Mohon tunggu...
Nunung Nuraida
Nunung Nuraida Mohon Tunggu... profesional -

teacher, English, novel, x-files, Rayhan \r\n\r\nhttp://nunungnuraida.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apakah Mengeluarkan Satu Anak itu Tindakan Yang Fair? [Tulisan kedua]

3 September 2012   15:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:57 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dalam satu diskusi, muncul satu pernyataan dari seorang guru bahwa ia merasa tidak sanggup menangani satu orang anak  dengan berbagai "penilaian negatif" yang melekat kepada anak tersebut. Bahkan menurutnya, hampir semua guru pun tidak suka dengan anak tersebut.

Namun, jawaban yang diberikan trainer kami saat itu sangatlah mengejutkan. Menurutnya, apapun yang terjadi pada anak di dalam proses pembelajaran, misalnya anak itu tidak mau mengikuti pelajaran dengan baik (di mata gurunya), maka kesalahan sepenuhnya terletak pada guru. Tidak ada anak yang tidak cocok di satu sekolah tertentu, yang ada adalah ketidakmampuan guru melaksanakan proses pembelajaran dengan maksimal. Cap negatif pada anak tersebut harus dihilangkan karena ketika anak dicap tertentu, maka sepanjang hidupnya nilai negatif itu menjadi melekat dan sulit untuk dihilangkan. Jika anak sudah membenci satu hal, maka secara tidak langsung kita telah mematikan sebagian dari masa depannya.

Merasa tidak puas, si guru mengungkapkan lagi bahwa jika guru memberikan lebih banyak perhatian kepaa si satu anak ini, bagaimana dengan 27 anak lainnya? Bukankah tidak fair untuk mereka?

Dengan bijak, trainer mengembalikan pertanyaan itu, jika anda mengeluarkan anak tersebut dari kelas anda, apakah itu fair untuknya? Tidakkah disini anda telah juga melakukan tindakan tidak fair kepada anak tersebut, yang notabene perlu bimbingan dan bukan hujatan?

Jika anak sudah mulai diberikan cap negatif dan "pengganggu" di kelas, tidak menutup kemungkinan, anak yang pada awalnya masih mau menjawab pertanyaan gurunya, semakin lama akan tak mau bicara. Jika anak sudah apatis terhadapa pelajaran, maka tak menutup kemungkinan semakin lama ia tak mau mengikuti pelajaran dan akhirnya, di bulan-bulan berikutnya, kehadirannya di kelas hanya sebatas pasanga badan di sekolah tanpa mau terlibat dengan kegiatan apapun yang ada di sekolah. Jika hal ini sampai terjadi, kita sebagai guru tentunya menjadi salah seorang yang paling bertanggung jawab karena secara tidak langsung membiarkan itu terjadi dengan tidak berusaha lebih kuat untuk mengatasi hal tersebut dan mengakomodir kebuthan siswa.

Maka, tugas gurulah untuk menciptakan proses belajar yang menyenangkan dan mampu mengakomodasi kebutuhan belajar setiap individu siswanya. Berat dan melelahkan pastinya, tapi yang patut anda ingat adalah, jika di kemudian hari si anak tersebut menjadi seorang yang sangat bermanfaat bagi banyak orang, maka anda menjadi salah seorang yang terlibat membentuk karakter anak tersebut. Jadi sesulit dan seberat apapun, tugas gurulah untuk mendidik siapapun anak yang kita ajarkan tanpa memandang bulu.

Ingatlah! Tidak ada anak nakal, yang ada adalah kebutuhan akan haknya yang belum terpenuhi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun