Dalam dunia pendidikan, seorang guru tidak hanya bertugas mentransfer ilmu kepada murid-muridnya, tetapi juga memiliki tanggung jawab lebih besar: menjadi agen perubahan. Salah satu cara untuk mewujudkannya adalah dengan menulis.
Menulis bisa menjadi bagian dari atomic habits—kebiasaan kecil yang dilakukan secara konsisten dan memberikan dampak besar dalam jangka panjang.
Seperti menanam benih, kebiasaan menulis dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis, memperkaya wawasan, serta memperkuat identitas profesional sebagai pendidik.
Sayangnya, masih banyak guru yang enggan atau merasa tidak memiliki waktu untuk menulis, padahal aktivitas ini memiliki manfaat luar biasa, baik bagi diri sendiri maupun dunia pendidikan secara luas.
Menulis sebagai Refleksi dan Pengembangan Diri
Seorang guru setiap hari menghadapi beragam tantangan di kelas. Mulai dari metode pengajaran yang harus terus diperbarui, karakteristik siswa yang unik, hingga kebijakan pendidikan yang terus berubah.
Dengan menulis, guru memiliki kesempatan untuk merefleksikan pengalaman mereka, mengevaluasi pendekatan yang digunakan, dan mencari solusi yang lebih efektif.
Tulisan bisa berupa jurnal pribadi, artikel pendidikan, hingga penelitian tindakan kelas yang berkontribusi bagi kemajuan pendidikan.
Banyak guru yang merasa bahwa menulis membutuhkan waktu dan tenaga ekstra di tengah kesibukan mengajar. Namun, jika menulis dijadikan bagian dari rutinitas, itu bisa menjadi sarana pelepas stres dan media untuk menuangkan pemikiran yang mungkin sulit disampaikan secara lisan.
Bahkan, tulisan yang dihasilkan bisa menjadi inspirasi bagi guru lain dalam menghadapi permasalahan serupa.
Merekam Jejak dan Berbagi Ilmu