Mohon tunggu...
Nunung Kusumawati
Nunung Kusumawati Mohon Tunggu... Guru - Aktivitas sehari-hari sebagai pengajar SMA di Semarang

Penyuka seni, filsafat, dan berpikir bebas

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Burjo Vs Rumah

2 Desember 2018   06:06 Diperbarui: 2 Desember 2018   06:13 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : Dokpri

Kesepian...

Ah... semua orang pasti tidak ingin mengalami hal di atas. Ya, karena sejatinya manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk sosial yang sangat senang bergaul dengan orang lain. Baik secara fisik bertemu (baca: kopi darat) maupun melalui media, apalagi di era kekinian sekarang ini. Dengan memanfaatkan bertebarannya aneka media sosial, siapa saja bisa bercengkerama asyik dengan lawan bicara.

Termasuk menjamurnya beragam kuliner di masyarakat, sebut saja kafe, rumah makan, hingga yang tengah merebak saat ini adalah Burjo (Bubur Kacang Ijo), seperti warung makan yang menyediakan bubur kacang hijau, dan gorengan, sebagai menu khasnya. Dari anak-anak hingga orang tua, laki-laki maupun perempuan, rupanya sangat menyukai jenis warung makan yang  merakyat dan  menawarkan kenikmatan murah meriah. Alangkah nikmatnya sambil menikmati mi rebus dan es teh bersama teman-teman.

Apalagi di kalangan remaja, Burjo menjadi tempat favorit mereka. Mengapa demikian? Selain harga menu yang sangat pas untuk kantong mereka, plus sarana wifi yang kencang, sejatinya mereka sangat butuh tempat ngobrol. Ngobrol sambil ketawa-ketawa, kadang sambil ngece (meledek) teman adalah aktivitas yang sungguh mengasyikkan. Walaupun bicara gak penting banget, sesungguhnya inilah salah satu kebutuhan manusia. Berbicara.

Siapapun butuh bicara. Perlu ruang untuk didengarkan. Dalam teori interaksionis dijelaskan bagaimana manusia memperoleh bahasa karena menggabungkan pentingnya faktor bawaan dan faktor lingkungan. Dalam teori ini penguasaan bahasa terjadi karena adanya kebutuhan seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain. Teori itu memberikan peran lebih banyak pada latihan yang bersifat interaktif seperti bertanya dan menjawab (Wiryotinoyo, 2010:42).

Dengan demikian, sebenarnya kita atau para remaja tidak semata membutuhkan menu makanan di burjo itu sendiri, melainkan hanya butuh berbicara dengan orang lain. Yang mampu mendengarkan, memahami, sekaligus memberi rasa nyaman. 

Dan lagi, berbicara tidak harus bertemu langsung dengan lawan bicara tetapi bisa lewat chat, email, dan lain-lain. Sehingga sangat tepat kalau para burjo ini banyak diserbu khususnya kalangan anak muda. Fasilitas koneksi internet menjadi pelengkap daya pikat tempat ngobrol  yang satu ini.

Tapi, tidak jarang para orang tua merasa resah dengan fenomena di atas. Anak-anak lebih suka curhat dengan teman, atau ngobrol di burjo ketimbang di rumah bersama orang tua mereka. Pengaruh kurang baik acap kali dikhawatirkan.

Bagaimana Peran Orang Tua?

Menurut saya, para orang tua tidak perlu terlalu khawatir jika anak-anak suka ke burjo.Berikut tips yang bisa mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan:

Terbukalah. Perlu kesepakatan untuk semua anggota keluarga di rumah, yaitu "Tidak Ada Rahasia dalam Keluarga." Orang tua dan anak harus ikhlas menyepakati hal ini. Terbuka dalam hal apapun, sepahit apapun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun