ASEAN Economic Community (AEC) 2015 bisa menjadi anugerah bagi Indonesia, sekaligus menjadi musibah jika masyarakat kita tak kunjung berbenah. Kurang lebih satu tahun lagi masa itu akan datang. Untuk sekarang ini, coba bayangkan kita pergi ke suatu supermarket, ruko atau pasar traidisional untuk membeli kebutuhan pokok sehari-hari atau kebutuhan lainnya.  Apa yang akan kita lihat? Kemungkinan besar kita akan menemui penjual dengan kewarganegaraan Malaysia, Thailand, Myanmar, Laos, Brunei, Singapura, dan negara ASEAN lainnya. Atau bisa juga banyak sekali produk-produk luar Indonesia yang mereka perjualbelikan. Lalu, kemanakah para pekerja dan produk Indonesia? Bisa jadi kalah saing modal, kalah saing skill berbisnis atau kalah saing kualitas barang dagangan yang dijual.
Produk-produk dari negara-negara tetangga seperti beras dari Thailand sudah marak di Indonesia. Usaha tersebut merupakan salah satu langkah awal untuk mewujudkan AEC 2015 yang akan sangat berdampak bagi Indonesia baik positif maupun negatif. Positifnya, Indonesia bisa lebih giat meningkatkan nasionalisme dengan mencintai dan memakai produk dalam negeri, Indonesia dapat meningkatkan jaringan hingga ke luar negaranya. Namun, dampak positif yang mungkin diberikan oleh AEC tidak lebih banyak dari dampak negatif yang ada jika dilihat dari potensi bangsa Indonesia yang kurang bisa peka dalam menyambut AEC ini. Kebanyakan masyarakat Indonesia masuk ke golongan menengah yang berpotensi meningkatkan budaya konsumerisme seperti peningkatan kredit kendaraan. Dengan uang yang mereka peroleh sudah dapat digunakan untuk mengkredit mobil atau motor buatan luar negeri. Selain itu, Indonesia merupakan negara paling banyak jumlah penduduknya jika dibandingkan dengan negara ASEAN lain sehingga menyebabkan pasar besar bagi negara lain. Jika konsumerisme tidak bisa menjadi dampak positif, maka akan menjadi musibah.
Tidak hanya sektor perdagangan, sektor jasa pun Indonesia bisa saja dirugikan karena tingkat pendidikan di Indonesia belum sebagus di negeri lain (ASEAN). Terbukti dengan banyaknya pengangguran di Indonesia menunjukkan skill masyarakat kita belum bisa diandalkan ditambah lagi dengan tidak mendukungnya jumlah lowongan kerja yang disediakan. Ya, lagi-lagi karena budaya masyarakat kita adalah instan, maunya mendapatkan pekerjaan yang enak-enak seperti PNS, padahal untuk saat ini dan seterusnya sangat diperlukan para wirausaha. Kemudian jika dibandingkan negara lain, masyarakat Indonesia masih banyak yang belum menguasai bahasa asing untuk bisa bekerja di negara ASEAN lain yang menggunakan bahasa sehari-hari inggris atau lainnya. Mengingat, AEC akan menjadi pertukaran jasa antar negara juga, masyarakat Indonesia perlu belajar bahasa dan kepribadian bangsa lain.
Semakin dekatnya AEC 2015, pemerintah Indonesia justru tidak banyak mengambil langkah sosialisasi yang mendukung suksesnya AEC 2015. Selama ini yang bergulir adalah seminar-seminar tentang AEC, pemerintah belum mengambil langkah nyata dalam peningkatannya. Tahun 2014 sudah mulai berjalan, tahun 2015 di depan mata. Mungkin pemerintah masih berada dibelakang layar dalam upaya peningkatan mutu menyambut AEC 2015, atau mungkin saja pemerintah sudah percaya pada masyarakatnya untuk bisa menghadapi pergulatan ekonomi yang sangat besar nantinya. Justru tayangan-tayangan kurang edukatif yang selalu dielu-elukan, seperti humor-humor acara live di beberapa stasiun televisi yang membagi-bagikan uang, lucu-lucuan dengan memperlihatkan tayangan menggelikan yang berlebihan. Pemerintah sendiri juga malah asiik dengan isu-isu korupsi dan perluasan wilayah politik demi kekuasaan semata.
Tahun 2014 ini saja harga-harga barang sudah semakin meningkat, bukan tidak mungkin krisis keuangan akan kembali terjadi. Indonesia merupakan wahana besar untuk pasar usaha, jika tidak waspada AEC 2015 hanya akan menjadi bumerang bagi kita. Pemuda Indonesia harus banyak berperan dalam menyambut program akbar ini, tak boleh hanya berpangku tangan dan mengandalkan pemerintah yang masih sibuk berkutat dengan hal lain. Terlalu banyak urusan dalam negeri yang harus diselesaikan dan dibenahi hingga untuk memikirkan AEC 2015 masih nanti saja. Hanya saja, jika masyarakat tidak disosialisasikan dari sekarang untuk menyiapkan diri, maka Indonesia akan semakin tidak siap. Jangan hanya menunggu sosialisasi program kesiapan pemerintah, kita juga harus berusaha menyiapkan diri sendiri dengan berbagai usaha seperti peningkatan skill dan kualitas diri untuk produk dan jasa yang lebih baik. Masih banyak orang-orang yang belum tau apa itu AEC, apa untungnya? apa ruginya? Lalu, siapa yang harus disalahkan? Jangan salahkan pemerintah saja, namun diri kita sendiri juga bisa disalahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H