Mohon tunggu...
Nunik Setiyo Utami
Nunik Setiyo Utami Mohon Tunggu... karyawan swasta -

manusia yg masih harus belajar dan belajar terus..

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jauh Jodoh, Bagaimana Menyikapinya??

25 Oktober 2013   12:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:03 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diusiaku yang penghujung 30-an, aku belum bertemu orang yang sekiranya akan mengajakku memasuki jenjang pernikahan. Banyak pihak yang menyatakan aku pilih-pilih. Apa salahnya dengan memilih? Apa salah jika aku mengajukan persyaratan bahwa calon suamiku harus manusia, laki-laki, hidup, muslim, punya pekerjaan tetap dan sedang tidak menikah dengan perempuan lain? G susah kan?

Aku tidak minta dia harus kaya, cukup punya penghasilan tetap yang bisa menghidupi dirinya dan akan jauh lebih baik bisa menghidupi keluarganya nanti. Aku tidak minta dia harus bujang, duda boleh tapi aku tidak mau jadi istri kedua. Bayangin harus bagi 2 itu syusye sekali..hehehehe.. Punya anak pun tidak mengapa toh aku seneng sama anak-anak. Aku juga tidak keberatan dia lebih muda dariku, walau itu sedikit bikin ga pede, apalagi kalau jauh sekali selisih usianya.

Yah, itu memang persyaratan standar. Tapi selain itu tentu saja akan muncul rasa cocok atau tidak pada saat proses perkenalan. Tidak sedikit lelaki yang diperkenalkan padaku. Tapi entah mengapa selalu mental ya. Entah dia yang kemudian mengundurkan diri atau akhirnya aku yang menyudahi. Proses aku yang menyudahi inilah yang kemudian membuat sahabat dan saudaraku menuduh aku terlalu pemilih. Kuakui beberapa diantaranya aku sudahi karena aku tidak suka dengan sifatnya, walau dia memenuhi syarat manusia laki-laki hidup punya kerja dan lagi g punya istri..hehehehehe.. Tapi sungguh aku tidak bisa membayangkan hidup berumah tangga dengan seseorang yang temperamental atau seseorang yang selalu bilang, “ok kamu lebih hebat dari aku, makanya kamu bersikap gitu” atau seseorang yang dengan bangga menunjukkan seluruh harta bendanya tapi tidak mau memberi uang seribu untuk pengemis yang mampir dimeja makan kita dengan bilang “dasar pemalas” atau lelaki yang pada saat bersamaan menjalin hubungan dengan 2/3 perempuan lainnya. Hik..

Tapi ketika aku bercerita semacam ini kepada salah seorang temanku, dia langsung tidak setuju denganku. Pernyataannya yang berkesan dan membekas sampai saat ini adalah “Kamu sudah tua nik, ingat masa produktif perempuan hanya sampai usia 40-an. Lebih baik kamu nikah dengan siapapun lelaki yang bersedia, supaya kamu bisa dapat keturunan. Setelah punya anak, dia berulah, ya bubar saja. Toh kamu perempuan mandiri, bisa menghidupi diri sendiri dan anak-anakmu nanti. Keturunan itu yang terpenting. Lainnya g penting.” Begitukah??

Jadi aku harus bagaimana? Sementara aku masih bermimpi mendapatkan suami yang bisa menjadi imam bagiku dunia akhirat. Aku masih bermimpi mendapatkan suami yang peduli, perhatian dan sayang padaku. Dan aku masih bermimpi untuk bahagia selamanya. I just want to being taken care.

Edisi curcol karena malas kerja..hehehehe..

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun