Oh Polisi, bahwa sesungguhnya tugas polisi itu salah satu pekerjaan yang mulia? Sebuah institusi aparatur Negara yang sejatinya melindungi dan mengayomi masyarakat yang seharusnya meletakkan lagi institusi Polri setelah reformasi pada jalan yang PROFESIONAL, NETRAL, dan INDEPENDEN dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada di dalam tubuh Polri sendiri dan masalah social yang terjadi dimasyarakat. Apalagi dengan adanya paradigma baru kepolisian sekarang bahwa Polisi sekarang sudah menjadi Polisi sipil, dimana tidak ada lagi sikap arogan. Kita juga masyarakat awam selayaknya tau persis tugas dan peranan polisi karena institusi ini dibiayai oleh pajak dari rakyat. Menelaah lebih dalam hal peranan kepolisian di masyarakat dengan Dasar Undang Undang Negara Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 tentang KEPOLISIAN Republik Indonesia Pasal 13 menerangkan peranan kepolisan 1. selaku alat negara penegak hukum memelihara serta meningkatkan tertib hukum; 2. melaksanakan tugas kepolisian selaku pengayom dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat bagi tegaknya ketentuan peraturan perundang-undangan; 3. bersama-sama dengan segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina ketentraman masyarakat dalam wilayah negara guna
mwwujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat;. Cukuplah kata “oknum” untuk dijadikan tameng oleh pihak kepolisian dalam menyikapi keluhan masyarakat bila terjadi sesuatu yang berkaitan dengan institusinya, berkaitan dengan kinerja anggota kepolisian yang ternyata ikut meresahkan masyarakat!
Bila melihat isi undang-undang tersebut diatas, maka yang menjadi pertanyaan umum adalah, seberapa jauh hal itu bisa dilakukan? Kita harus akui bahwa memang benar tugas polisi itu mulia, tidak ada yang bisa menyangkalnya pada tataran undang-undang. Lalu bagaimana pada tataran pelaksanaan isi undang-undang tersebut dilapangan, sampai saat ini harus kita akui bersama bahwa apa yang disebut “mulia” itu masih pada tataran undang-undang saja.
Kita ambil contoh kasus yang baru-baru ini terjadi yaitu bentrok antara massa pengunjuk rasa dengan aparat kepolisian di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu (24/12) dan tragedi pembantaian di Mesuji. Apa yang bisa dilakukan oleh Kepolisian? Diungkapkan Indriaswati Dyah Saptaningrum, Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam). "Tindakan aparat kepolisian di Sape, Bima, di luar batas kewenangannya sebagai pelindung dan pengayom masyarakat," katanya Senin (26/12, Seruu.com). Ditegaskan Dyah, profesionalitas dan independensi Kepolisian Republik Indonesia kembali dipertanyakan. Menurut data yang didapat Elsam, pada 24 Desember 2011, aparat Kepolisian Resort Bima dan Brimob Polda NTB melakukan penembakan dan kekerasan terhadap warga masyarakat yang tergabung dalam Front Rakyat Anti Tambang (FRAT), yang memblokade pelabuhan Sape. Dikutip dari detik.com, Kasus penganiayaan di Mesuji Lampung dan Mesuji Sumsel dinilai dibiarkan terjadi oleh aparat keamanan setempat. Menurut anggota Komisi III DPR, Syarifuddin Suding aparat yang bertanggung jawab di kawasan tersebut mengetahui sinyal akan ada kekerasan 3 hari sebelum peristiwa tersebut.
Contoh lain, Kalaupun masyarakat sering menawarkan jasa damai ketika melanggar aturan hukum seperti peraturan lalu-lintas, maka pihak pertamakali yang harus disalahkan adalah “oknum” polisi tersebut bukan masyarakat, karena yang punya saringan hukum itu ya polisi bukan masyarakat, yang mengerti undang-undang siapa lagi kalau bukan polisi, masyarakat hanya mematuhinya saja jika disosialisasikan sebelumnya dan diingatkan pada saat kejadian untuk tidak mengulanginya. Rasanya akan menjadi jadi aneh jika pihak yang tak mengerti hukum seperti masyarakat pada umumnya harus dibebankan tuduhan sebagai “biang kerok” dari kebobrokan kepolisian baik sebagai individu maupun institusinya.
Hubungan Polisi dengan masyarakat yang dilayaninya ini kurang baik saat ini, dipercaya oleh masyarakat merupakan hal yang sulit didapat, karena memerlukan proses terutama adanya komunikasi dan kontak sosial, waktu serta kemauan masing-masing anggota polisi. Komunikasi merupakan sarana paling dasar dan penting saat kita berbicara tentang pencitraan suatu institusi yaitu Kepolisian. Dalam masyarakat yang kian menuntut penerapan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance), barangkali tidak berlebihan bila Polri sebagai aparatur negara maka pertanggungjawaban akhirnya adalah pada pemilik kedaulatan, yakni seluruh rakyat Indonesia. Peranan kepolisian di masyarakat adalah mitra yang saling membutuhkan, Kita sepakat bahwa polisi atau petugas kepolisian di negeri ini mempunyai fungsi dalam struktur kehidupan masyarakat sebagai pengayom masyarakat, penegak hukum, yaitu “mempunyai tanggung jawab khusus untuk memelihara ketertiban masyarakat dan menangani kejahatan, baik dalam bentuk tindakan terhadap pelaku kejahatan maupun dalam bentuk upaya pencegahan kejahatan agar para anggota masyarakat dapat hidup dan bekerja dalam keadaan aman dan tenteram.” Dengan kata lain, kegiatan-kegiatan polisi adalah berkenaan dengan masalah-masalah sosial, yaitu berkenaan dengan sesuatu gejala yang ada dalam kehidupan sosial dan sesuatu masyarakat yang dirasakan sebagai beban atau gangguan yang merugikan para anggota masyarakat tersebut tetapi bukan malah sebaliknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H