Mohon tunggu...
numut
numut Mohon Tunggu... -

seseorang yang selalu berusaha menempatkan sesuatu sesuai kapasitasnya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketertinggalan Prabowo dalam Berwacana dan Bekerja

25 Juli 2014   07:21 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:17 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bagaimana mungkin Prabowo mampu memimpin Indonesia kalau antisipasinya selalu terlambat dari Jokowi. Kalaupun mampu mengatasi masalahnya, maka dapat dipastikan Jokowi sudah beranjak ke tempat lain.

Beberapa contoh kecil :


  1. Pakaian kampanye : Semua sudah tau kalo seragam Gerindra itu berwarna krem. Tapi begitu melihat Jokowi memakai baju putih dengan 2 kantong, mereka dengan sengaja membuat seragam putih dengan 4 kantong. Sebagai orang kreatif, Jokowi jelas "tersinggung" dan lebih suka menggunakan seragam kotak-kotaknya kembali..
  2. Kebocoran : Di saat Prabowo masih mengeluh ada kebocoran anggaran, Jokowi sudah membuat perencanaan sistem pertahanan dini mencegah kebocoran dengan nama berawal e, seperti e-budgeting, e-govt, e-katalog dll.
  3. Sumbangan : Kubu Prabowo membuat rekening dana kampanye setelah habis-habisan menyerang kubu Jokowi yang telah memulainya terlebih dahulu.
  4. Lagu kampanye : Kreativitas kubu Prabowo mengekor keberhasilan hit jaman dahulu dan lebih merepresentasikan nostalgia kejayaan masa lalu  dan lebih parahnya lagi berani mengambil hak cipta orang lain. Kubu Jokowi menghadirkan karya yang bernuansa segar kekinian dan siap menyongsong tantangan kreativitas berkarya masa depan yang lebih baik.
  5. Saat ini malah lebih konyol lagi, Kubu Prabowo masih sibuk mencari bahan kampanye hitam lanjutan untuk menyerang Jokowi-JK, KPU dan segala lapisan masyarakat termasuk mereka yang sudah mencoblosnya sembari mencari "bukti-bukti" yang hilang untuk bahan maju ke MK. Di lain pihak Jokowi melanjutkan blusukannya ke berbagai tokoh dan sudah menimang-nimang nama2 bakal calon pengisi kabinetnya.


Beberapa contoh di atas menunjukkan kelas kubu Prabowo yang kurang mampu bergerak cepat mengikuti isu kekinian yang ditampilkan kubu Jokowi. Nampak jelas Prabowo adalah tipe pemimpin yang bossy dan cenderung malas mengekploitasi dirinya serta hanya mampu menerima masukan tanpa pernah mengecek apakah laporan yang disampaikan bisa dipercaya atau tidak. Parahnya lagi tingkat kepercayaan yang tinggi seorang Prabowo kepada kubunya telah disalahgunakan oleh person-person dikubunya. Dalam pemikiran saya, person-person di kubu Prabowo mungkin merasa bahwa hasil kerjanya tidak akan pernah dilihat secara detil. Karena memang Prabowo sama sekali tidak menguasai permasalahnnya. Di titik inilah personal pendukung Prabowo bisa mengompori Prabowo bahwa hanya kerja kubunya yang paling benar. Inilah yang kemudian menjadi titik lemah seorang Prabowo Subianto.

Kubu Prabowo pada beberapa perdebatan yang lalu selalu menonjolkan keunggulan Prabowo pada penyampaian visi dan misi yang mengedepankan sisi pemahaman secara makro. Dalam istilah Fahry Hamzah, memang seorang Presiden harus seperti itu karena dia hanya menjalankan fungsi manajerial. Karena itu tidak mengherankan muncul jawaban Prabowo yang menyatakan setuju atas pemikiran Jokowi maupun Jusuf Kalla, karena memang Prabowo tidak mampu mengelaborasinya menjadi bentuk perencanaan riil. Kondisi ini berbanding terbalik dengan kubu Jokowi-JK. Perhatian atas setiap permasalahan yang muncul selalu dikaji dengan matang sehingga mereka mampu mendapatkan formula solusi yang tepat. Akan halnya kubu Prabowo setelah melemparkan wacana dan kemudian mendapat perlawanan logis, maka solusi yang diberikan adalah mengeluarkan energi kemarahannya. Memang sepertinya efektif untuk menutupi kekurangannya, namun dampak kemarahan yang ditimbulkannya membuat suasana mencekam. Rasa terancam dirasakan baik oleh lawan maupun kawannya dan sayangnya hanya sampai di situ saja. Apakah ada solusi yang diberikan dengan mengeluarkan energi kemarahannya?  Jawabnya adalah sama sekali tidak. Bahkan kemudian memunculkan ketegangan bangsa yang sebenarnya tidak perlu terjadi.

Histori pemilihan presiden kali ini bisa menjadi pelajaran yang berharga bagi pemahaman kepemimpinan yang sejati bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan bagi saya pribadi, hiruk pikuknya komentar dan wacana yang bermunculan hanya menimbulkan noise belaka. Karena substansinya adalah memilih tipikal pemimpin yang menawarkan solusi kekinian yang memberikan harapan perbaikan dalam arti riil. Kita sudah ditantang masalah ketertinggalan dari bangsa lain dan itu memerlukan kecepatan berpikir dan bertindak. Dan syukurlah sebagian besar masyarakat Indonesia telah menjatuhkan pilihannya kepada dua striker terbaik Indonesia saat ini yaitu Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang tidak diragukan lagi kecepatannya dalam mengambil keputusan serta mengeksekusinya.

MERDEKA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun