Mohon tunggu...
Nuning Listi
Nuning Listi Mohon Tunggu... Wiraswasta - ibu rumah tangga

Seorang ibu rumah tangga biasa yang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Terprovokasi Intoleransi yang Bisa Hancurkan Negeri

14 September 2019   15:56 Diperbarui: 14 September 2019   16:01 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toleransi Harga Mati - www.idpengertian.com

Baru saja, jutaan generasi penerus negeri ini meneruskan pendidikannya di berbagai lembaga pendidikan, mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA, SMK hingga perguruan tinggi. Kedatangan para generasi penerus ini bukan untuk menghabiskan waktu, bukan untuk nongkrong, ataupun bukan untuk bermain, tapi untuk menuntut ilmu. Ilmu yang dimaksud ini bisa bermacam. Bisa yang dari dalam kelas ataupun diluar kelas. Keinginan untuk menuntut ilmu inilah kemudian dimanfaatkan oleh pihak yang tak bertanggung jawab untuk menyusupkan radikalisme dengan konsep yang berbeda.

Apa itu radikalisme dengan konsep berbeda? Mungkin beberapa waktu lalu kita pernah mendengar HTI, yang kemudian dibubarkan oleh pemerintah karena dianggap menyebarkan radikalisme di Indonesia. Organisasi ini sebelumnya aktif beraktifitas di dalam kampus. Mereka masuk melalui dakwah dan beberapa aktifitas ekstra kampus. Tentu orang berpikir tidak ada yang salah dengan aktifitas dakwah. Namun, jika materi dakwahnya adalah mengandung konsep yang tidak sejalan dengan Pancasila, yang tidak sejalan agama dan budaya di Indonesia, apakah hal itu bisa dianggap wajar? Tentu tidak.

Di masa tahun ajaran baru seperti ini, seringkali kelompok radikal ini menawarkan hal baru kepada siswa-siswa baru. Sebagai siswa baru, tentu akan senang sekali jika mendapatkan banyak teman, mendapatkan pengalaman baru, mendapatkan pemahaman baru. Karena niatnya melanjutkan pendidikan salah satunya untuk mendapatkan hal tersebut. Di titik inilah orang tua harus selalu mengingatkan kepada anak-anaknya. Boleh anak mencari jati dirinya, tapi tetap harus sepengetahuan orang tua. Karena itu jangan biarkan anak-anak kita sendirian.

Teruslah membekali anak-anak dengan dasar yang kuat. Dasar yang kuat itu adalah agama dan budaya. Memahami agama dan budaya secara benar dan utuh, akan melahirkan generasi yang toleran. Negeri ini butuh generasi yang toleran, bukan generasi yang intoleran. Negeri ini butuh generasi yang cerdas, bukan generasi yang keras. Negeri ini juga butuh generasi yang ramah, bukan generasi yang pemarah. Semua itu bisa dilakukan, jika kita memberikan pemahaman agaman dan budaya yang benar.

Kenapa dasar-dasar ini perlu dikuatkan? Karena saat ini eranya ujaran kebencian meraja rela. Tidak hanya itu, ujaran kebencian ini seringkali dipadukan dengan informasi bohong atau hoaks. Masyarakat yang tingkat literasinya rendah, sudah pasti akan mudah menjadi korban provokasi. Orang semacam ini akan mudah sekali dibohongi. Negeri ini butuh generasi yang kuat dan cerdas. Untuk menjadi generasi penerus, maka harus mempunyai fondasi yang kuat.

Kebencian dan kebohongan tidak perlu dijadikan dasar. Kebencian dan kebohongan hanyalah akan menghancurkan kerukunan yang telah ada. Ironisnya, yang menyebarkan dan yang menjadi korban umumnya adalah anak-anak muda. Mari kita saling introspeksi dan menyelamatkan anak-anak yang menjadi penerus negeri ini dari segala pengaruh buruk. Seperti kita tahu, penyebaran intoleransi dan radikalisme saat ini kian mengkhawatirkan. Tidak hanya melalui dunia nyata, tapi juga masuk melalui dunia maya. Dan provokasi bernuansa intoleransi dan radikalisme, terbukti akan menghancurkan negeri ini. Jangan menjadi generasi yang pasif. Mari aktif melawan intoleransi dan radikalisme. Kapan pun dan dimanapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun