Penghujung bulan Ramadhan dan awal Idul Fitri yang diperingati dengan meriah oleh sebagian besar kaum muslim di seluruh penjuru dunia, namun di sisi lain ada yang pilu saat itu. Kaum muslim yang ada di tanah Palestina harus menghadapi kekerasan yang dilakukan oleh Israel. Korbannya adalah masyarakat yang sedang beribadah tarawih dan menjalani puasa. Beberapa media memberitakan soal korban yang meninggal dan terluka karena serangan itu, termasuk juga wanita dan anak-anak.
Kisah ini memang menegangkan sekaligus mengejutkan karena tercatat sebagai serangan yang paling dahsyat sejak berdirinya negara Israel pada tahun 1948. Israel selalu menekan Palestina karena mereka merasa bahwa wilayah itu adalah tanah perjanjian seperti yang disebutkan di kitab suci kaum Yahudi. Padahal masyarakat Arab yang meninggali Palestina juga merasa bahwa tanah itu leluhur mereka.
Jika kita runut pada sejarah yang menyertai mereka, ini adalah rentetan penanganan koloni Inggris yang tidak terselesaikan dengan baik. Usai perang dunia pertama, Inggris mengambil alih kawasan yang terkenal dengan Palestina setelah kesultanan Utsmaniyah kalah dalam PD 1. Kawasan itu ditempati oleh minoritas Yahudi dan kaum Arab yang beragama Islam
Atas kebijakan Inggris, antara tahun 1920 -- 1940 orang Yahudi diperbolehkan menempati wilayah Palestina. Saat situasi memburuk pada orang Yahudi di dunia karena anti semitisme di Jerman dan persekusi kaum Yahudi di beberapa negara di Eropa, semakin banyak lagi kaum Yahudi yang datang.
Kaum yang datang belakangan di Palestina punya perbedaan visi soal kaum mereka. Kaum Yahudi yang sejak awal tinggal di Palestina yang sering disebut Yishuv yang terbiasa hidup damai dan berdampingan dengan masyarakat Arab di Palestina; tidak punya keinginan untuk mendirikan negara sendiri, tapi kemudian muncul pertikaian sporadis sampai skala besar sejak itu.
Karena Inggris tidak bisa menyelesaikan dengan baik, kemudian masalah ini diserahkan kepada PBB. Lalu karena alasan kebangsaan, kaum Yahudi yang sebelumnya terusir dari Eropa berkeinginan untuk mendirikan sebuah negara Yahudi yang disebut dengan Israel pada tahun 1948. Lalu PBB juga mengelola wilayah itu namun konflik belum terselesaikan sampai sekarang, hingga pada serangan besar yang terjadi beberapa minggu lalu itu.
Sehingga, kita juga harus jernih melihat masalah itu dengan baik; bahwa konflik ini bersumber pada penanganan yang salah soal tanah ini , baik oleh Inggris bahkan oleh PBB yang belum juga mendapat solusi tepat soal wilayah itu. Jangan disempitkan soal agama dan perjuangan membentuk kekhalifahan.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H