Mohon tunggu...
Nastiti Cahyono
Nastiti Cahyono Mohon Tunggu... Editor - karyawan swasta

suka menulis dan fotografi

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ironis, yang Muda yang Terteror

17 April 2015   17:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:58 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14292668071466442965

[caption id="attachment_378882" align="aligncenter" width="563" caption="tribune.com.pk"][/caption]

Jika masih beranggapan bahwa simpatisan terorisme berasal dari mereka-mereka yang termarjinalkan, mungkin perlu dipikir ulang. Mengingat beberapa pemberitaan di media masaa yang mengabarkan kian meningkatnya jumlah orang-orang dari kalangan menengah dan bahkan terpelajar, khususnya dari kelompok usia muda, terpengaruh paham radikal, jelas terpampang fakta bahwa terorisme tidak pandang bulu dalam melakukan propaganda.

Saat ini banyak diketahui bahwa simpatisan terorisme banyak bermunculan dari kalangan anak muda yang terpelajar. Entah itu masuk menyelinap melalui sekolah maupun perguruan tinggi, eksistesi propaganda paham radikal kini telah menjadi ancaman yang serius bagi anak muda. Pertanyaan saya adalah mengapa anak-anak muda yang cerdas justru mudah terpengaruh oleh paham radikal?

Mungkin hal tersebut dapat dirunut dari fakta umum yang mengatakan bahwa anak muda (rentang usia 18 s/d 25 tahun) merupakan kelompok yang masih memiliki tingkat labil cukup tinggi. Di kelompok rentang usia tersebut masih merupakan rentang masa pencarian jati diri. Secara ilmiah, rentang usia tersebut masih memiliki sistem kognisi dan proses mengolah pengetahuan yang terbuka. Mereka begitu mudah mencerna tanpa harus terprovokasi. Hal ini menjadi peluang bagi paham radikal untuk masuk meracuni pemikiran anak muda.

Menurut psikolog sosial yang banyak meneliti persoalan terorisme dan internet dari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Mirra Noor Milla, kondisi seperti di atas sering kali dimanfaatkan propaganda sesat, termasuk radikal, untuk melancarkan propagandanya. Berbagai upaya ditempuh oleh para penyebar ideologi sesat untuk memengaruhi kognisi anak muda sehingga merasa tidak berdaya. Ketika kondisi tersebut berhasil dicapai, maka dengan mudah paham radikal pun dapat dimasukkan.

Tidak berdaya di sini berarti lebih dari sekadar lemah karena merasa termarjinalkan, melainkan juga dapat diakibatkan kehilangan pemaknaan diri yang berawal dari perasaan ‘tidak ada yang mengerti dirinya.’ Ketika ada satu paham tidak dikenal yang datang menjanjikan suatu eksistensi, maka hal tersebut dapat menjadi sesuatu yang menggoda untuk diikuti. Sungguh mengerikan.

Selain itu, paham radikal juga dapat meracuni anak muda yang tidak terbiasa berpikir kritis. Mengapa bisa begitu? Kita sering melihat pola pendidikan saat ini lebih banyak menekanan pada pemahaman, namun dengan sedikit proses analisis. Terlebih dengan masih sering ditemuinya pola pengasuhan yang menghalangi pengajuan pendapat dari anak juga turut mempekeruh kondisi. Jika hal ini dibiarkan, lama-lama dapat mematikan daya pikir anak muda.

Berpikir kritis merupakan kemampuan yang wajib dimiliki oleh mereka-mereka yang beranjak dewasa. Berpikir kritis dapat menjadi alat bagi manusia agar tidak salah dalam memilih jalan hidupnya. Berpikir kritis juga dapat menjadi tameng dalam menghalau masuknya paham-paham sesat, seperti radikalisme, di masyarakat.

Mari kita sejenak perhatikan bagaimana pola pedidikan dan pengasuhan generasi muda. Amati dengan cermat, jika ada yang buruk dan menghalangi perkembangan kognitif dan berpikir kritis, maka segeralah dibuang. Mari dorong semangat berpikir kritis dan cinta tanah air di diri anak muda sehingga mampu membentuk pertahanan yang kuat dalam menyikapi masuknya paham-paham radikal agar tidak mudah terpengaruh olehnya. Salam damai!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun