Beberapa waktu lalu, pemerintah Indonesia pernah melarang salah satu organisasi massa yang berbasis agama untuk melakukan kegiatan di Indonesia. Organisasi massa yang sudah dilarang berkegiatan di Indonesia (tanpa perlu saya sebut namanya) kerap menyodorkan isu kekhalifahan kepada masyarakat bahkan memprovokasinya dengan maksud agar masyarakat khususnya umat muslim mendesak pemerintah untuk mengubah dasar dan filosofinya ke syariaat islam.
Ormas itu seringkali membagi narasi-narasi yang mengagung-agungkan kekaisaran Utsmani sebagai representasi bentuk yang mereka angggap ideal yaitu kekhalifahan itu. Bahkan mereka sering menguasai perbincangan di media sosial dan memberi tagar #WeNeedKhilafah atau memberi tagar #DemokrasiSistemKufur atau juga #KhilafahAjaranIslam.
Tagar-tagar itu mereka konstruksi sendiri untuk mendulang simpati massa. Mereka membuat seakan apa yang mereka sodorkan itu semisal #WeNeedKhilafah adalah jawaban terbaik atas persoalan atau konflik yang saat ini terjadi misalnya Israel Palestina atau kaum muslim Rohingya di Myanmar dan Bangladesh maupun suku Uighur di China. Melalui tagar itu lalu terselip pesan bahwa penting untuk membangkitkan khilafah sebagai alternatif berbagai pertikaian di dunia saat ini.Apalagi tahun ini, adalah peringatan 100 tahun meredupnya kekhialifahan Utsmani. Dalam narasi yang mereka bangun seperti mengingatkan umat muslim bahwa Islam pernah Jaya du dunia dan menguasai 1/3 dunia mulai dari Eropa Tenggara Asia Barat dan Afrika Utara. Mereka selalu mendesak bahwa khilafah adalah kewajiban syariah islamyang harus ditunaikan
Narasi sejarah khilafah Utsmani sendiri haruslah diluruskan. Utsmani bukanlah khilafah ideal yang seperti islam mula-mula berkembang. Sistem khilafah itu sendiri untuk pertama kalinya diterapkan kepada para Khalifah Khulafaurrasyidin yang secara tegas adalah sebagai Khalifaturrasul. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar Siddiq dan Umar bin Khattab, konsep Khalifah masih murni, yakni sebagai pelanjut Rasul. Namun, pada masa Utsman bin Affan, nepotisme dominan, konsep Khilafah mulai bermuatan konsep kesukuan dan jauh dari konsep awal. Sedangkan pada masa Ali bin Abi Thalib, muatan kompetisi antar sesama pemimpin i dalam suku Quraisy semakin menonjol dalam sistem Khilafah.
Lalu pada masa Daulat Bani Umayyah, Daulat Bani Abbasiyah, dan Daulat Bani Utsmaniyah, konsep muatan kesukuan itu semakin besar dan merajalela, bahkan para khalifah pun diangkat berdasarkan keturunan. Lalu pada zaman modern, konsep Khilafah didengungkan setelah runtuhnya Daulat Turki Utsmani (1924), dan lebih nyaring bunyinya di wilayah Palestina dan Anak Benua India.
Nah inilah yang mendasari kenapa kekhilafahan tidak ideal lagi untuk masa sekarang ini. Negara-negara Islam yang tua dan besarpun tidak ada yang menganggap konsep negara mereka sebagai khilafah. Arab saudi atau Brunei Darussalam, misalnya. Memakai konsep monarchi absolut sebagai bentuk negara dan tidak berubah sampai sekarang.
Itulah sebabnya, tidak usah lagi peduli pada narasi dan provokasi yang menghendaki kekhalifahan berlaku di negara ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H