Mohon tunggu...
Nunik Hariyanti
Nunik Hariyanti Mohon Tunggu... -

Master Student of Strategic Communication Management (Chulalongkorn University), Alumnae of Communication Departement - UPN "Veteran" Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Sulitnya Pendistribusian Film oleh Komunitas Kampus

2 September 2012   15:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:00 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Oleh : Nunik Hariyanti

Ketika sebuah film sudah selesai diproduksi tahap selanjutnya adalah menikmatinya. Proses menikmati tidak terlepas dari sesuatu yang bernama ‘distribusi’. Pendistribusian sebuah film bagi para distributor film berjalur mainstream tentunya tidak sulit dilakukan karena sudah ada pasar yang siap menampung hasil film-film tersebut. Tempat menonton yang cukup nyaman, memiliki fasilitas suara yang mendukung serta gedung pemutaran yang jelas –yang tidak jarang berada di beberapa pusat perbelanjaan ternama–

Lantas untuk teman-teman yang memiliki jiwa dan semangat indie, di manakah tempat pendistribusian film-film yang telah dihasilkan?

Beberapa komunitas yang berangkat dari kampus, mereka mengaku bahwa film yang mereka hasilkan adalah sebuah film yang memiliki idealisme indie. Mungkin beberapa komunitas tersebut sudah melakukan pemutaran terhadap film yang mereka buat tersebut, tetapi film indie bukanlah sebuah keeksklusifan untuk beberapa orang saja yang dapat menikmatinya. Semangat indie yang dimiliki oleh para komunitas tersebut adalah berusaha untuk menyajikan sebuah tontonan yang lebih layak serta lebih memiliki pesan yang mendalam terhadap sesuatu hal yang sangat dekat dengan kita. Hal ini sangat jauh dari film-film mainstream yang hanya mempertontonkan hal-hal yang tidak jarang berbau pornografi.

Pemutaran yang dilakukan hanya dapat menjangkau sekian persen dari sasaran penonton hingga masih banyak orang tidak dapat menikmati film-film yang lebih memiliki kualitas pesan lebih baik. Sulitnya pendistribusian ini adalah karena belum adanya apresiasi antar sesama komunitas. Masing-masing komunitas masih bangga terhadap karya dari komunitasnya sendiri. Belajar dari pendistribusian musik-musik indie yang memiliki prinsip “dari kita, oleh kita dan untuk kita”, hal ini mungkin bisa diterapkan oleh para indie movie maker. Betapa pentingnya menghargai karya oranglain sehingga karya kitapun akan dihargai oleh banyak orang.

Membentuk jaringan antar sesama komunitas adalah cara yang sangat efektif, dimulai dari hal terkecil seperti dua komunitas yang bersedia membuat sebuah DVD kompilasi film-film dari komunitas tersebut. Dari bergabung dengan beberapa komunitas dan membentuk jaringan pastilah pendistribusian film oleh komunitas akan lebih mudah mencapai sasaran ke masyarakat umum. Sehingga film-film komunitas tidak menjadi sebuah film yang eksklusif yang ditonton oleh komunitas saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun