Mohon tunggu...
Nuning Listi
Nuning Listi Mohon Tunggu... Wiraswasta - ibu rumah tangga

Seorang ibu rumah tangga biasa yang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Toleransi, Penangkal Ideologi Transnasional

12 Maret 2018   08:54 Diperbarui: 12 Maret 2018   09:19 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada desa di wilayah timur pulau Jawa. Namanya desa Sukoreno. Berada di selatan kabupaten Jember, Jawa Timur Tanah di desa Sukoreno sangat subur dan sistem pengairan / irigasi cukup bagus sehingga pertanian juga bagus seperti padi, jagung, palawija, tebu dan jeruk. Kebun jeruk inilah yang di rasakan masyarakat desa Sukoreno ( dan sekitarnya ) mampu mengangkat taraf kehidupannya. Selain bertani dan berkebun, sebagaian masyarakat Sukoreno bermata pencaharian berdagang / wiraswasta.

Yang menarik adalah warga Sukoreno selama puluhan tahun hidup dalam tokeransi yang sangat baik. Masjid, Gereja, dan Pura dibangun saling berdekatan, nyaris hanya berjarak 300 meter satu sama lain. Tidak itu saja. Masyarakatnya juga hidup rukun berdampingan.

Mereka saling menghormati satu sama lain; Umat muslim, kristiani, Hindu dan Budha . Bahkan ada kebiasaan yang baik, diantara mereka adalah saling membersihkan rumah ibadat. Karena dengan saling tahu dan paham itu mereka merasa memiliki.

Umat yang berbeda keyakinan juga saling memberikan penghormatan. Umat Kristiani selalu memberikan selamat Idul Fitri kepada umat muslim. Begitu juga umat muslim dan penganut agama lain juga memberikan selamat kepada umat kristiani dengan berkeliling kepada umat yang merayakan itu. Bahkan Kepala Desa Sukorena selalu hadir tanpa pernah absen, meskipun berbeda keyakinan. Begitu juga terjadi saat Galungan- Kuningan untuk masyarakat Hindu. Bahkan mereka juga melaksanakan acara Pengerupukan (pawai ogoh-ogoh) menjelang hari Nyepi yang amat sakral bagi umat Hindu. 

Mereka sudah terbiasa hidup berdampingan. Kuncinya adalah menghormati satu sama lain. Inilah salahsatu cara ampuh untuk merawat keberagaman. Masyarakat ingin membiasakan hidup berdampingan tanpa ada perselisihan. Damai, tenang dan hidup rukun.

Di Jawa Timur ada juga desa yang mirp dengan Sukorena , bernama Klepu. Desa Klepu berada di kabupaten Ponorogo. Berjarak sekitar 30 km dari pusat kota Ponorogo, desa Klepu sebenarnya adalah wilayah yang dikaruniai potensi alam yang elok. Pegunungan, hamparan sawah dan kali berbatu merupakan pemandangan yang lumrah menghiasi jalanan menuju Klepu.

Mayoritas masyarakat Klepu berprofesi sebagai petani. Keramahan dan kerukunan memang cukup terasa di sini, tanpa dibuat-buat-bentuk sikap sosial yang masih jamak bisa ditemui di desa-desa pegunungan. Di Klepu ada Gua Maria Fatima dekat sebuah sendang (danau kecil) Tak Jauh dari Gua Maria Fatima ada masjid yang atapnya bersusun tiga. Mereka tak mempermasalahkan dan hidup berdampingan.

Umat Kristen Katolik dan Islam hidup tenang di desa Klepu. Mereka juga saling menghargai satu sama lain sebagai sebuah komunitas desa.

Beberapa waktu lalu, desa ini juga mendapat pengaruh dari luar berupa ideologi radikal dari luar Indonesia. Kaum cendekiawan sering menyebutnya dengan ideologi transnasional. Begitu juga desa Sukoreno. Keterpencilan mungkin jadi ukuran soal tinggi rendahnya akidah. Mereka merasa akidah penduduk desa yang jauh dari pusat kekuasaan itu harus tinggi. Ada beberapa hal yang mereka intervensi, misalnya soal cadar, tindakan-tindakan radikal dll.

Namun pengaruh radikal dan intoleransi itu tidak mudah masuk ke dua desa itu karena mereka sudah memahami bagaimana memaknai agama tidak dengan teori namun dengan tindakan nyata. Inilah yang disebut toleransi dalam hal nyata. Akhirnya kebersamaan dengan segala perbedaan itu bisa membendung pengaruh buruk dari luar, termasuk radikalisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun