Mohon tunggu...
Rokhmah Nurhayati Suryaningsih
Rokhmah Nurhayati Suryaningsih Mohon Tunggu... Administrasi - Keep learning and never give up

pembelajar sejati

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dilema Self Publishing: Menerbitkan Buku Itu Mudah, yang Sulit Justru Memasarkannya

21 Agustus 2014   15:51 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:58 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1408585515436940437

[caption id="attachment_339039" align="aligncenter" width="554" caption="Self Publishing (doc: baltyra.com)"][/caption]

Saya tergelitik pada tulisan Pak Thamrin Sonata tentang Memasarkan Buku di Era Medsos. Bagi sebagian orang mungkin gampang untuk menjual bukunya, karena punya networking yang bagus, baik dari tempat kerja, teman-teman dulu di sekolah, dibagikan kepada saudara atau teman-teman dekatnya, maupun dengan menggunakan jejaring teman-teman anaknya di sekolah.

Sayangnya bagi saya tidak semudah itu. Sebagai seorang yang pernah belajar ekonomi, tentu pemikirannya adalah bagaimana bisa mendapatkan uang, lebih dari yang dikeluarkan. Kalau tidak yaa sekedar impaslah, biar perputaran uang itu tidak mandeg sehingga aliran tetap lancar. Dari itulah saya mulai berpikir, siapa sih yang akan membaca dan atau membeli buku saya? Sementara saya bukan orang terkenal? Hahahah …. menggunakan istilah dari Pak Thamrin Dahlan.

Itu yang saya pikirkan. Kalau hanya sekedar menerbitkan buku, asalkan kita kenal dengan penerbit saya yakin akan mudah.  Apalagi untuk penerbitan Indie, yaitu menerbitkan buku dengan dibiayai sendiri.  Tinggal kita membuat deal dan kerjasama bagaimana baiknya. Akhirnya tinggal menunggu naik cetak. Tentunya selama proses berlangsung kita bisa saling mengisi untuk mewujudkan buku yang terbaik.

Saya sendiri sudah menginginkan untuk menerbitkan buku sejak 1 tahun yang lalu dengan mengikuti jejak Pak Kombes Thamrin Dahlan. Tadinya saya berharap untuk menerbitkan buku sekedarnya saja barang sekitar 20 - 30 buku sebagai percobaan. Saya ingin melihat animo masyarakat dan tanggapan bagaimana tentang buku itu. Baru kemudian menerbitkan lagi yang lebih banyak, setelah mengetahui respon atau reaksi masyarakat. Karena bagi saya mempromosikan 20 – 30 buku itu jauh lebih mudah dibanding saya sudah menerbitkan 500 – 1000 buku atau lebih.

Ternyata setelah diskusi dengan Pak TS, biaya untuk menerbitkan buku dalam jumlah sedikit, biayanya lebih mahal daripada menerbitkan dalam jumlah besar. Bagi saya itu masuk akal dan memang seharusnya begitu, karena buku bisa dicetak secara massal alias dalam jumlah yang besar sekaligus selama ada Masternya. Tinggal melipatgandakan saja berapa buku yang mau diterbitkan.

Dus biaya-biaya pokoknya akan sama untuk menerbitkan dalam jumlah sedikit dengan jumlah yang besar. Namun biaya per bukunya yang akan membedakannya. Karena kalau kita menerbitkan dalam jumlah yang besar, otomatis angka pembagi dibawahnya juga dalam jumlah yang besar. Maka hasil pembagian itu akan semakin kecil untuk setiap bukunya. Sedangkan biaya - biaya variable sangat bergantung pada besar dan kecilnya buku yang akan diterbitkan. Dengan demikian cost of productions untuk per unit nya akan turun drastik kalau kita menerbitkan dalam jumlah yang besar.

Yang menjadi masalah kalau menerbitkan buku dalam jumlah yang besar, terus yang mau beli/baca itu siapa? Lagian setelah mengetahui dan sadar, siapa saya? menjadi lebih pesimis akan keberhasilan dalam menjual buku dalam jumlah yang besar. Mau dikemanakan sisa buku-buku itu?. Bayangkan 500 - 1000 buku itu banyak lho. Belum lagi koleksi buku-buku yang ada di rumah, membuat rumah tidak ubahnya seperti gudang.

Apalagi yang hidupnya sangat mobile dan nomaden, sebentar-sebentar mau pindah seperti saya?. Ups! berapa kali truk harus mondar-mondir untuk mengangkut buku-buku dan barang-barang saya? Sekarang saja saya sudah kerepotan untuk mengurus barang-barang yang sudah ada. Walaupun mungkin bagi orang lain, tidak ubahnya seperti Junk. Namun karena masih memberikan kemanfaatan, makanya saya masih menyimpannya. Mungkin nanti kalau sudah tidak memberikan manfaat lagi, saya akan membuangnya.

Bagaimana menurut Anda?  Sekedar curhat kenapa saya perlu waktu untuk menerbitkan buku. Bagi saya menerbitkan buku itu mudah, tapi saya memang kesulitan untuk memasarkannya. Saya tidak ingin melihat buku saya berserakan di rumah atau rusak karena menjamur tanpa bisa dimanfaatkan. Alasan kah????, hehehhehe. Itulah dilema Self Publishing bagi saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun