivitas orang dewasa, bahkan anak kecil hingga usia dini pun sudah mulai menggunakan gawai di kesehariannya. Jika anak zaman dulu bermain kelereng, petak umpet, atau mungkin lompat tali untuk mengisi waktu luang, anak zaman sekarang sudah beda lagi.Â
Ya, semua permainan itu sudah tergantikan dengan yang namanya game online. Sebagian orang tua mungkin lebih suka saat anaknya main game daripada bermain keluar rumah, namun mereka tidak sadar bahwa game ini memberikan efek yang begitu mengerikan bagi anak mereka.
Salah satu efek tersebut adalah membuat anak memiliki jiwa-jiwa pembunuh atau psikopat.Â
Bagaimana bisa? itu kan hanya game online biasa?
Eits bagaimana bisa disebut biasa? Mari kita lihat. Kita ambil salah satu contoh game online, PUBG misalnya.
Psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta menuturkan, game online The PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG) memiliki dampak negatif bagi kesehatan dan  kejiwaan. Menurutnya, PUBG mengandung unsur kekerasan yang sangat tinggi. Ini karena dalam game tersebut pemain dituntut untuk menghabisi lawan sebanyak-banyaknya. Meskipun game ini melatih anak untuk menyusun strategi dan bekerjasama dengan pemain lain, tetap saja tujuan utamanya hanya satu, yakni menghabisi sebanyak mungkin lawan agar menang. Jika anak terus menerus melakukan hal tersebut, maka sangat mungkin game tersebut akan terbawa ke dalam tingkah lakunya dan pola pikirnya. Membunuh dan membunuh. Tidak suka sedikit langsung bunuh, tidak cocok sedikit langsung habisi saja.
Selain itu, anak-anak atau remaja emosinya masih sangat labil. Stimulus kekerasan yang terus menerus akan sangat mempengaruhi mereka di kehidupan nyata. Apalagi mereka masih kesulitan memberi batas antara realitas dan permainan, sehingga game pun membuat anak seringkali menyamakan perilaku antara di games dan di realita. Terlepas dari itu, WHO sendiri sudah menetapkan kecanduan game sebagai salah satu gangguan mental yang dapat membuat anak menjadi lebih pemarah.
Melihat dampaknya yang begitu mengerikan, orang tua seharusnya lebih awas akan penggunaan gawai anak - anak mereka. Sah-sah saja bermain gawai, asalkan memang benar-benar untuk urusan yang penting dan tidak ada media atau alat lain yang bisa menggantikannya. Jika hanya sekedar untuk bermain, orang tua bisa meluangkan waktu untuk anaknya dengan bermain bersama atau melakukan kegiatan lain yang lebih bermanfaat agar gawai tidak menjadi satu-satunya tempat pelarian anak di saat waktu luang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H