Baru-baru ini ramai di masyarakat terkait ucapan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie saat menanggapi peningkatan jumlah UKT di beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Ibu Tjitjik menyebutkan bahwa kuliah adalah kebutuhan tersier, yakni hanya segelintir orang yang dapat merasakannya. Namun, dalam era globalisasi dan persaingan ketat ini, paradigma tersebut perlu diubah. Pendidikan tinggi harus dilihat sebagai investasi esensial bagi masa depan bangsa, bukan sekadar aksesori sosial.
Pendidikan tinggi sebagai sarana untuk menyiapkan sumber daya manusia, dengan mengacu pada kebutuhan yang ada. Perguruan tinggi mempersiapkan lulusannya untuk dapat mengisi dan menyesuaikan diri dengan tuntutan baru sebagai dampak dari perubahan global. Â Ironisnya, meski banyak lulusan sarjana yang dihasilkan setiap tahunnya, angka pengangguran di kalangan mereka tetap tinggi. Fenomena ini menuntut kita untuk mempertimbangkan kembali peran dan relevansi pendidikan tinggi dalam konteks kebutuhan bangsa.
Pertama, penting untuk memahami bahwa pendidikan tinggi bukan hanya tentang mendapatkan gelar, melainkan proses pembentukan kompetensi dan keterampilan yang relevan dengan tuntutan zaman. Sayangnya, kurikulum di banyak perguruan tinggi di Indonesia masih belum sepenuhnya mampu menjawab tantangan dunia kerja yang dinamis. Kesalahan besar terletak pada ketidaksesuaian antara keterampilan yang diajarkan dan yang dibutuhkan oleh industri. Akibatnya, banyak lulusan sarjana yang mengalami kesulitan menemukan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka.
Namun, fenomena ini bukan alasan untuk mengecilkan pentingnya pendidikan tinggi. Sebaliknya, ini adalah panggilan bagi pemerintah, institusi pendidikan, dan sektor industri untuk bersinergi lebih baik. Reformasi kurikulum yang lebih berorientasi pada kebutuhan pasar kerja harus segera dilakukan. Selain itu, program magang, pelatihan vokasional, dan kemitraan dengan industri harus diperkuat untuk memastikan bahwa lulusan tidak hanya memiliki pengetahuan teoretis tetapi juga keterampilan praktis yang siap untuk diaplikasikan.
Kedua, pendidikan tinggi juga harus menjadi sarana untuk mengembangkan soft skills seperti kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi, dan berkolaborasi. Di tengah perkembangan teknologi yang pesat, kemampuan ini menjadi semakin penting. Lulusan yang memiliki soft skills yang baik akan lebih fleksibel dan mampu beradaptasi dengan berbagai situasi, membuat mereka lebih diminati oleh perusahaan.
Selain itu, kita perlu mengubah mindset masyarakat yang masih menganggap bahwa tujuan utama pendidikan tinggi adalah mendapatkan pekerjaan yang baik. Pendidikan harus dilihat sebagai sarana untuk mengembangkan diri secara holistik, memupuk jiwa kewirausahaan, dan mempersiapkan individu untuk menjadi agen perubahan di masyarakat. Dengan demikian, pendidikan tinggi tidak hanya menghasilkan pencari kerja, tetapi juga pencipta lapangan kerja.
Namun, tanggung jawab tidak sepenuhnya berada di tangan pemerintah dan institusi pendidikan. Para mahasiswa dan lulusan juga harus proaktif dalam mengembangkan diri. Memanfaatkan berbagai platform belajar online, mengikuti seminar, workshop, dan kegiatan ekstrakurikuler bisa menjadi cara untuk meningkatkan kompetensi diri. Dengan demikian, mereka tidak hanya mengandalkan ijazah sebagai tiket masuk dunia kerja, tetapi juga memiliki portofolio keterampilan yang mumpuni.
Kesimpulannya, pendidikan tinggi adalah investasi jangka panjang yang sangat vital bagi masa depan bangsa. Dalam konteks ini, kita harus memahami bahwa kuliah bukan sekadar kebutuhan tersier, melainkan investasi yang sangat penting bagi individu dan masyarakat. Dengan mengakui nilai esensial dari pendidikan tinggi ini, kita dapat memastikan bahwa akses terhadap kuliah tidak hanya menjadi hak bagi segelintir orang, tetapi juga menjadi hak bagi semua individu yang ingin mengembangkan potensi mereka dan berkontribusi pada kemajuan bangsa. Tantangan pengangguran lulusan sarjana harus dijawab dengan kolaborasi erat antara pemerintah, institusi pendidikan, dan industri, serta kesadaran para mahasiswa untuk terus mengembangkan diri. Hanya dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa investasi dalam pendidikan tinggi benar-benar memberikan return yang maksimal bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H