Mohon tunggu...
Rokhmah Nurhayati Suryaningsih
Rokhmah Nurhayati Suryaningsih Mohon Tunggu... Administrasi - Keep learning and never give up

pembelajar sejati

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Butuh Waktu untuk Merubah Perilaku Masyarakat

11 Juli 2020   10:29 Diperbarui: 16 Juli 2020   10:22 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tas Ramah Lingkungan (prelo-wordpress.com)

Sudah lama saya membawa tas belanjaan sendiri dari rumah, bahkan terasa sudah menjadi gaya hidup. Konon orang menyebutnya dengan tas ramah lingkungan. Ini tidak lain karena kecintaan saya akan lingkungan. Entahlah kebiasaan ini sudah mendarah daging. Makanya tas belanja selalu ada di dalam tas saya. Maklumlah, tas belanjaan  bisa dilipat menjadi kecil, sehingga praktis untuk dibawa kemana-mana. Itu yang membuat saya tidak perlu pusing kalau mau belanja, baik itu belanja di toko swalayan maupun di pasar tradisional.

Disamping itu saya merasa nyaman saja karena semua belanjaan bisa masuk dalam tas. Tidak ada yang  tercecer. Tas belanjaan saya memang cukup besar, jadi tidak ada yang saya jinjing di tangan kanan dan kiri saya. Apalagi saya naik angkutan umum untuk pulang dan perginya, maka hal ini akan memudahkan saya membawanya. Untuk mempercepat jalan, saya sering menaruh belanjaan di pundak saya.

Sebaliknya jika saya tidak membawa tas belanjaan sendiri, justru akan merepotkan sendiri. Belanjaan dengan kantong plastik, seringnya tidak memuat banyak barang. Jadi harus menggunakan 2 kantong atau lebih.  Apalagi kalau belanja di pasar traditional, hampir semua penjual menggunakan kantong plastik untuk setiap belanjaan. Bisa dibayangkan berapa kantong plastik akan saya terima. Paling tidak 5 kantong plastik kalau saya belanja di 5 tempat. Bagi saya itu terlalu banyak. Belum lagi saya pelupa, membuat barang ada yang tercecer entah dimana. Waduh saya lupa menaruh bungkusannya. Berarti kerugian bagi saya kalau sampai ada yang tertinggal. Lain jika saya membawa tas belanja sendiri, saya tidak perlu memikirkan barang belanjaan akan tercecer.

Kebiasaan saya belanja memang di toko swalayan dan pasar tradisional yang dekat dengan rumah. Males saja kalau pergi jauh-jauh. Apalagi situasi sekarang yang kurang menguntungkan, adanya covid-19 membuat saya lebih baik #dirumahsaja. Keluar rumah hanya kalau perlu. Untunglah dari dulu saya sudah sering di rumah, jadi tidak begitu kaget. Tapi untuk memenuhi kebutuhan perut dan menjaga kesehatan, tidak mungkin saya bisa memenuhi sendiri semuanya, terutama untuk bahan-bahannya. Makanya saya perlu belanja barang-barang yang saya butuhkan. Tidak mungkinlah saya bisa memenuhi semua kebutuhan sendiri di rumah.

Adanya larangan menggunakan kantong plastik sekali pakai tidak membuat saya kebingungan. Saya justru merasa senang, karena sampah plastik akan semakin berkurang. Dan semoga bumi akan kembali hijau karena berkurangnya sampah plastik. Itulah harapan saya. Menariknya ketika dulu ada beberapa toko yang mengenakan biaya untuk kantong plastik sebesar 200 perak, saya pun tidak menggubrisnya. Saya memilih untuk menggunakan box bekas atau saya tenteng saja kalau belanjaan sedikit. Itu untungnya belanja dekat rumah. Bagi saya, ada banyak kantong plastik di rumah, mau dikemanakan semua kantong plastik itu? Bingung juga sih

Saya mencoba juga memanfaatkan kantong plastik untuk dipakai sebagai pot tanaman. Daripada beli pot disaat pandemic ini, saya pakai kantong plastik yang sedikit tebal. Tinggal diisi dengan tanah dan pupuk kompos yang saya buat sendiri dengan memanfaatkan sampah rumah tangga. Mencoba recycle disana sini sehingga kantong plastik bisa dipakai ulang. Pandemic membuat saya lebih kreatif, heheheh 

Beda Toko dan Pasar Swalayan

Seringnya menerapkan peraturan baru tidak mudah. Ada yang pro dan kontra itu sudah biasa.  Sekilas menurut pengamatan saya, masyarakat lebih patuh ketika mereka belanja di toko resmi, seperti toko swalayan maupun grosir dibanding belanja di pasar tradisional. Hal ini karena toko swalayan bisa memaksa pembelinya untuk tidak menyediakan kantong plastik.

Jadi pelanggan yang harus mencari cara sendiri, mau pakai box atau bawa tas sendiri itu terserah pelanggan. Dengan membawa tas sendiri, kasir biasanya membantu memasukkan belanjaan di tas. Tapi kalau lupa dan harus pakai box, saya sendiri yang harus bekerja memasukkan dan mengatur barangnya di box. Itu pengalaman saya belanja di toko swalayan. 

Anehnya di pasar tradisional, hampir semua penjual menawarkan kantong plastik secara otomatis. Saya sebagai pembeli tidak pernah menolak ketika dikasih kantong plastik. Saya menerima saja apa adanya. Haruskah saya menolaknya? Inilah yang belum saya lakukan. Mungkin kita perlu mengedukasi mereka untuk tidak menyediakan kantong plastik? Siapkah para pembeli untuk menerimanya? 

Bagi penjual di pasar, kantong plastik itu murah dan memudahkan mereka memberikan yang terbaik daripada belanjaan tercecer dan jatuh dimana-mana. Mereka juga tidak perlu mencetak kantong plastik yang ada logonya. Jadi semua jenis plastik tidak ada masalah. Sebaliknya pagi pebisnis yang resmi, kantong plastik masuk dalam budget/pengeluaran. Jumlahnya cukup besar, karena mereka harus mencetak kantong plastik yang berlogo dan nama tokonya. Bagi toko yang resmi, adanya larangan kantong plastik bisa mengurangi budget untuk pengeluaran. Ini bisa sebagai tambahan keuntungan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun