Semakin meningkatnya tingkat global warming di bumi membuat berbagai kalangan di seluruh negara berlomba-lomba mencari solusi terbaik untuk menyelamatkan bumi tercinta yang semakin tua dan renta ini. Tak sedikit lembaga-lembaga NGO bergerak untuk ikut serta membantu pemerintah negara masing-masing mengampanyekan pentingnya menyelamatkan bumi dari ancaman global warming. Salah satu solusi yang sangat gencar dicanangkan adalah dengan program green education. Tentu banyak pihak baik individu atau kelompok masyarakat yang memiliki passion yang tinggi untuk penyelamatan bumi ini. Salah satunya dengan pengelolaan sampah yang setiap hari semakin bertambah jumlahnya. Kita mungkin sedikit banyak terbantu dengan keberadaan para pemulung sampah yang mau berkecimpung di dunia persampahan dan mendaur ulang sampah sehingga bisa bernilai rupiah. Sayangnya, tidak banyak masyarakat pastinya yang dengan ikhlas menjadi pemulung. Dengan alasan apapun! Untuk menyikapi hal ini, tentu kita sebagai bagian masyarakat bumi harus bisa mendaur ulang sampah rumah tangga kita sendiri. Untuk menghindari tumpukan sampah yang menimbulkan bau yang tidak sedap dan banyak sampah tak dapat terurai, kita harus bisa mengolahnya dengan benar. Membakar sampah sebenarnya bukan tindakan yang dianjurkan untuk dilakukan. Cara yang terbaik adalah dengan daur ulang atau dikenal dengan istilah recycle. Program green education dan daur ulang ini ternyata sudah sangat nyata dilaksanakan oleh warga RT 004 RW 02 Kelurahan Cibubur Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Ini berawal dari terpilihnya suami dari ibu Aan, pelopor green education dan bank sampah tersebut, menjadi ketua RW 02 pada tahun 2002. Memiliki tanggung jawab yang besar sebagai pengabdian, pasangan suami istri ini melakukan gebrakan yang cukup berhasil. Program mereka yaitu mewajibkan setiap rumah tangga menanam 5 pohon di pot. Program ini pun disosialisasikan ke seluru warganya. Berhasilkah? Ternyata tidak semudah diucapkan. Banyak kendala ketika memulai program ini. Banyak warga yang awalnya enggan dan mempertanyakan keuntungan harus memiliki pot tanaman. Tapin untungnya, dengan kegigihan mereka dan para kader lainnya, warga akhirnya bersedia untuk menyediakan tanaman pot di rumah mereka, bahkan ada yang melebihi dari target yang diwajibkan. [caption id="attachment_211669" align="aligncenter" width="300" caption="Gerbang RW 02"][/caption]
Program berikutnya adalah pengelolaan sampah. Banyak sampah tentu sangat menggangu kebersihan, kesehatan dan keindahan tata kota. Melihat hal ini, Bu Aan dan para kader PKK lainnya tergerak untuk mendirikan bank sampah. Layaknya fungsi bank, mereka menerima sampah kering yang akan mereka daur ulang seperti kardus, kertas, botol, plastik kemasan makanan, sabun, dll. Untuk sampah organik sendiri, warga wajib mengelolanya sendiri, misalnya dengan langsung memendamnya di dalam masing-masing pot tanaman mereka, atau dibuat kompos dengan bantuan komposter. [caption id="attachment_211671" align="aligncenter" width="300" caption="bank sampah"]
[/caption] [caption id="attachment_211672" align="aligncenter" width="300" caption="bank sampah baru sumbangan dari
TELKOM"]
[/caption] [caption id="attachment_211673" align="aligncenter" width="300" caption="pengurus bank sampah"]
[/caption] [caption id="attachment_211674" align="aligncenter" width="300" caption="buku tabungan bank sampah"]
[/caption]
Sampah-sampah kering tadi kemudian dikumpulkan berdasarkan kelompoknya masing-masing. Ibu Aan dan warga lainnya memanfaatkan sampah kemasan plastik untuk diolah menjadi berbagai kebutuhan rumah tangga yang cantik, seperti
tas, tempat tisu,
payung, dompet, topi dan lain-lain. Mereka mendapatkan keahlian untuk membuat produk tersebut dari pihak
Unilever yang bersedia memberikan pelatihan secara cuma-cuma tetapi tidak memberikan modal. Untuk itu mereka harus bisa menghasilkan produk yang layak pakai dan layak jual sehingga mereka bisa mendapatkan modal untuk proyek daur ulang mereka. Atas masukan dari pihak Unilever ini pula, mereka memberikan label
TRASHION yang merupakan kependekan dari
TRASH INTO
FASHION. Namun, mereka pun ingin punya label atas kreasi mereka sehingga ditambahkan lah dengan label KUBE AKASIA I dibawah slogan mereka. [caption id="attachment_211675" align="aligncenter" width="300" caption="label produk sampah warga RW 02"]
[/caption] [caption id="attachment_211676" align="aligncenter" width="300" caption="contoh produk 1"]
[/caption] Produk-produk
trashion untuk cukup membuat kita terkagum-kagum. Gak nyangka kalau kemasan sampho sachet, deterjen, sabun, dll, bisa menjadi sebuah tas atau dompet yang cantik. Mereka mendesain potongan-potongan sampah itu secara teratur sehingga hasilnya pun tampak lebih indah. Harganya? Well, bisa dibilang cukup mahal. Sebuah tempat tissue dihargai 50 ribu rupiah.
Tas laptop seharga 125 ribu rupiah. Bahkan ada tas jinjing wanita seharga 350 ribu rupiah. Namun, saya yakin ide kreatifitas itu sangatlah mahal. Apalagi mereka membuatnya secara manual dan dilakukan oleh tangan dan bantuan mesin jahit untuk membuatnya. Waktu pembuatannya pun tergolong memakan waktu yang cukup lama. Jadi, wajarlah jika produk olahan sampah ini menjadi cukup mahal. [caption id="attachment_211677" align="aligncenter" width="300" caption="berbagai jenis tas daur ulang"]
[/caption] [caption id="attachment_211681" align="aligncenter" width="300" caption="payung daur ulang"]
[/caption] Anda tertarik untuk mengunjunginya? Mungkin bisa melihat foto-foto hasil jepretan saya untuk bisa memberikan gambaran tentang
Trashion. [caption id="attachment_211678" align="aligncenter" width="300" caption="jalan yang rindang di RW 02"]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Nature Selengkapnya