Kurikulum Merdeka saat ini diterapkan secara luas, termasuk di sekolah khusus dan sekolah inklusi. Kurikulum ini dirancang untuk memberikan fleksibilitas dalam proses pembelajaran, memungkinkan para pendidik untuk menyesuaikan metode pembelajaran dengan kebutuhan individu siswa, termasuk siswa dengan kebutuhan khusus (ABK).Â
Merdeka belajar ingin mewujudkan sekolah yang dicita-citakan melalui pendidik yang reflektif, gemar belajar, berbagi dan berkolaborasi, pembelajaran yang berpusat pada siswa serta iklim sekolah yang aman, inklusif dan berkebinekaan.
Kurikulum Merdeka diterapkan di berbagai sekolah di seluruh Indonesia, baik di kota besar maupun daerah terpencil. Penerapan ini tidak hanya terbatas pada sekolah reguler, tetapi juga mencakup Sekolah Luar Biasa (SLB) dan sekolah inklusi yang menyediakan pendidikan bagi siswa dengan beragam kebutuhan khusus. Kepala sekolah, guru, tenaga pendidik, dan tentunya para siswa dengan kebutuhan khusus, adalah aktor utama dalam implementasi ini. Selain itu, orang tua siswa dan para ahli pendidikan juga turut berperan dalam mendukung penerapan kurikulum ini agar dapat berjalan dengan optimal.
Tujuan utama dari Kurikulum Merdeka adalah untuk memberikan pendidikan yang lebih inklusif dan adaptif, memungkinkan siswa untuk belajar sesuai dengan potensi dan minat mereka. Dalam konteks pendidikan khusus, kurikulum ini diharapkan dapat memberikan pendekatan yang lebih individual, membantu siswa dengan kebutuhan khusus mengembangkan kemandirian, keterampilan hidup dan akademik yang relevan. Kurikulum Merdeka juga dirancang untuk mengurangi beban administrasi guru, sehingga guru dapat lebih fokus pada pengembangan siswa.
Implementasi Kurikulum Merdeka di sekolah khusus dan sekolah inklusi dilakukan dengan berbagai penyesuaian. Guru diberikan kebebasan untuk menyusun rencana pembelajaran baik berupa RPP ataupun Modul Ajar yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap siswa. Di sekolah inklusi misalnya, siswa dengan kebutuhan khusus diberikan pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan mereka, sementara siswa reguler tetap mendapatkan pembelajaran yang menantang sesuai minat, kebutuhan belajar dan Capaian Pembelajaran yang sesuai. Kegiatan pembelajaran diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan belajar siswa yang beragam, tidak terkecuali siswa berkebutuhan khusus.
Namun, implementasi Kurikulum Merdeka juga menghadapi tantangan signifikan. Tantangan utama adalah terkait kesiapan guru dalam mengimplementasikan pendekatan yang lebih personal dan inklusif serta keterbatasan sarana dan prasarana yang ada, terutama di sekolah-sekolah di daerah terpencil. Selain itu, kebutuhan untuk memberikan pelatihan khusus kepada guru agar mampu memanfaatkan fleksibilitas kurikulum juga menjadi hal yang perlu untuk diperhatikan.
Dampak dari penerapan Kurikulum Merdeka pada siswa dengan kebutuhan khusus tentunya bervariasi. Di sisi positif, kurikulum ini memungkinkan mereka untuk belajar dalam tempo yang lebih sesuai dengan kebutuhan mereka, dengan materi yang lebih relevan dan praktis. Namun, jika tidak diimbangi dengan dukungan yang memadai, ada risiko siswa dengan kebutuhan khusus justru tertinggal karena perbedaan kemampuan yang signifikan dengan teman-teman mereka di kelas inklusi.
Secara keseluruhan, penerapan Kurikulum Merdeka dalam pendidikan khusus dan inklusi membuka peluang besar untuk pendidikan yang lebih inklusif dan adaptif, namun juga memerlukan komitmen dan dukungan yang kuat agar semua siswa, termasuk yang berkebutuhan khusus, dapat merasakan manfaatnya secara optimal.
Nah sahabat guru, jadi dalam pendidikan khusus dan pendidikan inklusif guru diberi kewenangan untuk melakukan adaptasi kurikulum sesuai hasil asesmen dan kebutuhan belajar siswa ya. Sebagai pendidik jangan ragu untuk terus belajar, berefleksi, berbagi dan berkolaborasi untuk mewujudkan sekolah yang kita cita-citakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H