Saya tidak tahu siapa yang mesti bertanggung jawab terhadap perilaku kenakalan remaja (anak-anak). Tentunya banyak orang tua tidak mau disalahkan, apabila anak-anaknya ternyata berperilaku tidak baik menurut norma atau standard yang berlaku. Banyak orang tua menganggap kalau mereka sudah memberikan perhatian dengan memberinya uang saku, membelikan mainan dan gadget atau sekarang dengan mengikutkan anak-anaknya ikut les, kelas tambahan, mengikutkan di TPA yang diadakan oleh mesjid di sekitar rumahnya atau menyekolahkan anak mereka di sekolah agama. Jadi wajarlah kalau mereka (orang tua) menolak jika disebut tidak memperhatikan anak-anaknya.
Begitu juga sekolah, saya yakin akan menolak untuk disalahkan apabila anak didiknya berbuat yang tidak baik setelah mereka pulang sekolah (di luar jam belajar).  Di pihak sekolah, selama anak didiknya tidak mencontek atau nakal di sekolah, maupun tidak berkelai sesama temannya, maka tenang dan amanlah pihak sekolah. Sedangkan mengenai perilaku di luar jam sekolah, itu bukan menjadi tanggung jawabnya.
Saya sungguh tidak tahu apakah sekolah juga mengajarkan kepada anak didiknya bagaimana berbudi pekerti (berakhlak) yang baik terhadap siapa saja, termasuk berperilaku dengan tetangga atau lingkungan di luar jam sekolahnya. Karena saya tahu porsi keberadaan anak-anak di sekolah relatif singkat, dibanding keseharian mereka setelah selesai sekolah. Jadi sisanya anak-anak akan berada di rumah dan lingkungannya, termasuk bergaul dengan teman-temannya.Â
Itulah sebabnya banyak orang tua lebih menyalahkan kenakalan anak-anak (remaja) berasal dari lingkungan, tempat anak-anak bergaul dan berkawan, dibanding dengan kesalahan dari pola didik orang tua. Dengan begitu, para orang tua dianggap bersih dan lepas dari kesalahan, karena telah memberikan uang saku, menyekolahkannya, membelikan mainan maupun gadget yang keren.
Hal ini karena lingkungan tidak bertuan, maka dengan mudahlah disalahkan atau dikambinghitamkan. Saya pikir, inilah yang menjadi penyakit masyarakat, mengkambinghitamkan orang lain sebagai penyebab kenakalan anak-anak (remaja) yaitu hasil dari pergaulan dengan teman pergaulannya? Padahal kenyataannya porsi anak-anak (remaja) terbesar adalah lebih banyak berada di rumah dari jatah 24 jam setiap harinya.
Itulah sebabnya kenapa masih ada anak-anak (remaja) yang berperilaku baik? Tentu karena didikan orang tua, walaupun ada juga yang hasilnya kurang dan tidak baik. Jadi siapakah sebenarnya yang mesti bertanggung-jawab terhadap kenakalan anak-anak dan remaja ini?
*****
Inilah yang mau saya angkat dari kejadian yang baru saja menimpa kami, yaitu segerombolan anak-anak remaja melempari jendela rumah kami dua kali dengan batu yang besar sekali. Saya sendiri tidak tahu kenapa mereka melakukan itu pada hari Kamis dan Jum’at yang lalu. Waktu persisnya sehabis shalat Shubuh setelah jam 5:00 pagi. Kebetulan anak saya sudah sampai di rumah duluan.
Seperti biasanya dia langsung duduk di depan computer. Begitu juga saya, sehabis shalat saya duduk di depan computer sambil mendengarkan ceramah Shubuh di mesjid, karena saya shalatnya di rumah.          Â
Maka kami pun sedang terjaga dan tidak tidur. Dengan pelemparan batu itu, tentunya kami sangat terganggu . Apalagi anak saya seumur hidup tidak pernah  menerima terror seperti ini.
Celakanya yang melakukan adalah anak-anak setingkat SMP dengan mengerahkan anak-anak kecil, yang berjumlah sekitar 7 - 10 orang. Karena kejadian itu masih gelap, maka saya tidak bisa melihat dengan jelas siapa-siapa dari mereka. Tapi dari suaranya saya memang hafal beberapa diantara mereka, karena mereka sering main games di rumah saya. Cuma kenapa anak-anak kecil mau dibujuknya, saya sendiri tidak tahu. Bahkan ada beberapa anak yang bersekolah dengan berafiliasi agama.