[caption id="attachment_372618" align="aligncenter" width="361" caption="Ilustrasi Quality vs Quantity (doc: arwinsoelaksono.blogspot.com)"][/caption]
Hingga sekarang masih banyak orang yang mempertentangkan mana yang lebih baik antara Kuantitas dan Kualitas. Saya dulu juga begitu, selalu memilih Kualitas. Namun dengan perjalanan waktu, akhirnya saya perlu mengevaluasi apa yang selama ini saya bela-belain atau ributkan. Boleh saja orang memilih Kualitas jauh melebihi Kuantitas. Karena hal ini akan mempengaruhi harga jual dan banyak dilirik orang kalau itu menyangkut barang (produk) atau jasa. Akhirnya dipilihlah kualitas, karena lebih unggul dan baik dari kuantitas.
Sayangnya untuk bisa mencapai kualitas, seseorang harus memulainya dengan kuantitas lebih dahulu. Tidak ada orang yang bisa mencapai kualitas yang bagus, tanpa ada usaha awal yang ditunjukkan oleh Kuantitas. Jadi sebenarnya antara keduanya sangat erat hubungannya. Tidaklah mungkin seseorang bisa mencapai kualitas, tanpa didahului dengan kuantitas. Justru dengan kuantitas yang memadai, akhirnya seseorang bisa mencapai kualitas.
Hal ini sudah banyak dibuktikan dalam berbagai penelitian, percobaan, dan bahkan perilaku seseorang. Sebagai contoh, seorang bayi untuk bisa lari cepat dan menjadi juara, dia harus memulainya dengan merangkak, kemudian berjalan tertatih-tatih, terus bisa jalan dengan lancar dan akhirnya dengan banyak latihan seorang bayi yang dulunya baru bisa merangkak, dengan sering dan banyaknya latihan. Akhirnya dia bisa menjadi seorang atlet (pelari).
Begitu juga Thomas Alfa Edison pun mengalami juga. Sebelum dia menemukan listrik seperti yang sekarang kita lihat. Dia sendiri melakukan 999 kali percobaan, dan baru yang ke - 1.000-kalinya berhasil. Apakah kita hanya melihat yang ke -1.000-nya saja, tanpa melihat usaha dia yang berkali-kali itu? Edison sendiri tidak menyebutnya dengan kegagalan, tapi dia merasa bahwa setiap percobaan yang dia lakukan memberikan hasil yang berbeda. Tentu saja berbeda karena perlakukan dalam percobaan itu juga beda.
Namun dari semua yang dia lakukan memberikan pelajaran pada kita bahwa untuk mencapai suatu tingkat yang namanya kualitas, tidak bisa lepas dari kuantitas. Begitu juga dalam dunia usaha, banyak orang yang mengalami sukses seperti yang kita lihat sekarang. Semua itu tidak bisa lepas dari berapa kali mereka (harus) mengalami jatuh-bangun dan masih tetap juga bertahan. Akhirnya kesuksesan itu bisa mereka peroleh.
Jadi kalau ada seseorang yang mau cepat sukses, kaya atau kualitas yang bagus, tanpa melalui proses jungkir-balik, jatuh-bangun maupun berusaha terus untuk tetap bangkit dan menghasilkan, maka proses itu boleh dikatakan tidak wajar. Oleh karena itu, janganlah kita terlalu berharap untuk bisa menghasilkan kualitas, kaya dan berhasil tanpa adanya kerja keras yang diwujudkan dengan kuantitas dalam berusaha yang terus berulang-ulang?
Dari situlah saya menyadari bahwa untuk mencapai suatu puncak yang disebut Kualitas, master piece ataupun kesuksesan, tidak bisa lepas dari Kuantitas, berapa kali kita mampu bertahan untuk tetap berusaha dan bangkit dari jatuh dan bangun lagi? Jadi kuantitas itu sebagai awal atau modal kita untuk tetap berusaha (proses), baru kemudian kesuksesan atau keberhasilan ikut menyertainya. Tanpa adanya dukungan kuantitas, maka apa yang namanya kualitas akan sulit terwujud.
Jadi antara kuantitas dan kualitas adalah suatu pasangan erat yang tidak bisa dipisahkan. Itu kalau kita melihat suatu proses berjalan secara alami. Tentu ada juga proses yang keluar dari track atau jalur yang berlaku umum, yang sering disebut dengan miracle atau suatu keajaiban. Kejadian ini memang ada untuk orang-orang tertentu. Sayangnya tidak berlaku untuk semua (umum). Makanya disebut keajaiban, karena hanya orang-orang tertentu saja yang memilikinya.
Bukankah demikian Kawan? Sekedar mencoba otak-atik kata yang membuat saya sering terkecoh karena menginginkan lebih baik (Kualitas). Tapi lupa untuk mengerjakan hal yang wajib lebih dahulu yang berupa Kuantitas.
Salam,