Seneng saya bisa hadir bersama teman-teman Blogger dari Indonesian Social Blogpreneur (Komunitas ISB) pada acara peluncuran Kampanye Stop Pneumonia pada Anak di Kawasan Kota Tua bersama Save the Children pada hari Minggu 18 Agustus 2019.
Hadir para narasumber Selina Patta Sumbung dari Yayasan Sayangi Tunas Cilik Partner of Save the Children; Dr Medeleine Ramdhani Jasin, SpA (Ikatan Dokter Anak Indonesia), Staff dari Kementrian Kesehatan dan Grace Melia - Orangtua dari Anak Survived Pneumonia
Kembali ke topik penulisan, menjaga pola hidup sehat pada dasarnya menjadi syarat untuk menyembuhkan berbagai penyakit, baik untuk orang dewasa maupun anak-anak termasuk balita. Sayangnya kita sering mengesampingkan perlunya menjaga hidup sehat. Tentunya dengan berbagai alasan yang mereka kemukakan.
Padahal menjaga dan memraktekkan pola hidup sehat diperlukan kesadaran, kemauan dan kemampuan berperilaku sehat. Semua itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup yang pelaksanaannya dimulai dari keluarga. Hal ini karena keluarga adalah bagian yang terkecil dari suatu masyarakat yang akhirnya membentuk suatu kepribadian.
Pola hidup sehat yang dimaksud adalah suatu gerakan seperti yang dicanangkan oleh Kementrian Kesehatan pada tanggal 12 November 2016. Gerakan ini dikenal dengan Gerakan Masyarakat Sehat (GERMAS).
Gerakan ini dilakukan sebagai upaya promotif dan preventif dari seluruh komponen masyarakat, tanpa mengesampingkan upaya kuratif rehabilitatif dari seluruh komponen masyarakat dalam memasyarakatkan paradigma sehat.
Apabila kita bisa memraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, maka akan mampu mengubah kebiasaan-kebiasaan atau perilaku tidak sehat. Â JIka semua masyarakat hidup sehat, maka Indonesia Kuat, karena akan meningkatkan produktivitas dan mengurangi beban biaya kesehatan.
Apa itu PNEUMONIA?
Sayangnya tidak semua masyarakat mau dan bisa memraktekkan pola hidup sehat  (GERMAS) ini. Disinyalir penyebab utamanya adalah kemiskinan dan kesenjangan. sehingga mengakibatkan tingginya angka kematian yang diakibatkan oleh pnemonia pada anak-anak dan balita.
Bahkan menurut World Health Organization (WHO), pneumonia sebagai pembunuh balita tertinggi di dunia. Itu sebabnya pneumonia menjadi dasar bagi WHO mengembangkan pedoman tata laksana penanganan pneumonia yang fokus pada perlindungan, pencegahan dan pengobatan
Namun dalam penerapannya masih dibutuhkan program pemerintah di masing-masing negara untuk menjangkau petugas kesehatan dan masyarakat untuk melakukan koordinasi antar instansi terkait. Tujuannya tidak lain adalah agar terjadi perubahan sikap dan kebiasaan masyarakat terkait kesehatan.
Hal ini karena dari sekian banyak penyakit yang bisa menyerang paru-paru, pneumonia adalah salah satu yang paling berbahaya dan perlu kita waspadai, terutama bagi anak-anak dibawah umur 2 tahun dan orang dewasa berusia diatas 65 tahun.
Secara global, pada tahun 2015 jumlah kematian bayi dibawah lima tahun karena pneumonia mencapai 920.000 jiwa atau 2 balita setiap menitnya . Untuk Indonesia kematian anak-anak karena pneumonia berada pada peringkat 7 dunia menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2017. Jumlah kematian balita karena pneumonia mencapai 25,481 anak atau 17% dari seluruh kematian balita.
Sementara di Indonesia kematian anak karena pneumonia menempati posisi ke 2, yaitu 15,5% setelah persalinan preterm dengan prevalensi tertinggi di provinsi Nusa Tenggara Timur atau sebesar 38.5%.Â
Penumonia sering tertukar dengan infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA, walaupun sebenarnya berbeda. ISPA terbatas pada saluran pernapasan atas yaitu hidung dan tenggorokan, sementara pneumonia termasuk pada infeksi saluran pernapasan bawah, dimana infeksi menyebar hingga jaringan tisu paru-paru.
Penyakit ini lebih dikenal dengan paru-paru basah dan bisa menyebabkan komplikasi serius. Bahkan tidak jarang menyebabkan kematian, terutama bagi anak-anak kecil dibawah 2 tahun termasuk pada bayi yang baru lahir.
Hal ini karena pneumonia pada anak-anak balita di Indonesia terjadi erat kaitannya dengan kemiskinan dan kesenjangan, dimana kebanyakan dari mereka tidak mendapatkan vaksinasi lengkap, memiliki gizi yang buruk dan tinggal di lingkungan yang beresiko, dimana ada diantara keluarga mereka yang suka merokok di dalam rumah.
Padahal penganganan pneumonia membutuhkan perbaikan sistem kesehatan yang menyeluruh, termasuk memperbaiki akses terhadap layanan kesehatan yang memadai. Belum lagi kita sering terlambat untuk menyadari adanya pneumonia karena gejalanya mirip dengan flu. Oleh karena itu, kita perlu mengenal apa itu pneumonia dan mengedukasi lebih banyak lagi para orang tua, agar bisa mendeteksi gejala yang ditimbulkan dan membawanya ke dokter.
Gejala Pneumonia
Indikasi dan juga gejala ringan dari pneumonia umumnya menyerupai gejala flu, seperti demam dan batuk. Namun gejala tersebut memiliki durasi yang cukup lama dibanding sakit flu biasa. Oleh karena itu jika dibiarkan dan tidak diberikan penanganan, maka gejala yang berat dapat muncul, seperti:
a. Nyeri dada saat bernapas atau batuk
b. Batuk berdahak
c. Demam dan menggigil
d. Mual dan muntah
e. Sesak napas
f. Gangguan pada kesadaran terutama mereka yang berusia >65 tahun
Khusus untuk anak-anak dan bayi, gejala yang muncul biasanya berupa demam tinggi, anak nampak selalu kelelahan, tidak mau makan, batuk berdahak dan napas anak menjadi cepat.
Sebagai orang tua jika melihat kondisi anak-anak mengalami gejala seperti diatas, segeralah membawanya ke dokter atau rumah sakit untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Tujuannya agar dapat meminimalisir akibat dan pengobatan bisa lebih cepat dilakukan.
Faktor Risiko terkena Pneumonia
Beberapa faktor risiko seseorang bisa mengelami penyakit ini, antara lain:
1. Bayi dan anak-anak dibawah usia 2 tahun. Hal ini karena mereka masih memiliki sistem imun yang masih berkembang
2. Orang lanjut usia atau diatas 65 tahun.
3. Perokok karena hal ini mengganggu aktivitas paru-paru dan merusak sistem imun
4. Mengidap penyakit kronis seperti asma, dan penyakit obstruktif paru-paru kronis dan penyakit jantung
5. Orang yang memiliki imunitas tubuh rendah (seperti pengidap HIV/AIDS atau orang yang mengkonsumsi obat yang mensupresi sistem imun dan sedang berada dalam pengobatan kemoterapi.
Sebenarnya pencegahan pneumonia dapat dilakukan dengan langkah-langkah sederhana. Beberapa diantaranya adalah:
1. Memberikan ASI Ekslusif paling tidak 6 bulan dan bisa diperpanjang sampai 2 tahun sebagai pengiring MPASI.2. Memraktekkan pola hidup sehat dengan melakukan cukup istirahat, mengonsumsi sayur dan buah, istirahat yang cukup dan rutin berolah raga
3. Menjalani vaksinasi. Vaksin merupakan salah satu langkah agar terhindar dari pneumonia. Namun perlu diingat bahwa vaksin pneumonia bagi orang dewasa berbeda dengan anak-anak
4. Menjaga kebersihan dengan sering mencuci tangan dengan sabun agar terhindar dari penyebaran virus dan air bersih yang mengalir untuk menghilangkan bakkteri dan virus yang menempel di permukaan kulit
5. Berhenti merokok. Asap rokok dapat merusak paru-paru, sehingga paru-paru lebih mudah mengalami infeksi.
6. Hindari konsumsi minuman beralkohol. Kebiasaan ini akan menurunkan daya tahan paru-paru sehingga lebih rentan terkena pnemonia beserta komplikasinya.
7. Segera pergi ke dokter apabila ada berbagai keluhan, agar bisa ditangani segera.
Hal lain yang bisa dilakukan untuk memulihkan diri menjadi lebih baik:
1. Banyaklah istirahat
2. Perbanyaklah minum untuk melonggarkan paru-paru, sehingga memudahkan untuk bisa batuk
3. Gunakan pelembab udara atau mandir dengan air hangat
4. Tetap di rumah sampai demam turun dan tidak batuk lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H