Indonesia adalah negara yang mempunyai keragaman suku, budaya, bahasa, adat istiadat, hingga agama. Keragaman ini sudah ada sejak Indonesia belum menjadi negara.Â
Bahkan, ketika sebelum Islam masuk ke tanah Jawa pun, mayoritas masyarakat Indonesia ketika itu sudah ada yang memeluk agama Hindu dan Budha.Â
Ada juga yang memeluk aliran kepercayaan. Ketika Islam masuk pun, tidak ada peristiwa pemaksaan. Tidak ada yang ditindas dan menindas. Yang terjadi justru akulturasi antara Islam dengan budaya lokal. Akhirnya masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam. Beginilah sejatinya kita, masyarakat Indonesia.
Ironisnya, keragaman yang menjadi karakter masyarakat Indonesia ini belakangan seringkali dipersoalkan oleh kelompok tertentu. Persoalan mayoritas minoritas seringkali dimunculkan.Â
Ketika memasuki tahun politik, persoalan ini kemudian dipolitisasi oleh oknum elit tertentu, dan akhirnya membuat masyarakat di level bawah mengalami kebingungan.Â
Di daerah, persoalan pribumi non pribumi juga masih ada terjadi. Menguatnya primordialisme dan politik identitas ini, dikhawatirkan bisa memicu terjadinya konflik berkepanjangan di tengah masyarakat.
Kalau kita lihat sejarah, Indonesia sudah beragam sejak dulu. Jika keberagaman itu dipersoalkan saat ini, sungguh sangat disayangkan. Jika dari dulu kita bisa saling menghargai dan menghormati antar sesama, kenapa saat ini justru hal ini menjadi luntur?Â
Jika kita bisa saling tolong menolong tanpa mempertanyakan latar belakang identitasnya, kenapa sekarang ini harus pilih-pilih dulu untuk menolong antar sesama manusia? Kita adalah sama-sama makhluk ciptaan Tuhan.Â
Kita juga tinggal di bumi yang sama. Semestinya tidak perlu saling mencaci, saling menghina, saling menebar kebencian dan kebohongan antar sesama.
Ingat, kita tidak bisa merdeka ketika itu karena perjuangan melawan penjajah yang dilakukan masih bersifat kedaerahan atau masing-masing. Namun ketika perjuangan dilakukan secara bersama-sama, penjajah akhirnya pergi setelah selama 350 menjajah Indonesia.Â
Ini membuktikan bahwa persatuan merupakan kekuatan. Dalam pertempuran 10 November di Surabayua, tidak hanya dilakukan oleh tentara, tapi juga dilakukan oleh masyarakat biasa termasuk para ulama dan santri. Ini merupakan contoh lagi yang bisa kita jadikan pembelajaran saat ini.