9 Terpidana mati Narkoba akhirnya pun sudah di eksekusi, tepat pukul 00.00 WWIB 29 April 2015, namun hanya 8 yang ditunda eksekusi yaitu Mary Jane dari Filipina menunggu hasil banding karena team pengacara mempunyai novum (bukti baru). Dalam hiruk pikuknya penolakan Negara-negara Terpidana mati ada salah satu terpidana mati dari Indonesia sendiri yaitu Zainal Abidin, achh tapi sayangnya kenapa aku jarang mendengar Nama Zainal Abidin di sebut-sebut media di Indonesia ya?, Apakah mungkin memang Zainal Abidin bukan isu seksi bagi negeri ini, dan lebih suka memberitakan Duo Nine Bali dan Mary Jane sang Terpidana mati yang dibela-bela oleh buruh migran karena di anggap tak bersalah karena korban Tracfing dan lebih di tonjolkan dia seseorang yang miskin, mempunyai 2 anak dan mantan buruh migran dari Dubai. Para pembela “HAM” kenapakah Kalian lebih menonjolkan sisi “KEIBAAN” agar kami “MENGASIHI” Mary Jane?, aku pinta sebagai penonton berita tolonglah kalian lebih memunculkan fakta lain Mary Jane sebagai korban, bukan menonjolkan sisi sentimentil, ataukan kalian memang ingin memunculkan hal sentimental ini karena ini lebih mengena masyarkat Indonesia? meniru berita Infotaiment?, achh jika memang demikian kalian Pembela “HAM” tidak membuat kami berpikir kritis, kalian malah makin membuat kami tidak bisa “MOVE ON”.
Kembali soal tentang Zainal Abidin, Terpidana mati dari Indonesia kenapa tidak ada yang mengasihi?, justru masyarakat Indonesia memberikan simpati ke Terpidana Mati Dou Bali Nine?, mungkikah Duo Nine Bali lebih seksi, lebih tampan dibandingkan Zainal Abidin? Adakah yang bisa jelaskan ke saya tentang fenomena ini ke saya? atau memang jangan-jangan kita lebih mudah memberikan simpati ke pihak negara lain dibandingkan saudara neger sendiri? entahlah.., saya masih meraba-raba fenomena ini.
Bagi saya, pengedar bahkan bandar Narkoba sangat pantas di hukum mati di negeri ini. Ketika para keluarga terpidana mati, pembela HAM di penjuru dunia yang menolak hukuman mati di anggap tidak berperikemanusian, dan hukuman mati tidak akan menyelesaikan masalah pengedaran Narkoba, dan terpidana mati mempunyai keluarga yang sangat menyanyangi, menunggu kembali berkumpul dengan keluarga mereka, baiklah alasan kalian memang sangat masuk akal dan sangat berperikemanusian. Bukahkan dalam agama, tatanan sosial kita memang dianjurkan memaafkan orang-orang yang berbuat salah apalagi jika mereka bertobat/memperbaikin perilaku mereka. Tuhan saja Maha Pemaaf, apalagi kita sebagai manusia yang diciptakan tidak mau memaafkan kesalahan mereka sih?
Baiklah, itu pendapat kalian tapi bukan bearti saya setuju. Pengampunan dari hukuman mati untuk pengedar gembong Narkoba bisa dilakukan. Jika kita melihat sisi HAM, sisi kemanusian maka tolong tanyakan perasaan para keluarga korban, bagaimana salah satu atau beberapa keluarga mereka menjadi korban narkoba yang mereka edarkan, di tinggal selamanya dengan cara mengenaskan, mereka secara langsung mengambil harta keluarga, dan perlahan-lahan mengambil nyawa, nyawa pengguna meregang karena overdosis dan walaupun para korban tidak meninggal akan mempengerahui mental mantan pengguna, syarat terganggu, dan mental keluarga terganggu karena harus bersabar melakukan rehabilitasi, itupun jika keluarga korban mampu. Achh bagaimana banyak kerugian yang diakibatkan dari Narkoba ini, yang pastinya lebih banyak hal buruk daripada hal baik.
Melakukan hukuman seumur hidup, tidak perlu di eksekuti mati dengan alasan kemanusian dan bukan solusi pemberatasan pengedaran narkoba? baiklah mungkin itu bener, tapi kita hidup di Indonesia dimana penjara, lembaga pemasyarakan (LP) di Indonesia ini sudah dikenal dengan jargon “PENJARA ADALAH NEGARRA DI DALAM NEGARA” yang artinya para pengawas LP mempunyai kekuasaan yang sangat sulit di control dan mereka mempunyai hukum tidak tertulis, hukum di LP adalah UANG dan korupsi merajalela.
Tentu tahu sang bandar Narkoba “FREDDY BUDIMAN” bukan?, bagaimana dia bisa mengendalikan bisnis narkoba walaupun ditahan di Nusa Kambangan dan dan mempunyai “BILIK ASMARA” pimpinan di salah satu LP yang sangat terkenal di negeri ini. Sangat mencegangkan adalah aset harta dia selama mengendalikan bisnis “Barang Kenikmatan Dunia” ini sebesar 70M (http://www.tempo.co/read/news/2015/04/28/063661482/Freddy-Budiman-Tumpuk-Aset-Narkoba-Rp-70-Miliar), sangat hebat bagi Freddy Budiman, dan normal jika salah satu pimpinan LP yang ruangannya di pakai untuk bilik asmara tahluk dengan Sang Raja Narkotika.
Jika saya memilih, maka dengan kondisi darurat negeri ini di landa narkotika, maka lebihh baik bandar dan pengedar dihukum mati dengan mempertimbangkan situasi negeri ini masih terlilit korupsi yang sudah mendarah daging. Hukum mati adalah hukum positif untuk melindungi rakyat, kaum penerus bangsa. Jika PPB intervensi hukuma mati ini karean desakan Negara maju, Australia, Brazil dan Perancis mengancam kerja sama dengan negeri ini, mungkin dikarenakan selama ini negeri ini terlalu lunak bagi Negara lain, terlalu mudah dilecehkan dan mudah terbuai dengan sembutan Negara berkembang, Macan Asia yang sedang tidur, sehingga harga diri negera ini mudah di injak-injak dan berkompromi yang akhirnya merugikan rakyat sendiri demi Sang Kepala Negara mendapat kehormatan dan mendapat sebutan “Pembela HAM”, tapi kemanakah PBB ketika TKW Indonesia di hukum mati secara diam-diam oleh pemerintah Arab Saudi, apakah PBB juga protes dengan hukuma mati di Amerika, China, Malyasia dan Thailand?, achh saya belum pernah mendengar berita PBB ikuti intervensi tentang ukuma mati di negera-negara tersebut.
Ada sebuah kebanggan bagiku presiden sekarang dengan tegas meneruskan eksekusi mati bagi terpidana mati kasus Narkoba, dan wahai Pemimpin negeri ini, Lanjutkan langkahmu untuk memberantas peredaran Narkoba yang sudang “MERAH” ini, semua keputusan pasti akan PRO- KONTRA bagi rakyatmu dan Negara-negara lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H