Mohon tunggu...
WAHYU CANDRAYANTI
WAHYU CANDRAYANTI Mohon Tunggu... Lainnya - Belajar menulis agar bisa lebih banyak berbagi

Bekerja di Yayasan Purba Danarta

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Ingin Ekonomi Keluarga Sehat Selama dan Setelah Pandemi? Yuk, Terus Lakukan 3 M

8 Maret 2021   15:45 Diperbarui: 8 Maret 2021   16:19 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Beberapa teman mengungkapkan bahwa ekonomi keluarganya malah makin kacau akibat perubahan kebiasaan belanja. Sebelumnya mereka punya kebiasaan belanja besar setiap awal bulan di supermarket dan belanja kecil seperti sayur, lauk dan buah secara mingguan di pasar tradisional. Anggaran belanja besar dan kecil dialokasikan secara disiplin, bahkan uangnya disiapkan dalam amplop-amplop terpisah. 

Mereka bercerita kebiasaan disiplin tersebut ambyar setelah beralih belanja online. Adanya diskon pembelian dalam jumlah tertentu maupun promo ongkir membuat mereka tergoda membeli dalam jumlah banyak melebihi kebutuhannya. 

Selain itu, kemudahan berbelanja online yang praktis, tanpa harus pergi keluar rumah memungkinkan mereka mengunjungi banyak 'toko online'. Akhirnya tidak hanya kebutuhan, tetapi barang-barang lain yang terlihat cantik dan menarik  juga dibeli alias lapar mata. Tentu ekonomi keluarga menjadi terganggu karena pengeluaran membengkak, sedangkan pemasukan cenderung tetap dan menurun.

Lakukan saja 3 M

Keseruan obrolan kami berlanjut dengan menghubungkan pengalaman kami sebagai ibu sekaligus 'mentri keuangan' di rumah dengan protokol kesehatan di masa pandemi. Kalau 3 M bisa mengurangi risiko tertularnya virus Covid-19, kita juga bisa menerapkan hal yang sama untuk mengurangi risiko memburuknya ekonomi keluarga.

Pertama, menjaga jarak. Artinya kita harus membuat jarak antara kebutuhan dan keinginan. Kalau selama ini banyak orang mengatakan kebutuhan dan keinginan itu bedanya tipis, kini saatnya memperlebar jarak antar keduanya. Pahami benar mana yang merupakan kebutuhan dan yang sebenarnya hanya keinginan.

Sebagai contoh, gadget di era sekarang ini sangat dibutuhkan sebagai sarana bekerja dan belajar, sehingga gadget merupakan kebutuhan seperti halnya sandang, pangan, papan. Namun, benarkah selalu demikian? 

Jika kita membeli makanan untuk memenuhi standar kecukupan gizi, berbelanja pakaian  sesuai kebutuhan dan kemampuan, atau pun memilih gadget sesuai spesifikasi yang dibutuhkan dalam bekerja, tentu itu semua bisa dikatakan kebutuhan. Namun, jika pertimbangan membeli adalah mengikuti trend, rasa gengsi dan malu jika tidak memiliki barang tersebut, atau hanya karena ada diskon  tentu ini bukan lagi kebutuhan tetapi keinginan.

Kedua, memakai masker saat belanja. Kalau masker yang kita pakai berlapis dua atau tiga, hal yang sama juga harus dilakukan saat belanja. Tentu masker yang dimaksud bukan sebagai filter untuk menyaring virus Covid-19 agar tidak masuk tubuh kita, tetapi maknanya mengajak kita menyaring apa saja yang dilihat dan diinginkan saat belanja. 

Kita harus selalu memikirkan ulang, 2-3 kali bahkan lebih, apakah barang yang akan kita beli memiliki manfaat dan fungsi yang memang kita butuhkan? Saring, saring dan saring, sehingga hanya barang-barang yang dibutuhkan yang dibeli.  Tidak ada lagi membeli barang secara impulsif atau terburu-buru, apalagi hanya karena pertimbangan emosional sesaat seperti tampilan menarik, kemasannya unik atau limited edition. 

Ketiga, mencuci tangan. Jika mencuci tangan menggunakan sabun bertujuan membunuh kuman. Mencuci tangan di sini bermakna membersihkan diri dari kebiasaan buruk yang mengganggu kesehatan ekonomi keluarga, seperti belanja tanpa rencana,  malas membuat anggaran, menabung menunggu sisa uang belanja, atau pun membeli barang hanya karena gengsi atau mengikuti trend.

"Mencuci tangan pakai sabun saja kadang malas karena mengakibatkan tangan kering, apalagi harus mencuci tangan versi ekonomi keluarga. Bisa-bisa mood jadi garing dan hidup terasa kering." Komentar spontan beberapa teman waktu itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun