Saya termasuk salah seorang yang galau saat memilih jurusan. Dimulai sejak jurusan di SMA tepatnya. Sedari SMP saya sangat menyenangi pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris. Pelajaran lain hanya sebatas dikuasai untuk mendapatkan nilai bagus saja. Tapi untuk dua pelajaran itu boleh dibilang saya cinta mati.
Kegalauan melanda ketika di SMA. Memasuki kelas 2 SMA, kita diwajibkan memilih satu jurusan. Saat itu yang tersedia di sekolah tempat saya menimba ilmu ada 4 jurusan, yaitu A1 (Fisika), A2 (Biologi), A3 (Sosial), A4 (Bahasa). Dari keempat jurusan tersebut, yang bukan menjadi pilihan adalah A2. Tersisa tiga saja. Saat itu saya inginnya ambil jurusan yang pelajaran utamanya Matematika dan Bahasa saja (apapun itu). Sayangnya, hal yang tidak mungkin ada. Setelah berbagai pertimbangan, saya menjatuhkan pilihan di A1 dengan berbagai alasan:
Pertama, banyak orang bilang, kalau ambil A1, kemampuan matematikanya jauh lebih kuat dibandingkan jurusan lain. Saya sendiri sangat antipati dengan pelajaran Kimia! Tidak pernah sampai di otak materinya.
Kedua, katanya kalau masuk A1 kita bisa ambil jurusan IPS di perguruan tinggi. Sementara kalau ambil jurusan A3 atau A4 tidak bisa ambil jurusan IPA.
Ketiga, saat itu masuk A1 bisa menjadi prestise tersendiri.
Jadilah, saya memilih jurusan A1. Sayangnya, saya terjebak di antara sekumpulan orang-orang cerdas! Peringkat saya pun langsung anjlok dari 5 besar menjadi angka belasan. Sempat khawatir juga tidak sanggup bersaing dengan teman-teman sekelasnya. Untungnya, masih cukup mampu menyelesaikan studi.
Di SMA ini saya sudah mulai yakin dengan kekuatan saya di akademik. Sepertinya Matematika dan Bahasa Inggris lah yang selalu unggul dibandingkan pelajaran lainnya. Ada satu pelajaran yang cukup menarik hati saya, yaitu Geografi. Tapi saat itu agak sulit menjadikannya sebagai pilihan jurusan di PT. Sebenarnya saya sangat berminat di Teknik Arsitektur karena saya cukup mampu menggambar detail atau terarah. Sayangnya, saya merasa, kemampuan saya cukup mengkahwatirkan untuk bisa bersaing dengan yang lain.
Akhirnya, pilihan jurusan kuliah pun masih terpaku pada Matematika di FMIPA dan Sastra Inggris di Fakultas Sastra. Pilihan ketiga, saya isi hanya sebagai syarat, yaitu administrasi niaga di Semarang.
Alhamdulillah, dari ketiga pilihan itu, jurusan Sastra Inggris lah yang akhirnya berhasil lulus. Karena mendapatkan pilihan yang sesuai dengan bakat dan kemampuan, saya pun merasa bersyukur. Setidaknya, saya tidak merasa salah mengambil jurusan, walaupun sempat sedikit menyesal ketika tidak mencoba ambil Teknik Arsitekturnya.
Belajar dari pengalaman saya, satu hal yang pasti ketika kita akan mengambil jurusan adalah kenali kemampuan diri dan minat kita. Jika kita hanya terpaku pada minta, sementara tidak didukung dengan kemampuan, maka akan berat untuk menggapainya. Demikian juga sebaliknya, kita mampu di bidang tertentu dengan melihat perolehan nilai-nilaiaa kita. Sayangnya, kita tidak berminat untuk terjun di bidang tersebut, maka hindari. Karena pada akhirnya, kuliah kita hanya karena paksaan dan tidak muncul passion di sana. Pertimbangan dan restu orang tua juga memberikan dampak yang cukup besar. Karena, doa dan restu orang tua adalah restu Allah juga.
Untuk itu, carilah jurusan yang memang sesuai dengan kemampuan dan minat kita serta mendapat restu dari orang tua.