Bersyukur saat ini teknologi sudah berkembang lebih pesat, sehingga masih tetap dapat saling memandang dan mendengarkan suara, bertatap mata dengan orang-orang tercinta di hari raya.
Bagi yang tetap bertahan di perantauan, jangan sedih ya! Masih ada banyak cara untuk tetap merasakan suasana Lebaran kok, bisa dengan:
- Mengadakan kumpul bersama teman-teman sesama perantau
- Membuat hidangan khas Lebaran sendiri di kos atau apartemen
- Video call keluarga dan berbagi cerita seperti biasa
- Mengunjungi masjid atau tempat berkumpul komunitas daerah
Meski tak sama dengan pulang kampung, setidaknya ada kehangatan yang bisa diciptakan di tengah kesendirian.
"Aku dan teman-teman satu kontrakkan yang tak pulang, tahun ini mau masak opor dan ketupat sendiri. Lumayan, biar tetap terasa Lebarannya," ujar Yoga, salah seorang teman adik saya yang bekerja di Jakarta.
Pulang atau Tidak, Esensi Lebaran Tetap Sama
Lebaran sejatinya bukan hanya tentang tempat, tetapi tentang makna. Baik yang bisa mudik maupun yang harus bertahan, semuanya tetap merayakan Idulfitri dengan penuh syukur.
Setiap orang memiliki alasan masing-masing. Tidak mudik bukan berarti tak sayang keluarga. Sebaliknya, ada anak rantau yang tetap memilih bertahan justru demi masa depan dan tanggung jawab yang lebih besar.
"Aku yakin emak dan bapak mengerti. Lebaran tahun ini aku tidak bisa pulang, tapi doa dan cinta untuk mereka selalu ada," kata Yoga, selanjutnya.
Mudik atau tidak, setiap anak rantau punya ceritanya sendiri. Ada yang bisa pulang dan menikmati pelukan hangat keluarga, ada pula yang harus tetap bertahan dan merayakan Lebaran dengan cara berbeda.
Apapun keputusannya, yang terpenting adalah silaturahmi tetap terjaga dan hati tetap damai. Sebab Lebaran bukan hanya tentang kembali ke rumah, tetapi juga tentang bagaimana kita merayakan kemenangan dalam kebersamaan, meski terpisah jarak.
Selamat Hari Raya Idul Fitri, untuk semua anak rantau di manapun berada!