[caption id="attachment_370806" align="aligncenter" width="524" caption="Ilustrasi Kiat Menulis (doc: myopera.com)"][/caption]
Dalam beberapa minggu yang lalu, saya sempat absen menulis di Kompasiana (K), karena kesibukan yang menyita. Biasalah ada pekerjaan lain yang lebih penting dan perlu diutamakan. Makanya saya sedikit menunda latihan menulisnya. Anggaplah saya sedang memraktekkan skala prioritas. Toh Kompasiana masih tetap ada, biarpun saya jarang menulis.
Betul nggak? So, saya tidak perlu khawatir, karena K akan tetap ada. Walaupun saya sering absen dalam menulis. Yup, absen dalam menulis, bukan absen dalam membaca saja kok. Buktinya, saya kadang memberikan komentar di beberapa tulisan Kompasianer yang beruntung saya kunjungi.
Makanya tulisan ini sekedar intermezo saja, untuk sekedar lapor diri kalau saya masih ada dan sudah mulai menulis lagi. Walau sebenarnya sudah beberapa tulisan saya muncul sebelumnya. Memang belum bisa rutin tiap hari, tapi sudah aktif lah paling tidak.
Hallaah kayak mau jadi penulis perlu latihan terus. Bukankah apa saja bisa ditulis dan dijadikan topik, tinggal tulis saja sebisa dan semaunya. Inilah pertarungan sisi bathin saya yang lainnya, heheheh. Kalau sudah demikian, ilustrasi diatas benar-benar mengena buat saya. When there's nothing left to burn, you have to set yourself on fire. Yeah, pertarungan bathin antara terus berlatih menulis atau berhenti dan bermalas-malasan.
Bukankah menulis itu suatu ketrampilan yang harus terus dilatih, agar menjadi terbiasa dan lancar. Kalau jarang menulis, bagaimana mau bisa menulis dengan lancar. Pasti sedikit kesulitan dalam merangkai kata-katanya atau butuh waktu lebih lama untuk menghasilkan satu tulisan, dibanding mereka yang sudah biasa menulis.
Akhirnya kegiatan menulisnya perlu diperbaharuhi atau bahkan perlu niatan yang baru untuk memulainya. Kalau terus menerus begitu caranya, kapan bisa sampai tujuan. Sebentar sebentar berhenti, nanti ngetem lagi. Yaa jelas akan lama sampai tujuannya. Lain dengan mereka yang terus menulis setiap ada kesempatan, pasti akan lebih cepat sampai karena sudah terlatih. Alah bisa karena biasa. Dan ini tidak ada bedanya dengan practice makes perfect. Itulah kuncinya.
Jadi ingat Thomas Alfa Edison, dia membutuhkan percobaan sampai 1001 kali, baru bisa memberi hasil sesuai dengan apa yang dia inginkan. Bukan berarti yang 1000 kali usahanya itu sia-sia, tapi percobaan yang 1000 kali itu memberikan hasil yang berbeda. Jadi intinya adalah ya memang harus terus berlatih. Dengan kata lain seberapa kuatnya kita bertahan dalam proses untuk bisa sampai tujuan. Tentunya tanpa ada rasa pernah berhenti, karena kalau kita berhenti, jelas tidak akan sampai tujuan donk.
Makanya janganlah pernah berhenti belajar. Ibarat sebuah pisau, semakin sering dipakai, akan semakin tajam. Begitu juga dengan kegiatan menulis. Walaupun belum jaminan akan menghasilkan suatu masterpiece. Tapi paling tidak akan memudahkan dan melancarkan ide-idenya mengalir dan tidak mandeg di tengah jalan. Ini untungnya dengan terus latihan menulis.
Bagaimana menurut Anda? Masih rajin menulis? Jangan ikuti saya yaa, yang suka angot-angotan atau menulis asal-asalan karena nanti menambah panjangannya barisan K'ers yang absen dalam menulisnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H