Mohon tunggu...
Nunung Kusumawati
Nunung Kusumawati Mohon Tunggu... Guru - Aktivitas sehari-hari sebagai pengajar SMA di Semarang

Penyuka seni, filsafat, dan berpikir bebas

Selanjutnya

Tutup

Trip

Menguak Spirit Langgar Tertua di Tegalsari Ponorogo

6 Januari 2022   00:08 Diperbarui: 6 Januari 2022   00:33 1495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Langgar atau surau adalah tempat ibadah umat muslim yang banyak kita temui di Indonesia. Semasa kecil pun saya selalu mengaji di langgar. Langgar bagi saya memiliki kenangan istimewa. Dari tempat ini lah tanpa saya sadari, mampu membentuk saya sebagai pribadi yang mencintai ilmu agama. Saya masih ingat guru saya Bu Mudah, pemilik sekaligus pengasuh langgar di desa saya yang dengan ikhlas setiap hari mengajar mengaji anak-anak selepas sholat maghrib hingga isya'. Oleh karena itu, setiap melihat langgar, terselip rasa tersendiri karena selalu teringat masa kecil saya. Langgar di desa saya ternyata memberi dampak mendalam terhadap perjalanan religius saya. 

Di musim liburan ini, saya sengaja mengunjungi langgar, namun rasanya langgar ini jauh lebih istimewa karena dari tempat ini telah lahir tokoh-tokoh hebat nusantara. Langgar tersebut berada di kompleks Masjid Jami' Tegalsari di desa Tegalsari kecamatan Jetis Ponorogo Jawa Timur. Sederhana namun penuh kharisma nampaknya kata-kata yang tepat untuk melukiskan langgar tua ini. 

Konon langgar ini dibangun pada abad ke-18, yaitu pada tahun 1700-an yang didirikan oleh Kyai Ageng Muhammad Bashari. Beliau adalah ulama besar di Jawa yang menyebarkan agama Islam waktu itu di Ponorogo. Perjuangan beliau kemudian dilanjutkan oleh cucunya yaitu Kyai Hasan Besari yang akhirnya ribuan orang menimba ilmu agama di Tegalsari ini. Sebut saja seorang pujangga besar dari Kasunanan Surakarta yaitu Raden Ngabehi Ranggawarsita, sang pejuang nasional HOS Cokroaminoto, dan Pakubuwono II (Sultan Kartasura). Tokoh-tokoh besar ini lahir dari langgar tua ini.

Saat saya berkunjung di langgar tua ini, suasananya sangat sejuk membuat saya kembali teringat masa kecil saya ketika mengaji di langgar. Saya pun membayangkan bagaimana suasana langgar tua ini ratusan tahun lalu. Ketika  para santri mengaji dan belajar di sini. Bagaimana sang guru, Kyai Hasan Besari mengajar dengan penuh hikmah di sini. Subhanallah, betapa hebatnya tempat ini. Tempat yang jauh dari keglamauran namun tersimpan dahsyatnya samudera ilmu. Kala itu, tempat ini pun menjadi pusat studi para santri yang setiap hari dihiasi dengan diskusi-diskusi yang tidak jarang membuahkan ide-ide cemerlang. Dari gagasan-gagasan tersebut akhirnya berdampak pada kemajuan peradaban masyarakat Jawa.

Peradaban ada jika manusia beradab. Beradab ada jika manusia mau mempelajari adab. Dan Langgar inilah bukti nyata, tempat belajar tentang adab yang sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Langgar tua ini seolah berbicara bahwa masyarakat tidak boleh berhenti belajar. Jangan mudah terlena oleh kemewahan semu yang disuguhkan dunia hari ini. Kesederhanaan itu perlu agar kepekaan sosial tetap ada dan peradaban masyarakat tetap terjaga.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun