[caption id="attachment_331256" align="alignnone" width="297" caption="Gita Wiryawan / detik.com"][/caption]
Saat Mantan Menteri Gita Wirjawan menyampaikan pengunduran diri untuk maju ke Konvensi Partai Demokrat, awal tahun ini, dia mengatakan bahwa Konvensi itu sangat penting sekali bagi kepentingan bangsa.
Kenapa Gita Wiryawan begitu percaya diri untuk maju menjadi Presiden? Siapa dia ?
Gita lahir di Jakarta 49 tahun lalu, berlatar belakang keluarga dengan ekonomi yang sangat mapan. Dia mengecap pendidikan di Harvard University. Tak banyak orang Indonesia yang bisa mengecap pendidikan di universitas itu. Jika mereka sempat belajar di sana, tentu mereka kembali ke Indonesia dengan bekal ilmu yang cukup untuk menjadi pengusaha atau birokrat ternama.
Gita yang berayah seorang dokter yang bekerja untuk WHO, berpindah-pindah negara tempat tinggal dan sudah tercukupi secara materi. Dia sudah bisa main golf di usia 10 tahun dan mulai mencintai jazz di usia 13 tahun.
Selepas S-1, ia berkarier sebagai seorang bankir di Citibank. Dilanjutkan di tahun 2000, Gita berhasil menamatkan kuliah S2 nya di Harvard lalu bekerja di Goldman Sachs Singapura hingga tahun 2004. Goldman Sachs adalah sebuah bank yang didirikan oleh Marcus Goldman. Pada tahun 2005 ia pindah bekerja ke ST Telekomunikasi, Singapura. Di perusahaan tersebut, ia bekerja selama kurang lebih satu tahun sebelum akhirnya bergabung ke JP Morgan Indonesia.
Tahun 2008, Gita mendirikan Ancora Capital. Perusahaan barunya ini berfokus pada investasi di sektor energi dan sumber daya alam.
Pada 11 November 2009, Gita ditunjuk Kabinet Indonesia Bersatu jilid II sebagai Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM). Selanjutnya pada tahun 2011, ia ditunjuk menjadi Menteri Perdagangan menggantikan Mari Elka Pangestu.
Saat menjadi Menteri Perdagangan inilah Gita banyak melakukan kebijakan yang tidak memihak rakyat kecil. Terutama beberapa butir kesepakatan di APEC dan WTO yang mempersempit subsidi bagi petani.
Harusnya Indonesia tidak mencantumkan pasal itu karena Indonesia harus bersungguh-sungguh membangun pertanian dan agribisnisnya. Pasal soal subsidi petani itu akan mempersulit Indonesia dan beberapa negara lain seperti India untuk mendorong para petani untuk bisa mandiri.
Gita juga tak bersungguh-sungguh membeli Usaha Kecil dan Menengah –UKM, karena beberapa kebijakan yang dibuatnya, tidak dikawalnya dengan sungguh-sungguh sehingga merugikan pengusaha kecil itu sendiri.
Memang sukar bagi menteri yang akrab dengan piano, jazz dan golf ini untuk mengerti apa yang dirasakan kaum kecil
Akhirnya Gita mundur sebagai Menteri Perdagangan, setelah hanya tiga tahun menjabat. Yang jelas, tiga tahun yang penuh keputusan buruk. Keputusan yang akan mempersulit posisi Indonesia ke depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H