Sejak awal Oktober, tepatnya usai pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja oleh DPR pada tanggal 5/10/2020, beberapa komponen masyarakat dalam hal ini buruh dan mahasiswa melakukan unjuk rasa sebagai protes atas pengesahan UU yang dinilai banyak orang akan merugikan pekerja (buruh) dan cenderung merusak lingkungan Indonesia. Mereka menuntut agar DPR membatalkan UU ini.
Kaum pekerja melakukan aksi mereka di sekitar tempat bekerja, semisal buruh di beberapa pabrik di Tangerang melakukan aksi di Tangerang, begitu juga buruh di Bekasi. Sedangkan mahasiswa melakukan koordinasi perkota, sebagian menggunakan media sosial, semisal tagar #GejayanMemanggil adalah ajakan melakukan demo di sekitar kota Yogyakarta.Â
Demo seperti itu juga terjadi di banyak kota di Indonesia antara lain Jakarta, Surabaya, Denpasar, Bandung dan beberapa kota kecil lainnya. Mereka lalu menggunakan tagar #MosiTidakPercaya dan (sayangnya) beberapa demo disertai anarkisme seperti merusak dan membakar tempat layanan public.
Menurut Wikipedia, mosi tidak percaya lebih sering terjadi dibentuk pemerintahan parlementer yang merupakan sebuah prosedur yang digunakan anggota parlemen oposisi untuk mengalahkan anggota parlemen lain dengan alasan tidak bisa menyelesaikan satu masalah atau mempermalukan. Sejarahnya pada tahun 1782 pasukan Inggris alami kekalahan di Yorktown atas Amerika Serikat (AS) dan Perancis. Atas hal itu parlemen menyatakan sikap tidak percaya kepada kabinet dan PM Lord North mengajukan pengunduran diri kepada Raja George III.
Dalam sejarah Indonesia, pada tahun 1951 kabinet Natsir yang mendapat mosi tidak percaya dari parlemen karena dianggap tidak bisa menyelesaikan masalah Papua Barat. Dimana dalam perundingannya dengan Belanda, Belanda mengakui kemerdekaan namun tidak termasuk Papua. Â Alasan kedua adalah karena mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) no 39 tahun 1950 tentang DPRD yang dianggap menguntungkan partai Masjumi (partai yang menaungi Natsir). Natsir dianggap tidak cakap menjalankan pemerintahan dan akhirnya mengembalikan mandat kabinet kepada Presiden RI, Ir. Soekarno.
Demo atas UU Cipta Kerja yang kemudian membawa misi #MosiTidakPercaya dari mahasiswa kepada DPR dan Pemerintah, sebenarnya tidak ada dalam mekanisme perintahan kita yang presidensial, untuk benar-benar menggulingkan pemerintah.Â
Beberapa politisi dan akademisi menilai bahwa demo dengan membawa misi ini sejatinya adalah demokrasi yang merupakan fungsi control sosial dari rakyat kepada pemerintah dan DPR. Tapi fenomena ketidakpercayaan dari komponen masyarakat itu sebenarnya bisa kita telaah bersama.
Secara sosiologi politik, setiap negara punya trust culture (budaya saling percaya) dari masyarakat kepada pemerintah termasuk setiap institusi yang melayani masyarakat.Â
Trust culture merupakan modal sosial dipercaya oleh penemunya yaitu sosiolog Francis Fukuyama sebagai elemen dasar dan penting bagi kemajuan sebuah bangsa, di atas elemen sumber daya alam, sumber daya manusia, kondisi ekonomi dan politik dll. Konsep Fukuyama itu diterbitkan dalam bukunya berjudul  Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity (1995).
Jika trust culture tinggi, maka semua sisi penggerak masyarakatnya menuju (bersinergi) pada kondisi yang lebih baik. Sehingga elemen-elemen berdemokrasi seperti pilpres, pilkada, penolakan terhadap RUU atau UU adalah sebuah proses 'menjadi' untuk mengarah pada trust culture yang lebih baik. Semakin sering 'proses menjadi' ini ada, maka kita akan terlatih untuk sebuah kondisi memberi kepercayaan kepada pihak lain.
Dengan demikian proses-proses yang kita hadapi ini merupakan kondisi untuk menjadi lebih baik.  Asal masing-masing komponen beritikad baik untuk lebih memajukan Indonesia dibanding sebelumnya. Sehingga pada suatu ketika kita bisa mencapai Indonesia yang semula low trust culture menjadi high trust culture.